RADION || 16

1K 107 16
                                    

"Kita mau ke mana, sih? Ke rumah kamu?" Tanya Alula dari boncengan Radion. Sedari tadi Radion tidak bisa menahan senyumannya melihat Alula dari kaca spion motornya yang terlihat kebingungan dengan arah tujuan mereka.

"Bukan, kok. Lo mau ke rumah gue emang? Boleh, nanti gue ajak ke rumah kapan-kapan."

"E–eh, bukan gitu maksud aku! Terus kita mau ke mana?" Tanya Alula lagi.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Alula langsung buru-buru keluar dari kelasnya. Gadis itu melihat ke arah parkiran sekolah yang masih sepi. Rupanya Radion benar-benar sudah menunggunya di sana. Cowok itu juga langsung menariknya untuk naik ke boncengan motornya sebelum anak-anak yang lain mulai berhamburan pulang.

Radion sebenarnya tidak masalah jika banyak orang yang melihanya menggonceng dirinya. Tetapi, untung saja hari ini Radion bisa mengerti Alula. Ia menarik Alula dengan cepat sebelum yang lain melihat mereka.

Jika yang lain ada yang melihat mereka, maka Alula pasti akan semakin di benci orang-orang. Terutama orang yang menyukai Radion.

"Dikit lagi sampai, kok. Btw, lo nggak apa-apa kalau pulang malem?"

"Nggak apa-apa, sih."

"Serius? Kayaknya sih gue bakal ngajak lo sampai malem. Takutnya lo sibuk atau ada urusan lain nanti malem."

"Nggak ada, kok. Asal jangan terlalu malem aja, soalnya aku harus ngerjain tugas buat besok sama baca-baca materi yang tadi di sekolah."

Radion tertawa mendengarnya. "Rajin banget sih lo."

"Kamu juga pasti rajin, kan? Kamu kan di kelas termasuk yang paling pinter."

"Kok lo tahu? Lo merhatiin gue emang?"

Alula membelalak. "Nggak, kok! Waktu itu aku pernah lihat kertas ulangan kamu di meja guru. Nilai kamu bagus-bagus. Pasti kamu juga rajin belajar. Buktinya kamu bisa dapetin nilai-nilai itu."

"Kalau gue nggak sering kayak lo, sih. Di waktu-waktu tertentu aja."

Selanjutnya, tidak ada yang berbicara di antara mereka. Jujur, perasaan Alula sekarang sangat campur aduk. Alula senang, bingung, pokoknya semua bercampur menjadi satu.

Apa yang Radion bilang beberapa menit yang lalu ternyata benar. Motor ducati merah Radion akhirnya sampai di sebuah rumah bertingkat yang elegan. Halamannya juga cukup luas.

Alula turun dari boncengan Radion. Menatap ke sekelilingnya dengan tatapan takut sekarang. Apakah Radion akan melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya? Tidak mungkin, kan?

Setelah memarkirkan motornya di halaman rumah tersebut, Radion pun berjalan menghampiri Alula. Menepuk pundak gadis itu pelan—menyadarkannya.

"Kenapa lo?"

"H–hah?! Nggak apa-apa. Ini di mana, sih? Ini rumah siapa?" Alula menunjuk rumah di depannya.

"Ini markas Camelion."

Tiga kata tersebut mampu membuat Alula terkejut. Bagaimana tidak? Radion baru saja mengajaknya ke markas Camelion? Markas yang hanya bisa dimasuki dan dikunjungi oleh anak-anak Camelion yang semuanya laki-laki. Tidak ada perempuan satu pun.

"Markas Camelion?"

Radion tersenyum kecil lalu mengangguk. "Santai aja. Nggak bakal ada yang ngomelin lo, kok."

"Belum pada dateng kayaknya. Masih sepi, parkirannya juga masih pada kosong. Yuk, masuk!" Ajak Radion.

Alula pun hanya bisa mengikuti langkah Radion karena cowok itu sekarang sudah menarik pergelangan tangannya untuk masuk ke dalam markas Camelion.

RADIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang