RADION || 11

Mulai dari awal
                                    

"Bercanda, bego. Ya kali wakil Camelion demen sesama jenis." Raiden menjitak kepala Arlan pelan, membuat Radion terkekeh melihatnya.

"Karena kalian semua udah kasih gue kepercayaan, gue nggak bakal ngecewain kalian. Gue bakal lakuin yang terbaik. Bantu gue, ya?!" Radion mendongak.

"Pasti kita semua bantu lo. Urusan yang ada di Camelion, bukan cuma urusan lo aja. Semuanya bakal turut bantu buat cari jalan keluarnya sama-sama. Jadi, jangan lo jadiin beban. Tapi dengan kayak gitu, jangan juga lo jadi kayak Brandon."

Radion mengangguk. "Nggak akan."

"Nyokap bokap lo bolehin lo buat masuk ke perkumpulan gini? Lo udah kasih tahu mereka kalau lo ketuanya?" Tanya Arlan.

"Nanti mereka juga tahu sendiri. Mereka selalu support gue. Nggak usah khawatir."

Ya, pada akhirnya Radion nanti akan bercerita kepada Marissa. Marissa kan selalu menanyakan apa saja yang sudah Radion lalui di sekolah. Dengan sifat maminya yang seperti itu, membuat Radion jadi tidak takut untuk berbagi cerita kepadanya. Setelah Radion bercerita kepada Marissa, Marissa pasti akan bercerita kepada Alfred. Tentunya respon Alfred sangat baik seperti Marissa.

Mereka bertiga lalu sama-sama menikmati alunan musik yang ada di sana sambil sesekali tertawa melihat Zean dan Galen yang tengah seperti orang gila di tengah-tengah kerumunan orang. Mungkin Galen sekalian mencari mangsa baru.

Ponsel Raiden bergetar. Karena ponselnya ada di dalam saku celananya, maka Raiden bisa merasakan getaran itu yang ia yakin bahwa ada panggilan masuk.

Cowok itu mengeluarkan ponselnya. Menatap nama yang tertera di ponselnya sekilas, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana jeans nya.

"Kenapa nggak lo angkat? Siapa tahu penting. Keluar aja dulu, di sini berisik," kata Radion yang sedari tadi melihat gerak-garik Raiden.

"Bukan apa-apa. Nggak penting juga, Rad."

"Serius lo?"

"Palingan itu dari Mora, Rad. Biasanya kalau malem gini, Mora selalu tahu kalau Raiden lagi nggak ada di rumah. Biasa lah, kan mereka tetanggaan. Gue yakin si Mora sering ngelihatin kamar Raiden dari jendela kamarnya," tawa Arlan puas.

"Sok tahu lo, Lan." Raiden mendengus.

"Keren juga cewek lo, Den. Kapan lagi punya cewek tetanggaan? Apalagi dia selalu mantau lo terus dari jendela kamarnya." Radion ikut menggoda Raiden sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nggak usah ikut-ikutan, Rad. Sesat lo!"

"Nanti abis balik dari sini, lo ke rumah gue dulu ya, Lan?! Lo kan suka bawa mobil ke sekolah. Gue mau nitip oleh-oleh dari nyokap gue di mobil lo. Nanti gue kasih ke anak-anak Camelion. Nggak tahu kenapa, nyokap gue suka banget beliin hadiah setiap pulang liburan. Mana ngasihnya nggak tanggung-tanggung. Satpam komplek aja di kasih." Raiden menepuk dahinya pelan.

Arlan tertawa. "Iya, nanti gue mampir ke rumah lo dulu."

"Nyokap lo nggak marah kalau lo ke sini, Den?" Radion meneguk minuman alkoholnya sampai habis. Cowok itu tidak ingin minum lagi.

"Marah kalau dia tahu. Makanya bokap gue selalu ngerayu nyokap gue biar dia nggak marah lagi sama gue. Biasanya sih, si cewek ngeselin itu suka laporan ke nyokap gue. Kayaknya dia suka banget gue di omelin."

"Siapa cewek ngeselin?"

"Nggak usah mancing gitu, Rad. Siapa lagi kalau bukan si Mora?" Decak Raiden.

"Woi! Lo pada nggak mau joget di sana? Banyak cewek cakep. Gue udah dapet lima instagram cewek cakep di sana." Galen menghampiri sofa mereka bersama Zean.

RADIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang