10. Kemarahan Revan

2.9K 187 40
                                    

Aku bahkan tidak mengerti kenapa aku sepeduli ini padamu

Clarisa Anastasia

🍃🍃

Risa mondar-mandir di kamarnya. Beberapa kali ia hendak keluar mengetuk kamar Revan, namun ia urungkan lagi. Otak Risa berusaha memerintahkan pikiran dan tubuhnya untuk tidak peduli dengan urusan orang lain, nyatanya perasaanya menolak, ia terus memikirkan gadis yang dekat dengan Revan itu. Entah kenapa ia merasa gadis itu punya masalah yang berat. Mungkin Revan belum tahu pertemuan gadis itu dengan bu Merlin. Risa hanya ingin memberitahu Revan. Entahlah, harusnya Risa tidak perlu ikut campur, apalagi ia bahkan tidak mengenal Rindi dengan baik.

Risa menghela napas panjang, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk kamar Revan.

Tok.. Tok.. Tok..

Tak ada balasan.

Tok.. Tok.. Tok..

"Es Batu, gue mau ngomong." Risa sedikit mengeraskan suaranya.

Tak ada balasan dari kamar Revan. Ini anak modar apa gimana sih? Batin Risa.

Risa menghela napas berat, berusaha menjadi manusia yang sabar, ia mengelus dadanya perlahan.

"Gue mau ngomong soal Rindi." Risa memelankan suaranya. Beberapa detik kemudian kamar Revan terbuka. Risa agak terkejut dengan sikap Revan tiba-tiba membuka pintu dengan keras, apalagi mimik muka Revan yang sangat intens menatap tajam kearahnya.

"Ngomong apa barusan?" tanya Revan setengah membentak.

"Gue mau ngomong soal Rindi." Risa memperjelas ucapannya.

Muka Revan memerah, dia kelihatan marah. Risa melongo, ia hanya ingin membicarakan soal Rindi, dan Revan semarah itu? Padahal Risa belum bilang apapun. Revan mendorong keras tubuh Risa hingga membentur tembok kamarnya. Pintu kamar Risa memang berhadapan dengan kamar Revan, dan berjarak dekat.

"Hish jangan kasar dong, gue kan gak ngajak berantem." Risa naik pitam juga. Sikap Revan keterlaluan, padahal Risa sudah sangat menahan diri untuk tidak berkelahi dengannya.

"Ikut gue ke teras samping," perintah Revan.

Risa mengikuti langkah revan. Teras yang di maksud Revan adalah teras lantai 2 yang terletak di belakang kamar Revan.
Teras itu lumayan luas, biasanya di gunakan Revan untuk menenangkan diri atau latihan beladiri.

"Tahu dari mana tentang Rindi?" tanya Revan dengan tatapan tajamnya.

"Lah, dia kan temen sekolah kita, ya gue tahu lah." Risa melirik Revan, ia tahu cowok itu jengkel dengan jawabannya.

"Gue tanya, darimana lo tahu gue ada hubungan sama Rindi?"

"Oke, gue tahu karena gak sengaja. Hari ini gue kebelet dan menuju toilet halaman belakang sekolah, gue tahu lo lagi ngobrol sangat dekat dengan gadis itu, jadi gue simpulkan.. Lo.. dekat dengannya." Rasanya susah sekali bagi Risa ngomong Rindi itu pacar Revan.

"Siapa saja yang tau selain lo?"

"Gue gak tahu, gue gak cerita ke siapapun."

Berati benar mereka memang pacaran dan es batu sengaja menyembunyikan hubungan mereka, batin Risa

"Lalu?" tanya Revan lebih santai.

"Dia punya masalah apa? Kenapa seperti sedang tertekan?" kenapa malah pertanyaan ini yang keluar dari mulut Risa. Risa mengutuk dirinya sendiri. Bukankah dia hanya ingin menceritakan pertemuan Rindi dan bu Merlin tadi di sekolah.

"Jangan ikut campur! bukan urusan lo." Mimik muka Revan berubah lagi, tampan tapi menakutkan.

"Gue tau, tapi gue harap lo memperlakukan dia dengan baik." Risa mengingat tangan Rindi yang di perban.

Shit! kenapa ini yang keluar dari mulut gue, batin Risa.

Revan mendekat kearah Risa. Tatapannya penuh emosi. Ia mencengkeram kuat bahu Risa. Risa hanya diam tidak berusaha melawan.

"Gue bilang sekali lagi, ini bukan urusan lo! dan jangan kepo dengan kehidupan orang lain." Risa tak bergeming, dia tetap diam menatap cowok di depannya. Bahunya sakit, tapi kenapa hatinya lebih sakit?

Risa melepaskan cengkeraman Revan, "Gue gak akan ikut campur urusan lo, gue juga gak akan kasih tahu siapaun tentang hubungan lo dan Rindi. Tapi harusnya lo sadar, lama-lama orang akan tau dengan apa yang lo sembunyiin."

"Itu urusan gue, gak usah sok prihatin."

"Gue cuma ngingetin, bukan prihatin." Risa kesal bukan main.

"Terserah lo." Revan hendak pergi.

"Tunggu! bukan itu yang mau gue bilang."

"Lalu apa?" Revan tak berniat menatap Risa, Ia berhenti dengan membelakanginya.

"Tadi pas gue ke ruang guru, gue dengar obrolan bu Merlin dan Rindi. Bu Merlin marah melihat penuruan semangat dan belajar nya Rindi, padahal sebentar lagi olimpiade. Rindi itu..ingin masuk universitas favorit dengan beasiswa lewat olimpiade matematika. Dan gue lihat sepertinya dia sedang banyak masalah." Risa memelankan suaranya.

"Gue gak tau, tapi mungkin lo yang lebih paham karena.. dekat dengannya." Risa menghela napas, "Gue gak punya maksud apa-apa."

Risa melihat punggung Revan. Cowok di depannya itu sedang menahan amarahnya. Revan mengepalkan tangannya kuat, kemudian beranjak pergi ke kamarnya tanpa mengucapkan apapun pada Risa.

Risa mendongak ke atas, melihat langit gelap yang dihiasi bintang. Ia menghela napas berat. Kemarahan Revan tadi benar-benar meninggalkan kesedihan bagi Risa. Mereka sering bertengkar sejak dulu, Risa sudah sering melihat Revan menahan emosi saat mereka adu mulut atau adu fisik, tapi kenapa rasanya berbeda dengan hari ini? kemarahannya hari ini meninggalkan luka di hati Risa. Kenapa Revan sangat sensitif menyangkut gadis itu? dan yang membuat Risa lebih kesal lagi adalah kenapa ia harus memikirkan ini semua? Kenapa ia peduli dengan kehidupan Revan dan orang-orang di sekitarnya?
Sekuat apapun Risa berfikir, ia tidak menemukan jawabannya. Satu-satu nya solusi adalah bertanya pada sahabatnya, Vanya. Risa bergegas menuju kamarnya. Sungguh lelah sekali hari ini, ia hanya ingin segera istirahat.

Sementara di lantai bawah Rani dan Nadia samar-samar mendengar pertengkaran Revan dan Risa. Rani khawatir, namun tidak ingin ikut campur urusan anak muda. Sementara Nadia juga memikirkan hal yang sama. Rani dan Nadia hanya bisa saling menatap dan berdoa dalam hati masing-masing.

🍃🍃

Keesokan paginya, Risa sarapan dengan Rani dan Nadia saja, Revan sudah pergi lebih dulu. Risa yakin Revan ingin menemui Rindi sebelum masuk sekolah.

"Ris, kamu gakpapa berangkat sendiri?" Rani khawatir.

"Gakpapa te, Risa sudah biasa naik bus sendiri." Risa tersenyum.

"Risa berangkat ya te, kak Nad." Risa mencium tangan Rani dan melambai pada Nadia.

"Hati-hati Ris." Nadia ikut melambaikan tangannya. Risa mengangguk.

Risa menuju jalan utama untuk menunggu bus. Pikirannya kembali ke kejadian tadi malam. Risa masih tidak habis pikir, kenapa Revan bisa semarah itu saat ia menyinggung tentang Rindi. Risa menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikirannya tentang Revan.

Tiin.. Tiiin..

Risa terkejut dengan suara klakson motor di dekatnya. Risa melihat seseorang dengan motor sport nya berhenti tepat di depannya.

"Mau bareng lagi?" cowok itu tersenyum.

"Arsen..."


Tbc

My Cool Enemy (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora