"Kenapa ketawa? Perasaan aku nggak ada ngomong yang lucu."

Radion menatap gadis itu. "Harus banget ya ngomong panjang lebar dulu? Kenapa nggak langsung bilang aja kalau sebenernya lo khawatir sama gue?"

Seketika kedua pipi Alula memerah. Gadis itu mencoba menyembunyikan wajahnya dari Radion, tetapi sepertinya lelaki itu sudah terlebih dahulu melihatnya.

"Buat apa aku khawatirin kamu? Lagian kamu baik-baik aja. Nggak ada yang perlu dikhawatirin," elak Alula.

"Kalau gue nggak baik-baik aja, lo pasti khawatir, kan?"

****

"Mana laci kotor yang selalu bikin lo jatuh terus lebam-lebam?" Tanya Radion sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah Alula.

"Tuh, di sana!" Alula menunjuk laci yang menempel di dinding atas ruang tamunya. Laci tersebut berisi pajangan-pajangan rumah dan jika dilihat memang sedikit berdebu akibat susah dijangkau.

"Biar gue yang bersihin hari ini. Lo ada kemoceng?"

"E–eh, nggak usah! Ngapain kamu dateng ke sini cuma buat bersihin debu di atas laci? Udah, duduk aja!"

"Gue bersihin. Ada kemoceng nggak?"

Alula membuang nafasnya pelan lalu beranjak. "Sebentar."

"Hati-hati! Itu bangkunya goyang soalnya."

"Lo pegangin, dong. Kalau gue jatuh gimana? Emang lo bisa nangkep gue?" Radion berdiri di atas kursi agar bisa menjangkau bagian atas laci.

"Mana kuat aku nangkep kamu."

"Makanya, pegangin bangkunya."

"Iya, iya."

"Setiap berapa kali lo bersihin ini?" Tanya Radion.

"Kalau bisa setiap hari. Setiap aku beres-beres rumah."

"Udah berapa kali jatuh pas lagi bersihin ini?"

"Baru dua. Itu juga karena aku nggak hati-hati. Aku naiknya juga pakai bangku ini tau. Bangkunya goyang, makanya aku bisa jatuh."

"Itu emang lo nya aja yang nggak hati-hati. Kayak gini doang lo bisa jatuh. Lo pinter tapi ceroboh. Btw, tukang bersih-bersih yang gue suruh dateng ke rumah lo udah lo panggil belum?"

"Kamu banyak omong ya ternyata? Hati-hati, takutnya kamu jatuh juga lagi kayak aku!"

"Nggak akan karena gue orangnya hati-hati. Nggak kayak lo. Gimana tuh tukang bersih-bersihnya?"

"Ya aku belum manggil."

"Kenapa belum dipanggil? Panggil lah sekali-kali buat bersihin ini. Sekalian juga buat bersihin rumah lo. Biar lo nggak capek."

"Aku nggak tahu manggilnya kayak gimana. Harus cari tukang bersihin rumah di mana coba?"

Radion berdecak. "Ya udah, kapan-kapan gue panggilin tukang bersih-bersih di rumah gue aja biar bantuin lo."

"Hm, makasih, ya. Udah bersih, tuh!"

"Iya, ini gue mau turun."

"Aku kebelet pipis, Radion. Cepetan turun! Aku nggak tahan lagi."

Radion melirik Alula sekilas. "Iya, sabar. Lo ini jangan goyang-goyang, dong! Gue susah turunnya."

"Udah kamu berdiri di sana aja dulu! Aku mau pipis sebentar." Fokus Alula mulai buyar ketika ia dilanda rasa ingin buang air kecil.

RADIONDove le storie prendono vita. Scoprilo ora