29🥀: Awal kebahagian?

41.9K 2.4K 16
                                    

Teruntuk waktu, maaf telah menyianyiakan dirimu.
-naya

Selamat membaca ⛅
Votmennya jan lupa:'
Sarangbeo.

Sekarang Vanya dan Nathan sudah berada dikediaman Abirael. Mansion ini begitu sepi, hingga suara deruman motor sport terdengar.

Vano memasuki mansion dengan menaiki motor sport, kemudian memarkirkannya di garasi. Dia belum menyadari keberadaan Vanya dan Nathan.

Vano keluar dari garasi dan saat menemukan mereka, wajahnya yang datar berubah menjadi tersenyum binar dan itu hanya karena keberadaan Vanya yang ia tunggu.

Tanpa aba - aba Vano memeluk tubuh Vanya, dan menaruh dagunya dibahu Vanya. "kenapa lama kesininya?" tanya Vano dengan nada sedikit merengek.

Vanya hanya tersenyum tulus. pelukkan yang sama seperti dulu, ia merindukannya.

Vano menyadari ada sesuatu yang mengganjal dipenglihatannya pun langsung menatap depan dalam posisi yang sama.

Ia menggertakkan giginya dan melepaskan pelukkannya begitu saja, ia menarik pergelangan tangan Vanya untuk berada di belakangnya dengan tangan yang tak lepas memggenggam pergelangan Vanya yang tidak membuat Vanya memekik kesakitan bercampur terkejut.

"dengerin gue dulu" pinta Nathan.

"gak akan, lo pengganggu dihidup gue. Seharusnya lo gak hadir, dengan itu Naya dan gue gak akan kekurangan kasih sayang!" balas Vano membuat Nathan dan Vanya menghela nafas kasar.

"bang, biarin bang Nathan jelasin semuanya." ucap Vanya membuat Vano menatapnya tak percaya.

"kamu belain dia?" marah Vano membuat nyali Vanya sedikit menciut, Vano tak pernah memahrahinya. Namun ia sadar, sifat Vano menuruni Opah Vero.

"dengerin penjelasan gue, gue kesini mau nyelesaiin semuanya. Gue tahu gue seharusnya gak hadir-"

"bang!" tegur Vanya tak suka.

Nathan menatap Vanya sambil menampilkan senyum tulus. "abang tahu, abang lahir karena kesalahan tapi abang mohon dengerin semuanya"

"lo kira mudah maafin lo-"

"bang, gak baik kayak gini terus. hidup damai aja bang, jangan nyimpen kebencian" pesan Vanya membuat Vano menghenbuskan nafas kasar.

"masuk, ngobrol didalam" ujar Vano, ia menarik lengan Vanya untuk masuk kedalam Mansion.

Nathan mengikuti mereka dari belakang, ia bahagai setidaknya Vano masih mau mendengar penjelasannya walaupun ia tak tahu apakah Vano akan memaafkan dam merimanya atau tidak.

Sekarang mereka bertiga berada di ruang keluarga Mansion Abirael, untung saja orang tua mereka tak ada dirumah karena sedang ada pekerjaan di magelang.

Vanya menatap Vano dan Nathan secara bergantian. Sungguh berada di tengah - tengah dua orang pria dengan keadaan seperti ini begitu meneganggkan untuknya.

"mulai aja deh, gak enak suasananya" intrupsi Vanya dan Nathan berdehem sebentar.

"gue tahu gue salah Van, gue emang gak pantas jadi abang lo berdua. Tapi kasih satu kesempatan buat gue memperbaiki semuanya, mau lo ngakuin atau enggak tapi gue bakalan tetep ngelakuin tugas gue sebagai abang"

"memang seharusnya kalian gak ngerasain ini, dan gue sadar kalau gue alasan kekecewaan kalian kepada Mama dan Papah. Gue minta maaf, cuma cara ini supaya gue lega." lanjut Nathan.

Vano membuang muka, ia bingung harus merespon apa karena sejujurnya, hatinya sudah menerima keberadaan Nathan.

