Jilid 19

595 17 0
                                    

TAN-CIU menatap pengemis tua itu tajam-tajam. Apa maksud dan bagaimana asal-usulnya pengemis yang sangat mencurigakan ini.

"Bagaimana kau tahu, bahwa aku ingin mengunjungi dan menemui ketua Benteng Penggantungan?" Ia mengajukan pertanyaan,

pengemis tua itu tertawa.

"Terus terang kukatakan kepadamu, pekerjaanku sehari-hari, kecuali meminta-minta sedekah, lain pekerjaan ialah meramalkan sesuatu kepada orang. Aku adalah tukang ramal amatir."

"Ngelepus!"

"Percaya atau tidaknya, terserah kepadamu," berkata pengemis yang mengaku sebagai tukang ramal amatir itu. Sikapnya sangat tenang sekali.

Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung. "Dibadapanku, adalah lebih baik jangan terlalu banyak menjual mahal!"

"Kau tidak percaya bahwa aku dapat melihat segala sesuatu yang sudah atau akan terjadi?" Bertanya si pengemis tukang ramal.

"Tidak percaya..."

"Berani mengadakan pertaruhan?"

"Apa yang dipertaruhkan?"

"Bila aku dapat meramalkan segala sesuatu tentangmu dengan cocok, kau harus mencopot batok kepalamu, untuk diserahkan kepadaku."

"Bila ramalanmu tidak cocok?"

"Akupun akan menyerahkan batok kepalaku kepadamu."

"Baik."

Pengemis itu tertawa. "Kau akan menyesal, tahu ?"

"Tidak. Aku tidak akan menyesal." Tan Ciu menantang.

"Aku masih menyayangkan batok kepalamu itu."

"Jangan banyak cing-cong. Katakanlah."

"Apa yang ingin kau ketahui, kejadian yang sudah lewat atau kejadian yang akan terjadi?" Pengemis yang mengaku tukang ramal amatir ini mempunyai pegangan yang kuat. Maka ia berani berkata seperti tadi.

Tan Ciu berpikir sebentar, kemudian berkata. "Aku mengajukan suatu pertanyaan kepadamu, bila jawabanmu ini cocok, maka segera akan kuserahkan batok kepalaku."

"Baik." Berkata si pengemis. "Katakanlah, Seratus persen kau akan kalah."

Tan Ciu tertawa.

"Belum tentu." Ia menantang.

"Sebutkanlah pertanyaanmu." Berkata sipengemis tersebut.

"Siapa yang menjadi ayahku? Bimanakah ibu berada? Siapa yang menjadi algojo Pohon Penggantungan?" Sekaligus. Tan Ciu mengajukan tiga pertanyaan yang beruntun. Pengemis tukang ramal amatir itu tertawa

"Bocah." ia berkata, "Berapa banyaknya batok kepalamu!"

"Tentu saja satu." Berkata Tan Ciu masuk kedalam perangkap orang.

"Mengapa mengajukan tiga pertanyaan?" Pengemis tua itu bertanya tertawa.

Tan Ciu tertegun.

"Baiklah." Akhirnya pemuda ini mengalah. "Aku mengajukan satu dari tiga pertanyaan tadi, yang ingin kuketahui yalah siapa algojo Pohon Penggantungan?"

"Algojo Pohon Penggantungan..."

Si pengemis tidak meneruskan kata-katanya agaknya tidak dapat memberi keterangan.

Tan Ciu tertawa dingin.

"Bagaimana?" Ia sangat puas. "Tidak dapat memberi jawaban, bukan?"

"Bukan tidak dapat memberi jawaban." Berkata sipengemis. "Tetapi tidak dapat mengatakan kepadamu."

Pohon KeramatKde žijí příběhy. Začni objevovat