58 • Dia pergi

29.6K 1.9K 1K
                                    

Hi! wlcme bck to my story^°^

Udah lama bgt ni ga updte. Pasti cape kan nunggunya? ini lapak sampai berdebu wkwk.

Maaf bgt, kemarin aku kehalang kesibukan di rl jd mutusin buat rest dulu dr wp! Makasi buat yang masih mau baca kelanjutan dari cerita valgara, tysm♡

Ini lanjutan dr bab sebelumnya, jadi kalau lupa alur disarankan baca ulang bab 57 okay..

Drop username ig kalian disini, siapa tau ada yg mau saling mutual sesama hobby-!🧸

~h a p p y r e a d i n g~

•••

Tatapan sendu dari Vega terpancar jelas di matanya. Tiga jam yang lalu dokter mengatakan jika Vale akan sadar dalam hitungan menit kedepan. Namun nyatanya hingga kini Vale belum juga siuman.

Sudah berjam-jam ia terduduk di bangku yang tersedia disini. Tangannya pun turut serta memberikan sentuhan-sentuhan di wajah maupun di rambut sang istri.

Hatinya sesak, sejujurnya Vega tak siap jika nanti harus mengutarakan semua kenyataan pahit ini.

Istrinya itu pasti akan teramat sedih saat tau bahwa calon janinnya telah pergi. Bahkan sebelum dirinya tahu jika ada sosok makhluk mungil terbaring di rahimnya.

Perasaan sesaknya makin bertambah kala melihat tubuh tak berdaya Vale terbaring di atas brankar. Lemas dan nampak tak bertenaga.

Di ruang rawat inap kelas VIP ini hanya terisi oleh tiga orang, sudah termasuk Alveron di dalamnya.

Mengenai Veron, bocah dua tahun itu kini tengah terlelap pulas seraya mendekap sang ibu dari samping.

Dia tak mengerti dengan situasi yang terjadi. Yang Veron tahu ibunya itu hanya sebatas tidur seperti hari-hari biasanya.

Tangan Vega tergerak mengelus lembut rambut si kecil. Sedikit menunduk demi meraih kening itu, lalu menciumnya.

Pandangannya kembali tertuju ke arah Vale lagi. Menatap lekat-lekat wajah pucat itu. "Bangun val," lirihnya.

Tangan yang dipasangkan selang infus itu dikecup lembut dan penuh perasaan.

Kelopak mata milik Vale tiba-tiba saja bergerak. Kemudian tak berselang lama ia membuka matanya secara perlahan.

Ruangan asing seolah menyambut  Vale ketika dirinya benar-benar siuman. Kepalanya terasa pusing, ditambah lagi merasakan adanya keanehan di bagian perut sana.

Vega yang semula menelungkup di lengan istrinya seketika menengadah ke atas. Dan pemandangan paling ditunggu langsung terlihat.

"Ga," Vega tersenyum mendengar panggilan itu. Dia menggeser bangkunya agar semakin dekat dengan brankar.

"Kenapa, hm?" tanya Vega, senyumnya belum memudar.

Satu tangan wanita itu terulur mengusap sudut mata Vega yang berair. Gerakannya terkesan lambat lantaran masih terlalu lemah.

"Semuanya baik-baik aja kan?" tanya Vale tercekat di tenggorokan. Mengingat bagaimana parahnya dia saat mengalami insiden di kamar mandi, membuat Vale pesimis dengan hasilnya.

Dapat dilihat, Vega menunduk membuat Vale semakin yakin dengan tebakannya. Pasti ada suatu hal buruk terjadi.

"Kenapa diem? jawab aku." Spontan ia mengangkat dagu suaminya agar tak terus memperhatikan area bawah.

VALGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang