64 • Family or Study?

19.2K 1.8K 824
                                    

Hi🤍
Sebelumnya maaf bgt kalau lama updatenya, krn aku lagi sibuk revisi naskah gengs:(

Part ini mengandung momen serius di bagian awal, wkwk

***

Tanpa lebih dulu mengetuk pintu, Vega asal menyelinap masuk ke dalam ruangan pribadi milik sang ayah. Berjalan santai dengan ciri khas wajah datarnya.

Begitu berhadapan langsung dengan Varga, Vega segera menduduki kursi di sebelah. Duduk dengan satu kaki terangkat, lalu dengan santainya ia malah menyalakan rokok yang terselip di telinga kemudian menyesap benda silinder itu.

Menghiraukan tatapan membunuh dari Varga. Fine, putranya yang satu ini sejak dulu memang tidak tau etika bercengkrama, meski sedang berhadapan dengan yang lebih tua sekalipun.

"Why?" tanya Vega sambil menaikkan satu alis.

Pria paruh baya berdarah campuran inggris dan indonesia tersebut berdehem singkat. Beliau menggeser kertas yang terlihat seperti sebuah surat kepada Vega.

Vega mengernyitkan dahi, tapi tak ayal dia meraih kertas putih tersebut.

"Baca dan cerna baik-baik, kamu pasti senang dengan kabar ini." Ucap Varga, ayah kandung dari Vega yang tampangnya begitu mewarisi Vega.

Meskipun masih dikuasai kebingungan, Vega tetap membaca kata demi kata yang tertera di dalam isi surat itu.

Setelah membaca hingga akhir kalimat, pemuda tampan berusia dua puluh dua tahun tersebut menggebrak meja membuat seringaian sinis dari Varga terbit di bibirnya.

"Kenapa? Bukannya ini semua impian kamu sedari kecil?" tanya Varga sambil menaikkan satu alis.

"Ya, tapi sekarang kondisinya udah beda, Vega udah punya keluarga, mereka masih butuh peran---" Kalimatnya terpotong saat Varga langsung menyela.

"Papa nggak suka dibantah dan tidak menerima bantahan bentuk apapun." Sarkas Varga membuat Vega menggeram menahan luapan emosi yang sebentar lagi akan meledak.

Surat yang menjadi pemicu dari perdebatan antara anak dan ayah tersebut ternyata surat rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan di Oxford University.

"Gak usah pura-pura menolak Vega! Papa tau itu adalah universitas impian kamu sejak SMP bukan? Jadi, yakin masih mau menyia-nyiakan kesempatan ini?" tanya Varga sedikit sinis.

"Ck! Itu dulu, kalau sekarang berubah pikiran. Lagian Vega udah punya penghasilan sendiri, sama sekali gak minat buat ngelanjutin kuliah." pungkasnya.

"Gak usah nolak! Dengar, keluarga besar kita itu rata-rata lulusan sarjana dan gelarnya pun tidak main-main. Setidaknya kamu harus selesaikan studi S1," ucap Varga semakin gencar memojokkan.

Vega tak habis pikir dengan jalan pemikiran ayahnya yang lebih mengutamakan gelar sebagai bahan tolak ukur.

"Denger ya tuan Varga Achilles yang terhormat, secara gak langsung bukannya anda sendiri yang jadi penghambat cita-cita Vega?"

Bukan bermaksud kurang ajar, namun dia sudah telanjur muak dengan keegoisan ayahnya yang mendarah daging sejak dulu.

"Apa maksud kamu?"

"Dipaksa nikah muda, dikekang sama aturan-aturan papa yang gak guna! Itu apa namanya kalau bukan hancurin masa depan anak sendiri?!!" gertak Vega makin melawan.

Penuturan anaknya itu mampu membangkitkan emosi Varga. "Jadi kesimpulannya kamu menyesal?"

"Bukan nyesel, cuman lebih ke miris aja si sama nasib gue," lontarnya lalu menghisap batang rokoknya lagi.

VALGARA [END]Where stories live. Discover now