60. Kembali Sekolah

Mulai dari awal
                                    

"Eh maaf, jadi melamun." Risa memberikan air putih kepada Revan.

"Duduk sini!" perintah Revan.

"Selain tangan, apanya yang masih sakit?" tanya Risa sembari duduk di sebelah suaminya.

"Gak ada, cuma tangan ini kok, dokter bilang 3 minggu lagi udah sembuh. Tadi ngelamun apa?" Revan memperhatikan wajah istrinya.

"Oh, inget sama kita yang dulu aja. Hidup emang lucu ya? Coba deh pikir, kita dulu marmut dan es batu yang gak pernah akur, sekarang kita jadi suami istri." Risa terkekeh mengingat kejadian dulu, dimana ia dan Revan tak pernah akur, selalu ada yang di perdebatkan. Kelas mereka hanya berjarak dua kelas. Intensitas bertemu yang sering membuat keduanya menjadi musuh bebuyutan. Adu mulut bahkan adu fisik sudah menjadi makanan tiap hari.

"Iya, aku heran, ada gitu cewek kaya kamu, petakilanan, absurd, dan aneh, tapi sekarang aku gak lihat itu semua, yang aku lihat kamu, istri dan calon ibu dari anakku dan aku menyukai semua yang ada di kamu," Ucap Revan sembari menyelipkan rambut Risa di belakang telinganya.

"Lagi nge-gombal yah?" Risa menoleh menatap suaminya.

"Enggak, Ini tulus ngomongnya."

"Masa sih?" Risa terkekeh, ia gemas ingin menggoda suaminya.

"Jangan mancing deh Ris." Revan mulai tak tahan dengan ekspresi istrinya.

"Mancing apa? Orang aku nanya doang," sanggah Risa.

"Iya, tapi muka kamu nggemesin, jadi pengen ku---"

"Jangan aneh-aneh masih sakit." Risa berusaha menyembunyikan semburat malu di pipinya.

"Sini, lebih dekat!"

"Mau ngapain?" tanya Risa.

"Mau nurut sama suami gak?"

Risa langsung mendekat suaminya. Revan menarik pinggang Risa agar menempel di tubuhnya. Ia arahkan kepala Risa agar bersandar di dadanya yang bidang.

"Gimanapun juga suamimu ini laki-laki normal, jadi mudah kepancing, kamu jangan godain terus."

"Aku gak mancing kok, kamu aja yang mudah kepancing, jadi bukan salahku!"

"Emm itu, jangan gituan dulu ya. Kamu belum sembuh dan inikan masih trimester pertama, nanti kalau udah lewat itu ya." Risa mendongak melihat suaminya.

"Sampai kapan?" tanya Revan.

"Usianya 4 bulan."

"Lama dong puasanya?"

"Sebentar, ini kan udah mau jalan 2 bulan."

"Itu lama Ris."

"Demi dedek bayinya, sayang." Risa mengelus dada bidang suaminya.

"Iya, papa kuat-kuatin deh, tapi kalau gak kuat nanti papa tengokin ya?" Revan mengelus perut Risa dengan tangan kanannya.

"Noh, dedek bayinya bilang iyaa, dia ngijinin," imbuhnya.

"Apaan sih, itu mah pengennya kamu aja, bukan dedek bayinya, jangan ngawur." Risa terkekeh.

"Tuh kan, mama kamu tega banget sama papa."

"Udah deh Van, geli tau kamu ngomong begitu," ucap Risa.

"Enak dong."

"Apanya?"

"Enggak."

"Dih, aneh banget sumpah."

"Udah diem, mulut ngomong terus dari tadi."

"Mulut emang buat ngomong Van, sama buat makan."

"Iya, sama buat ini." Revan menarik dagu Risa keatas dan mencium sekilas bibir Risa.

"Baru berhenti ngomong kan?" Revan terkekeh.

"Apaan sih!" Risa memukul dada suaminya.

🍃🍃

Risa siap-siap berangkat sekolah. Ia sedang memakai seragam dan merapaikan dirinya di cermin.

"Yakin masuk sekolah hari ini?"

"Iya, udah ijin 3 hari, nanti ibu kesini nemenin kamu."

"Di sekolah pasti heboh berita Rindi."

Risa berhenti dari aktivitasnya menyisir rambut. Ia teringat gadis itu. Rindi diperbolehkan pulang setelah 2 hari di rawat di rumah sakit. Ia dan mamanya memutuskan untuk tinggal sementara di Bogor sambil menunggu panggilan dari kepolisian. Ia dan mamanya di jadikan saksi untuk kasus papanya.

"Van, gimana keadaan Rindi sekarang ya? Aku khawatir, apa dia akan baik-baik saja?" rasa bersalah mulai menyelimuti hati Risa.

"Dia pasti masih syok dan terluka. Dia itu gak gampang menghadapi masalah, pasti dipikir terus."

Risa menoleh pada Revan, ia menghampiri suaminya.

"Makanya kemarin-kemarin kamu susah ya bilang jujur ke Rindi tentang hubungan kita?"

Revan mengangguk. Ia sekarang juga khawatir dengan keadaan Rindi. Bagaimanapun Revan sayang pada gadis itu. Ia sudah menganggapnya sebagai adik.

"Kita doain, semoga Rindi dan mamanya kuat. Semoga dia bisa kembali beraktivitas dan melupakan semuanya. Dia bilang, dia ingin pindah dari Jakarta dan memulai hidup baru setelah lulus nanti."

"Iya, dia juga bilang begitu. Yaudah siap-siap sana, aku mau tidur aja."

Risa mengangguk dan kembali siap-siap. Ia berangkat sekolah setelah ibu Rani datang.

Risa sampai di sekolah. Ia langsung disambut oleh sahabatnya, Vanya. Gadis itu terus nyerocos bertanya banyak hal. Padahal Risa yakin Deo sudah cerita kepada Vanya sebelumnya. Namanya juga Vanya, ya begitulah orangnya.

Risa juga mendengar murid-murid yang membicarakan berita papa Rindi. Tentu semua sudah tahu karena beritanya langsung keluar saat papa Rindi dan kelompoknya di bekuk polisi. Gavin meminta Juned untuk tidak melibatkan Risa dll dengan kasus ini, termasuk media.

Risa dan Revan juga berniat mengumumkan hubungan mereka kepada pihak sekolah setelah Revan sembuh. Bagaimanapun mereka tidak bisa menutupi lagi semuanya. Sudah saatnya untuk terbuka. Kehamilan Risa juga pasti kelihatan seiring bertambahnya usia dan keadaan perutnya yang membesar. Masih banyak hal yang harus Risa dan Revan lalui.





Tbc

Yuk, dukung author ya dengan vote dan comment.. Gak susah kok, tinggal klik bintangnya.

My Cool Enemy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang