31. Janji Revan

Comincia dall'inizio
                                    

Es Batu
Lo kan tidurnya ngorok.

Risa
😑
pengen gue lempar
pake sendal.

Es Batu
Besok kita bicara di sekolah.

Risa
Oke.

Risa
Van?

Es Batu
Apa?

Risa
Gakpapa.

Es Batu
Gak jelas!

Risa
Santai nyet.

Es Batu
Tidur sana!

Risa
Serah gue.


🍃🍃

Pagi ini suasana kembali seperti semula. Risa dan lainnya sarapan bersama dengan tenang. Setelah selesai sarapan Revan, Imran dan Gavin mebicarakan tentang berkas persiapan menikah. Rani dan Regina berkutat di dapur. Risa di teras siap-siap berangkat sekolah.

"Ris, gue belum ngomong apa-apa sama lo kemarin. Pokoknya selamat lo mau nikah sama adik gue." Nadia menepuk pundak Risa sambil tersenyum.

"Haah, gue belum sepenuhnya percaya kalau ini nyata kak, ya tapi ini memang konsekuensinya sih, kita yang salah juga." Risa mengingat insiden tadi malam di kamar Revan.

"Ini namanya jodoh, lo emang jodohnya Revan."

"Hahaha, btw gue jadi ngelangkahin bang Gavin dan kak Nadia dong." Risa merapikan tali sepatunya.

"Gakpapa, santai aja, kita restuin kok."

"Jadi pengen koprol gue kak." Risa tertawa.

"Calon manten jangan berulah yang aneh-aneh." Nadia menyentil gemas hidung mancung Risa.

Risa memeluk Nadia, "Kenapa Ris?" tanya Nadia.

"Gakpapa kak, pengen peluk kak Nadia aja." Nadia balas memeluk Risa.

"Udah sana berangkat sekolah, calon adik gue." Risa melepaskan pelukannya.

"Iya, iya, makasih kak." Risa melambaikan tangan. Seperti biasanya Risa berangkat sekolah naik bus.

Di tempat Revan,

"Van, hari ini om dan Gavin akan urus semua persyaratan menikah besok."

"Iya, om."

"Oh iya Van, om percaya kamu laki-laki yang bertanggung jawab, om harap kamu bisa jaga dan lindungi anak gadis om satu-satunya itu. Dia emang agak bandel, tapi dia itu sangat peduli dan sayang dengan orang-orang terdekatnya. Meskipun jarang menangis, ia tetaplah anak om yang manja. Om harap kamu bisa menjaga perasaannya."

"Iya, om, Revan pasti akan jaga Risa."

"Makasih, om mau ngopi dulu ya." Imran berlalu  menuju dapur.

Revan menghela napas berat. Ia sudah janji pada calon mertuanya. Janji yang harus ia pegang dan tepati, yaitu menjaga Risa.

"Gue baru kenal lo, gue juga gak tau setengil apa lo itu. Gue sebenarnya gak setuju dengan pernikahan ini, tapi apa boleh buat, lo harus tanggung jawab. Gue harap lo gak pernah nyakitin adek gue." Gavin menepuk pundak Revan dan pergi.

Revan menatap calon abangnya pergi. Ada keraguan dalam hatinya. Apakah ia bisa menjalani pernikahan ini? Apakah ia bisa menjaga Risa sesuai janjinya? Bagaimana dengan janjinya pada Rindi? Revan mengusap wajahnya gusar.

****

B

el berbunyi, tanda istirahat pertama. Risa mengecek handphone nya. Chat dari Revan. Ia meminta Risa ke halaman belakang sekolah.

"Nya, gue ke toilet bentar ya."

"Iya, mau gue temenin?"

"Gak usah lo kan mau bahas tugas sama Derry." Vanya mengangguk. Risa segera bergegas menuju halaman belakang sekolah.

"Lama." Revan melirik ke jam tangannya.

"Gue juga udah buru-buru kesini kali." Risa mencebikkan bibirnya.

"Hm, soal pernikahan kita---"

"Gue ngikut lo aja, gue gak mungkin nolak permintaan orang tua gue. Kalau lo keberatan, ngomong sekarang."

"Gue juga gak bisa nolak."

"Lalu?" Risa mengamati raut muka Revan.

"Gak ngerti." Revan menyandarkan tubuhnya di pohon.

"Dih, kirain lo mau bahas ini karena udah ada pandangan, malah lo sendiri bingung, buang-buang waktu aja!"

"Bagaimana kalau kita anggap nikah kontrak." Revan menatap tajam Risa.

Apa dia bilang? Nikah kontrak? Risa kesal bukan main. Nikah tidak untuk di buat main-main. Tapi ia sadar, bukan dirinya yang diinginkan Revan untuk jadi istrinya, tapi Rindi.

"Terserah lo aja, gue mau balik ke kelas," ucap Risa agak ketus.

Revan menatap punggung Risa yang semakin jauh. Dia marah? batin Revan.

Risa kembali ke kelas dengan kesal. Entah kenapa ia sangat kesal. Risa meletakkan kepalanya di meja.

"Lo kenapa?" tanya Vanya.

Risa menatap Vanya, ia belum siap untuk cerita.

"Gue lapar Nya."

"Yaudah nanti istirahat kedua beli makan. "

"Laparnya sekarang."

"Gak ada makanan gue, bel udah masuk, lagian lama banget ke toilet."

"Hehehee, perut gue mules Nya." Risa nyengir.

"Kebiasaan." Vanya tertawa.









Tbc

My Cool Enemy (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora