27🥀 : Hug for Marvin

43.8K 2.5K 10
                                    

Selamat membaca ⛅
Votenya jangan lupa
Sarangbeo.
.

Hari minggu ini Vanya gunakkan untuk membablas tidur sampai siang. karena ia begitu mengantuk, karena monoton drakornya yang kurang beberapa episode dan ia tekadkan untuk menghabiskannya malam itu juga.

Sedangkan dilantai bawah.

Mahendra, Alex, Marvel dan Marvin sedang berada di meja makan menunggu satu anggota lagi untuk memakan. Satu anggota? Yang benar saja menganggapnya ada saja tidak.

"bi, Vanya kemana?" tanya Mahendra kepada bia Asih yang sedang berada didalam dapur.

"masih tidur tuan, semalam habis bergadang nonton apa itu... Dakor eh bukan drakor maksudnya tuan" ucap bi Asih diakhiri cengengesan akibat salah mengeja.

"anak itu" kesal Mahendra.

"kenapa?, tumben perhatian. Bukannya daddy tidak menyukai Vanya? dan berkata menyebut namanya saja sudah membuat muak?" tanya Alex membuat Mahendra terdiam.

"udahlah bang, makan aja. Gak usah urusin dia, beban keluarga" timpal Marvel.

"kenapa lo bilang dia beban keluarga, emangnya lo bukan? Emang lo udah bisa banggain nama keluarga?" desak Alex menbuat Marvel seketika bungkam.

Marvin yang mendengar percekcokkan itupun menghentikkan makannya, menaruh sendok menimbukan suara. "ada apa?" tanya Mahendra menatap Marvin.

"bukan apa - apa, Marvin udah kenyang" ucap Marvin dan segera pergi meninggalkan mereka yang bertanya - tanya.

Vanya ternyata sudah bangun, ia sedari tadi melihat mereka dari lantai atas. Senyum mirinya tercetak dan menatap Marvin yang sudah sampai dilantai dua.

Marvin melewatinya begitu saja tanpa menoleh kepada Vanya. "kenapa lo ngehindar dan berubah?" tanya Vanya saat Marvin melewatinya dan itu membuat langkah Marvin terhenti.

"apa masalahnya?, gue berusaha dewasa" jawab Marvin yang tidak membalikkan badanya.

"berubah dewasa? Atas apa yang udah lo lakuin?" pancing Vanya membuat kedua tangan Marvin terkepal kuat.

"kenapa gue gak boleh dewasa?, gue tahu gue salah. dan gue sadar, gue seharusnya gak bersikap berlebihan sampai buat adik gue mati" ucap Marvin yang bagian kata menggunakan nada pelan.

Vanya membulatkan matanya, matanya yang masih khas bangun tidur itu menatap terkejut punggung Marvin.

"gak usah kaget, harusnya lo biasa aja" ucapnya. "karena emang seharusnya gue sadar kalau perubahan lo bukan hal biasa. gue tahu karena gue denger pembicaraan lo sama Nathan di roftoop. terserah lo mau hidup gimana setelah ini, karena lo kesiksa juga jadi adik gue, gue sedikit iba ke elo" ucap Marvin panjang lebar.

"dan lo gak marah?" tanya Vanya.

Marvin menggeleng pelan, kemudian ia membalikkan badanya menatap Vanya sendu. "gue udah gak bisa dikasih kesempatan ya?, gue rindu adik gue. gue gagal jadi abang buat dia, gue pengen bilang maaf ke dia" lirih Marvin dengan mata berkaca - kaca.

Vanya membuang mukanya, melihat kondisi Marvin yang begitu lemah dihadapannya ini membuat batinya sedikit terluka. "gue pengen ketemu sama adik gue, apa dia gak bisa kembali?" tanyanya lagi.

"dia udah tenang disana... " jawab Vanya dengan suara hampir tercekat bahkan matanya sudah memanas namun ia masih berusaha untuk tegar agar tak ada yang melihat kondisinya saat terpuruk.

"gue-gue benci diri gue sendiri. gue jahat, gue sadar tapi gue telat. Maafin gue" tangis Marvin.

Vanya mendekat memeluk tubuh gagah Marvin yang dibalas tak kalah erat. "jangan jauhin gue setelah ini" pinta Vanya dengan sendu.

"gak akan, tubuh ini tetap adik gue" balas Marvin. "sampaiin ke Vanya adik gue, gue rindu dia dan maafin atas kesalahan gue" lanjutnya.

Vanya hanya mengangguk pelan didalam pelukkan, sungguh ia merasa hangat didalam pelukkan Marvin. Ia jadi merindukan pelukan abangnya, abang Vano.

vanyatransmigration•

Setelah adegan pelukkan tadi pagi, sekarang mereka berdua sedang berada di ruang tv. Merkea berceloteh ria melupakkan Marvel, Mahendra serta Alex yang memandangi Marvin yang aneh.

Mendadak berubah? Pikir mereka, Marvel menatap tak suka saat melihat keharmonisan kakak dan adik ini begitu pun Alex.

Mereka begitu iri, namun sayangnya lagi lagi ego mengalahkan mereka berdua. "kenapa kalian jadi akur seperti ini?" tanya Mahendra mewakilkan kedua putranya.

Marvin melirik sekilas Mahendra dan matanya meatap Vanya yang sedang asik memakan chiki. "kenapa? Seharusnya orang tua senang lihat anaknya pada akur. Bukan menanyakan alasan akur" jawab Marvin acuh.

"ya kita aneh aja, lo kan suka bacot mulu sama dia" balas Marvel.

"bukannya lo ya?, dan Vanya punya nama kalau lo lupa!" ketus Marvin. "gue udah baikkan sama dia, bagaimanapun vanya anggota keluarga kita. dia gak pantas diperlakukan secara beda dan tidak adil, Marvin sadar kalau Marvin yang berada diposisi Vanya mungkin Marvin udah bunuh diri" celetuknya tanpa perasaan.

Deg

Entah mengapa, perasaan ketiga pria ini merasa tidak enak namun juga perih, apa ini ikatan batin?

"aku akan menjaganya, dia adikku dan tugas abang adalah menjaga adiknya sudah cukup dengan dunia yang tidak adil, aku akan menjadikannya adil untuk Vanya" ucap Marvin. "iya untuk lo Vanya, adik gue. Tenang - tenang disurga ya cantik. Abang rindu Vanya nya abang" lanjut Marvin dalam batin.

Alex menggeser duduk nya, ia kini menjadi duduk disamping Vanya dan itupun membuat Vanya dan Marvin menatapnya bingung. "kenapa?" tanya Vanya.

"Abang cemburu lihat kamu deket sama Marvin, kalau dia bisa kenapa abang enggak?" tanya Alex dengan mengenyahkan egonya yang begitu tinggi. "perbaiki hubungan kita ya dek, abang minta maaf udah ngelakuin kesalahan terbesar ke kamu" ucap Alex membuat Vanya termenung.

Seharusnya mereka meminta maaf kepada Vanya yang asli, bukan dirinya. Apa yang harus ia katakan? Memaafkan mereka? Bagaimana jika Vanya asli masih belum memaafkannya?.

dan soal ia memaafkan Marvin salahkan bibirnya yang langsung menyabar, namun tak ayal ia juga bersyukur karena sikap Marvin mampu mengurangi rasa rindu Vanya ke bang Vano.

"memaafkan seseorang yang membuat luka memang sedikit sulit" ucap Vanya, "tapi gak apa apa, gue maafin kok. Tapi jangan berharap gue bakalan mudah lupain semuanya, karena yang kalian lakuin begitu nyakitin Vanya" ucap Vanya dan itu mampu membuat mereka semua terdiam.

Ia menghela nafas kasar lalu memandang satu persatu anggota keluarganya, "gue gak pernah meminta perhatian, cukup hargai Vanya. Dia manusia, dia butuh suport system untuk tetap hidup" lirih Vanya kemudian ia bangkit dari duduknya meninggalkan mereka dengan perasaan dongkol.

Hatinya begitu perih, walaupun ini hanyalah raga vanya yang telah mati mengapa ia ikut merasakan sakit hati dan kecewa. Seharusnya tidak! Ia tak ingin merasakan ini, ini sama seperti menjadi dirinya. Dikecewakan oleh keluarganya sendiri membuat vanya muak dan lelah.

Piece dulu yang gak rela Marvin deket sama Vanya. ingat ya, menyimpan dendam itu gak baik.

Votenyaaaaaa
JANGAN PELIT2

Tbc.

Naya Transmigration (END)Where stories live. Discover now