"gue liat kalian di ponsel aja udah buat gue bahagia, dan impian gue buat lihat kalian secara langsung. Tapi kenyataannya lihat kalian itu susah, nyatanya kalian ngebenci gue. Ngebenci kehadiran gue"

"bang... " lirih Vanya menatap Nathan sendu, sedangkan Nathan hanya mengelus punggung Vanya, untuk mewakilkan bahwa ia tidak apa - apa.

"hidup dengan rasa bersalah gak enak Van, gue mau ngenyahin ini tapi sulit. Seharusnya ibu kandung gue gak hadir ditengah - tengah keharmonisan keluarga Abirael, maka semua gak akan terjadi" ujar Nathan lagi.

"Vano, maafin gue ya?. Gak apa - apa lo gak nerima keberadaan gue, tapi gue mohon maafin gue." pinta Nathan

Vano menatap Nathan kemudian mengangguk tanpa sepatah kata, dan itu sudah mampu membuat bibir Nathan mencetak sebuah senyum tulus.

"thanks" ungkap Nathan dan lagi - lagi Vano menganggukan kepala.

"gue nerima lo karena Naya juga udah nerima. Gue harap lo bisa bantuin gue ngejaga adik kita" ujar Vano.

Vanya yang menonton adegan itu secara langsung pun menahan tangisnya, sungguh drama nyata ini begitu menyentuh hatinya.

"pasti" balas Nathan.

Vano bangkit begitu pun Nathan, mereka berpelukkan menyalurkan rindu berat. "Welcome my brother" ucap Vano.

Nathan tersenyum dan memeluk erat tubuh Vano yang merupakan adiknya, "thanks... " jawabnya

Vanya pun yang tak ingin melewatkan momen tersebut pun ikut ke dalam pelukkan itu, dan hari ini merupakan hari yang bahagia untuk Vanya. "eh lho kok?" jeritan terkejut membuat mereka sontak melepaskan pelukkan.

"lho mama papah?, bukannya masih besok pulangnya?" tanya Vano yang melihat keberadaan Mama Sinta dan Papah Agra.

"Pe-pekerjaan papah udah selesai duluan" jawabnya dengan keadaan yang masih terkejut begitu pun Papah Agra yang mengerjapkan matanya berkali - kali takut ini semua hanya ilusi.

"kamu?" tanya Papah Agra dengan sendu sambil menatap mereka berdua. "Vano udah nerima Nathan, dan gak apa - apa kalau dia mau tinggal bareng sama kita. Itu haknya" timpal Vano membuat kedua orang tuanya memeluk Vano dan juga Nathan.

Vanya menjauh sedikit memberikan mereka ruang. Ia iri walaupun mereka keluarganya di tubuh yang asli, tapi sekarang ia tak memiliki hak itu. Tubuh ini tidak memiliki ikatan darah dan seharusnya menjaga batasan saat berhadapan dengan masalah pribadi keluarga.

Vano dan Nathan menatap Vanya sendu, seharusnya ia ikut serta dalam momen hangat ini. Namun nyatanya tidak, sekarang Naya adalah Vanya dan tak mungkin menjadi Naya kembali.

"ya tuhan, jangan hilangkan kebahagiaan mereka. Mereka obat rinduku, dan aku menyayangi mereka" batin Vanya menatap nanar adegan harmonis yang sama sekali ia tak pernah rasakan.

***
Teruntuk readers, makasih udh baca nih cerita yang begitu gaje.

Sebenernya yang bikin cipu lama updatenya itu karena ngetik. Ngetik itu butuh kesabaran, terutama pas mood lagi kurang bagus bikin cipu pengen lupain naskah seharian, tapi otak cipu kepikiran naskah terus. Mau gak mau nyicil dan ngelawan kemalesan. Segitu dulu curhatnya, wkwk.

Votenya dong kak.

Tbc.

Naya Transmigration (END)Where stories live. Discover now