RADION || 37

681 62 4
                                    

02.00

"Archa, gue sayang banget sama lo. Lo selalu care sama gue, itu yang ngebuat gue makin cinta kalau lagi deket sama lo." Zean berjalan sempoyongan dibantu Arlan dan Radion yang memapahnya.

Lelaki itu sedari tadi hanya meracau tidak jelas akibat dirinya yang terlalu mabuk.

"Nara, gue juga sayang banget sama lo. Lo galak, gue kadang takut sama lo. Tapi gue suka sifat galak lo. Lo tetep cantik walaupun galak, Ra."

"Huek. Muak banget gue dari tadi dengerin si Zean bahas Archa Nara. Kenapa nggak langsung tidur aja sih dia?" Galen yang berjalan di paling belakang—tanpa membantu apa-apa pun menutup telinganya.

"Lo bisa bantuin dikit nggak sih, Len? Kenapa setiap ada sesuatu selalu gue yang bopong?" Arlan mendengus.

"Ya mana gue tahu. Lagian lo sukarela banget. Gue bilang juga apa, pasti tuh bocah tumbang. Biarin aja, besok dia harus cium kaki gue."

"Lo pada mau bawa gue ke mana, hah?" Zean mendongak. Menatap Radion dan Arlan dengan mata yang sedikit lagi terpejam.

"Ya pulang, lah. Ke rumah lo."

"Oh, bukannya ke rumahnya Archa sama Nara, ya? Gue belum kenal orang tuanya, mau kenalan."

"Stress." Galen geleng-geleng kepala.

"Lo balik sama gue. Gue anterin ke rumah lo," jawab Arlan.

"Jangan! Nanti nyokap gue marah gimana? Lo mau babak belur? Anterin ke rumah Archa Nara aja, biar gue bisa ketemuan sama orang tuanya."

"Yang ada lo yang digebukin kalau malem-malem ke rumah mereka." Kali ini Radion yang berujar.

"Nggak apa-apa, gue rela kok—" belum sempat menyelesaikan ucapannya, mata lelaki itu sudah sepenuhnya terpejam. Tubuhnya melemas dengan kepala yang terjatuh tepat di atas pundak Radion.

"Akhirnya lo berhenti ngoceh, Ze. Gue mau pulang, mau tidur nyenyak." Galen berjalan menuju motor Zean yang terparkir tepat di sebelah motor Daplo.

Karena Zean akan dibawa pulang oleh Arlan—karena tidak memungkinkan untuk dibawa naik motor, maka Galen memutuskan untuk pulang menggunakan motor Zean.

"Lo nggak akan bisa tidur nyenyak. Tiga jam lagi juga lo harus bangun. Prepare ke sekolah." Daplo melirik Galen.

"Lo beneran mau bawa Zean ke rumahnya? Nggak ke rumah lo aja, Lan?" Tanya Radion. Lelaki itu membantu Zean masuk ke dalam jok belakang mobil Arlan.

Arlan menutup pintu belakang mobilnya. "Ya udah, gue bawa ke rumah aja. Dari pada gue bawa balik, terus malah jadi nggak beres."

"Titip, ya!" Radion berjalan ke depan mobil disusul Arlan.

"Santai, dia kan temen gue juga. Walaupun beban sedikit." Radion tertawa.

"Rad, pulang nggak lo?!" Dari parkiran motor, Raiden berteriak. Lelaki itu sudah duduk di atas motornya—tinggal menyalakan mesin motornya lalu pergi dari sana.

Sedangkan Daplo dan Galen baru bersiap-bersiap naik ke atas motornya masing-masing.

"Gue cabut, Lan!" Radion berpamitan kepada Arlan.

"Hati-hati lo pada!"

"Thanks for malem ini ya, Bray!" Setelah berteriak, Galen langsung menancapkan gas motornya.

****

"Mana janji lo kemarin? Sini cium kaki gue!" Galen sudah menunggu Zean di kantin bersama teman-temannya.

Zean menyusul karena pagi ini ia mendapat banyak sekali masalah. Lelaki itu duduk di bangku yang masih kosong.

"Lo bisa diem dulu nggak sih, Len? Lo nggak tahu gue lagi apes hari ini? Gue di hukum gara-gara nggak bawa buku mata pelajaran hari ini. Gue telat dan Arlan nggak mau bangunin gue, padahal kita udah satu atap! Terakhir, nyokap gue nyangkanya gue bolos sekolah. Untung dia langsung percaya pas Bu Grizele ngirimin foto gue lagi dihukum berdiri di depan kelas." Zean memijat keningnya.

RADIONWhere stories live. Discover now