Call me "Mommy" (5)

Start from the beginning
                                    

"Ssttt... kau bisa membangunkan Jake," Jungkook menangkup wajah Jihyo seraya jemarinya mengusap air mata Jihyo.

Jihyo berusaha berhenti menangis walaupun begitu susah, nafasnya sedikit tersengal. "Maaf..."

Di saat seperti ini, Jungkook masih bisa tersenyum. Hati Jihyo terasa perih. "Hiks... jangan tersenyum hikss... itu menyakitkan hiks..."

Helaan nafas kasar terdengar dari Jungkook, "kau bisa memberitahu alasanmu sekarang Jihyo. Aku tidak akan marah padamu."

Jihyo menangis lagi, Jungkook segera menarik Jihyo ke dalam pelukannya membiarkan wanita bermata besar itu menangis keras di dadanya. Ia tahu rasanya akan menyakitkan jika sudah berhubungan dengan masa lalu mereka. Sesungguhnya, Jungkook adalah pria yang rapuh, ia ingin juga menangis di situasi ini, namun semua ini ia tahan agar tidak terlihat lemah untuk Jihyo.

"Hikss... maaf..." Selama menangis pun Jihyo selalu melontarkan kata menyesalnya untuk Jungkook. Pria itu pun hanya mengelus kepala Jihyo lembut.

Selang beberapa lama, terdengar suara tangis Jihyo mereda, tersisa nafas tersengal. Jihyo mengikis jarak mereka, matanya sudah sedikit buram akibat menangis menatap Jungkook. Jemari Jungkook bergerak mengelus pipi Jihyo.

"Aku punya alasan Jungkook meninggalkanmu sendirian." Suara Jihyo terdengar parau.

"Beritahu aku."

"Aku merasa tidak pantas bersamamu. Kau jauh di atasku, sedangkan aku jauh di bawahmu. Aku rasa kita tidak ditakdirkan bersama. Saat itu, aku tidak punya pilihan lain selain kabur dari rumah sakit dan tidak akan kembali." Jihyo menjeda sejenak.

"Aku juga tidak sanggup meninggalkanmu sendirian, apalagi Jake masih sangat membutuhkan asiku. Tapi... jika aku masih terus bersamamu, akan sulit untuk pergi darimu."

"Kenapa Jihyo? Kenapa pergi? Aku siap melamarmu saat itu."

Hati Jihyo tercubit mendengarnya.

"Maafkan aku, aku tidak punya pilihan lagi. Kau pantas mendapatkan wanita yang lebih dariku. Jake juga tidak akan malu memiliki ibu miskin sepertiku."

Jungkook menggeram kecil. "Dengan cara seperti itu kau membuatku hampir gila Jihyo. Aku frustasi saat itu, kau pergi menghilang, aku tidak bisa mengurus Jake sendirian, bahkan aku dipecat dari sekolah karena mencemar nama baik sekolah, ayah juga mengasingkan aku di keluarga. Aku sangat hancur Jihyo, aku sangat membutuhkanmu. Tapi kau pergi begitu saja."

Kedua bola mata Jungkook mulai berair, pertahanannya ambruk seketika mengingat kenangan buruknya beberapa tahun lalu.

"Aku tahu aku salah, aku sangat menyesalinya Jungkook." Jihyo menunduk dalam meremas jarinya, sudut matanya kembali berair.

Inilah hal yang sangat sensitif bagi mereka untuk membahasanya. Luka lama yang sempat tertutup oleh kenangan-kenangan menumpuk bagai salju, kian terbongkar tanpa diminta. Hati terluka ternganga lebar kembali dan rasanya sangat menyakitkan bagi dua insang ini.

Jungkook tidak ingin sekali mengingat kenangan pahit sepuluh tahun lalu. Untuk usianya tujuh belas tahun sudah sangat hebat melalui getir hidupnya dulu. Semuanya berawal akibat pergaulan bebas, Jungkook terbawa arus oleh temannya. Sehingga sewaktu itu Jihyo seperti merasa menjadi korban pemuas nafsunya. Mereka berkencan layaknya sepasang suami istri sering melakukan seks. Tapi Jungkook memang sangat mencintai Jihyo, ia tak ingin kehilangan Jihyo juga. Jihyo pada saat itu hanya pasrah, ia juga sangat mencintai Jungkook. Tak ada yang tahu hubungan mereka ini sudah melebihi batas, hingga kemudian Jihyo dinyatakan positif.

Jungkook dan Jihyo menjadi kacau. Mereka sempat bertengkar memperdebatkan bagaimana keadaan anak dalam perut Jihyo. Jungkook merancang untuk menggugurkannya segera, tapi Jihyo menolaknya sambil menangis. Jungkook frustasi, bagaimana kehidupannya selanjutnya jika sudah memiliki anak di usia sangat belia ini? Dan keluarganya? Jungkook tidak yakin ia masih diterima di keluarga Jeon. Pada akhirnya Jungkook mengalah, ia juga tak sampai hati untuk membunuh calon anaknya sendiri.

Just Junghyo✔Where stories live. Discover now