RADION || 55

665 40 6
                                    

"Gimana keadaannya Radion, Dok? Nggak parah, kan?" Alfred bertanya khawatir setelah dokter memeriksa kondisi putranya.

Setelah selesai menelepon Radion, Marissa sengaja menunggu putranya hingga pulang ke rumah. Tetapi sampai jam dua belas malam putranya tak kunjung sampai. Beliau menelepon ulang tetapi tetap tidak mendapat balasan dari Radion.

Karena Marissa khawatir, akhirnya ia menghubungi Raiden. Siapa tau saja putranya pergi bermain bersama teman-temannya dulu. Tetapi jawaban Raiden saat itu tidak tahu keberadaan Radion. Ia bahkan sudah sampai di rumah sekitar satu jam yang lalu.

Karena ikut merasakan khawatir, Raiden akhirnya pergi ke rumah Alula untuk memastikan. Ia terkejut ketika melihat mobil Radion masih terparkir di depan rumah Alula.

Yang lebih terkejut lagi, ia menemukan Radion yang tengah tergeletak berdarah disamping mobilnya sendiri.

Raiden panik bukan main dan langsung membawa Radion ke rumah sakit malam itu juga. Tak lupa ia menelepon kedua orang tua Radion dan teman-temannya.

"Tidak usah khawatir, Pak. Radion hanya mengalami cidera kepala ringan. Kadang kala kepalanya bisa nyeri dan pandangannya kabur, tetapi tidak ada hal serius yang lainnya. Untung saja cideranya tidak sampai memengaruhi otaknya," jelas dokter tersebut.

Alfred mengangguk sambil mengusap pundak Marissa–menenangkannya. "Baik, terima kasih, Dok."

"Kalau begitu saya permisi dulu Pak, Bu!" Setelah dokter Radion keluar, Raiden dan teman-temannya masuk ke dalam kamar rawat Radion.

Zean berdiri di sebelah kasur Radion. Menatap ketuanya yang belum saja sadar dengan kepala yang sudah diperban dengan tatapan sedih.

Kenapa harus Radion yang seperti ini? Kenapa bukan ia saja? Arlan yang berdiri disebelah lelaki itu hanya bisa menepuk pundaknya dengan pelan.

"Gimana Radion, Om?" Tanya Raiden kepada Alfred.

"Kalian tenang aja! Nggak ada hal yang serius kata dokter." Raiden mengangguk lega.

"Raiden, emang kejadiannya kayak gimana?" Tanya Marissa kepada Raiden.

Raiden yang ditanya seperti itu pun langsung menatap teman-temannya di belakang.

"Radion kenapa, Den?" Tanya Arlan yang baru sampai di rumah sakit disusul dengan Zean dan Daplo.

"Gue nggak tau. Ada yang mukul dia pakai batu," balasnya masih shock.

"Hah?! Lo serius?! Siapa yang mukul Radion? Terus dia gimana keadaannya sekarang?" Tanya Zean panik.

"Gue juga nggak tau, Ze. Dia lagi di ruang ICU. Lagi ditanganin dokter."

"Tenang dulu!" Ujar Daplo. Menyuruh teman-temannya untuk duduk di bangku depan ruang ICU.

"Lo ceritain, Den, kenapa bisa Radion kayak gini!" Setelahnya Daplo menyuruh Raiden untuk bercerita.

Raiden menunduk. Mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. "Gue abis di telepon sama Tante Marissa, katanya Radion belum sampai rumah padahal udah sekitar setengah jam dia bilang mau otw balik dari rumah Alula."

"Gue takut ada apa-apa, akhirnya gue susulin dia ke sana. Pas gue sampe, gue udah ngeliat Radion berdarah kepalanya. Nggak ada siapa-siapa di sana, cuma dia. Dan anehnya lagi gue ngeliat ada batu di deket dia. Batu gede yang gue yakin penyebab kepalanya berdarah," ceritanya.

RADIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang