Second Lover *3*

1.6K 212 7
                                    

Ku dengar Daniel menghela nafas berat. Ia mengelus kepalaku lembut. Aku mengangkat kepalaku. Ku rasa penglihatan ku sudah menyipit.

Ku lihat Daniel tertawa menatapku. "Matamu jelek sekali seperti panda. Sudah jelek, bengkak, hitam lagi"

Dia mengejekku kemudian tertawa keras. Aku mendengus. Disaat seperti ini Daniel masih sempat menertawaiku. Dasar sahabat kurang ajar.

"Baiklah-baiklah. Lalu apa sekarang keputusanmu?" kini dia menatapku serius.

Aku menghela nafas sejenak. Kemudian menganggukkan kepalaku menyakini semua ini. "Aku ingin mengakhiri ini semua"

Daniel malah tersenyum lebar. "Memang ini yang ku mau dari dulu. Baguslah. Aku mendukungmu. Berikan aku tteokbokki jika kalian sudah berakhir. Kita perlu merayakannya"

Aish, dasar sahabat sialan. Disaat aku menderita begini, seenaknya dia mengatakan hal itu.

"Kau memang sialan" desisku memalingkan wajahku.

Dia malah tertawa keras. "Aku tak peduli"

***
Aku menarik nafasku panjang. Kemudian akhirnya aku mengeluarkan suaraku.

"Bagaimana dengan Sana?"

Ku dengar Jungkook menghela nafas kasar. Sepertinya tidak baik-baik saja. "Dia masih tidak mau mendengar penjelasanku"

Aku tersenyum miris. "Kau sudah ke rumahnya?"

"Sudah. Tapi dia selalu menyuruhku pergi"

Miris sekali diriku. Ku lihat Jungkook yang tampak lesu hari ini. Ku yakin, karena Sana tak mau juga berbicara dengan dirinya. Apa sebegituh cintanya kah kau dengannya.

"Kau sangat mencintainya ya?"

Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut ku. Kepalanya berhasil menghadapku. Ia memandangku dengan tatapan yang sulit di artikan.

Aku menyunggingkan senyumku. "Jawab saja jujur. Aku akan mengerti"

Jungkook tak menjawab juga. Ia hanya diam memandang wajahku lekat. Aku pun memalingkan wajahku. Masih dengan senyuman di wajahku.

"Baiklah. Aku yang akan berbicara dengan Sana"

Jungkook menahan tanganku. "Kau ingin kemana?"

Aku tersenyum kecut. "Tentu saja memberikan penjelasan"

***
Sana berdiri di hadapanku. Dia memandangku tak suka. Aku berhasil masuk ke rumahnya. Betapa terkejutnya aku melihat Sana yang sangat berantakan. Dan itu berhasil membuatku menjadi orang yang paling bersalah. Aku merasa gadis yang jahat memisahkan kedua orang yang saling mencintai ini.

"Cepat. 5 menit" suara dinginnya menyadarkanku.

"Seperti yang kau lihat kemarin. Kami memang sedang kencan"

Dia memandangku terkejut karena mendengar kejujuranku itu.

Aku kembali menarik nafasku. "Maaf. Selama ini aku dan Jungkook menjalin kasih di belakangmu"

PLAK!

Tamparan yang begitu keras mendarat di pipiku. Aku mengelus pipi yang sudah memanas. Baiklah, aku pantas mendapatkan ini. Aku tak bisa melawan. Apa yang dilakukan Sana ini benar.

"Kau benar melakukan ini. Jika aku pun menjadi dirimu, aku akan melakukan hal ini juga"

PLAK!

Sana kembali menamparku. Sekali lagi, aku tak bisa melawan. Aku harus bisa pasrah. Aku mengerti perasaan gadis itu. Sana lah yang paling tersakiti disini.

"Tapi, asal kau ketahui. Disaat aku menjadi kekasihnya, aku merasa aku hanya memiliki raganya saja. Tapi hatinya selalu tertuju padamu."

Aku melihat Sana menunjukkan senyum kecutnya. "Haruskah ku percaya itu?"

"Kau harus mempercayaiku. Disaat dia bersamaku, dia selalu memikirkanmu. Aku bisa melihat tatapannya. Disaat kau mengirimnya pesan, dia selalu cepat membalasnya. Disaat kau menghubunginya pun, dia selalu menjawabnya cepat walau aku di sampingnya. Aku merasa dia hanya mencintaimu."

PLAK!

"Tutup mulutmu gadis sialan!"

Sana kembali menamparku. Dia menunjuk-nunjuk di depan wajahku dengan penuh amarah.

"Kau gadis perusak hubungan orang! Kau tak tahu? Aku dan Jungkook sudah menjalin 3 tahun, dan kau tiba-tiba datang sebagai perusak. Sadarkah kau, kau salah melakukannya?"

Sana masih menunjuk-nunjuk wajahku. Aku malah berusaha menahan tangisku. Aku seperti sudah tak tahan lagi. Pipiku begitu sakit, kurasa sudah memerah.

"SADARKAH KAU?!!"

Tiba-tiba Sana menjambak rambutku. Aku berteriak histeris kesakitan.

"Sana! Tolong lepaskan, ini sakit!" ringisku kesakitan.

PLAK!

"AHK! Aku tidak tahan lagi! Gadis sepertimu harus di habiskan." Sana beralih mencekikku.

Aku berusaha melepaskannya, walau rasanya sangat sulit.

"Le—lepas" Aku akhirnya bisa melepaskannya.

PLAK!

Sana kembali menamparku. Kali ini rasanya begitu sakit. Aku mengelus pipiku yang begitu perih. Ku lirik tangan Sana yang sudah ada noda darah. Mataku membulat, ku raba sekitar bibirku. Benar saja, bibirku sedikit sobek dan ini begitu sakit.

Aku kembali menatap Sana. "Sana dengarkan aku. Aku sangat minta maaf merusak hubunganmu. Aku berjanji akan mengakhiri ini semua. Aku akan pergi meninggalkan Jungkook. Karena aku tahu, dia hanya mencintaiku. Aku mungkin hanya sebagai pelariannya saja karena kau terlalu sibuk dengan dunia fashion-mu. Aku menyarankanmu, selepas aku mengakhiri hubunganku dengan Jungkook, aku mohon sekali kau harus memperhatikannya. Dia butuh perhatian Sana"

PLAK!

"PERGI!!"

***
"Aw!"

"Pelan-pelan!"

Aku meringis menatap Danie tajam.

"Ck. Ada-ada saja. Bagaimana bisa kalian betengkar. Jika aku disana, mungkin aku harus merekamnya, menarik jika sesama gadis bertengkar"

"Tutup mulutmu bodoh!" aku memalingkan wajahku selesai Daniel mengobatinya.

Ku dengar Daniel menghela nafas panjang. Kami berdua menghadap keatas memandangi bintang-bintang yang malam ini terlihat banyak. Kami duduk berdua diatas rooftop rumah ku. Diam dengan pikiran masing-masing.

Aku tak habis pikir, kelakuan Sana tak sesuai ekspekstasiku. Ku pikir gadis itu gadis pemaaf, ramah, dan sopan. Namun, wajah bisa menipu. Sana adalah gadis kejam, pendendam, dan jahat. Pria di luar sana bisalah memuji Sana inilah itulah, tapi aku yakin seratus persen jika mereka semua tahu kelakuan Sana bagaimana, mereka semua pasti akan mundur semua terutama untuk sahabatku ini. Daniel sudah tak menyukai Sana lagi semenjak ia melihat sendiri bagaimana Sana dulu pernah memukul habis-habisan mahasiswa lain di gudang tak berpenghuni. Tapi yang dilakukan Daniel hanya diam saja.

Aku memutar kepalaku menatap Daniel yang sedang mendongak. "Daniel" panggilku.

Dia menurunkan kepalanya berpaling padaku. "Apa?"

"Apa aku melakukan yang benar?"

Daniel berpikir sebentar. Dia kemudian menjawab, "Jika kau ingin mengakhirinya, kau benar. Tapi, jika kau menghampiri Sana, kau salah. Kau tak ingat ya ceritaku dulu, Sana itu gadis kejam"

Aku menghela nafas pelan. Daniel benar. Ujung bibirku masih sakit.

Perlahan aku merebahkan kepalaku di pundaknya. Aku butuh seseorang menahanku agar aku tak jatuh. Dan Daniel lah pria yang tepat yang selalu ada untukku.

Ku rasakan Daniel mengusap kepalaku lembut. Aku nyaman seperti ini, seorang kakak yang begitu menyayangi adiknya. Aku pun mulai memejamkan mataku. Melupakan ponselku yang terus menerus bergetar. Aku tahu siapa itu. Tapi untuk kali ini aku tak ingin dulu berurusan dengannya. Aku ingin menghirup udara segar dahulu sebelum dadaku sesak lagi pada akhrinya.

***
TBC...

Just Junghyo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang