Seven (14) prospective mother-in-law

319 56 8
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

Jihyo tidak habis pikir bagaimana bisa dirinya berada di Busan. Kota kelahiran Jungkook. Apakah dia sudah tidak waras sampai naik kereta ke kota ini ketika dirinya tidak tahu alamat rumah ibu Jungkook yang baru di Busan.

"Masih marah?"

Jungkook duduk di sisi Jihyo, mendapat delikan dari sang kekasih. "Baiklah, aku mengaku, aku yang menuntunmu secara tidak langsung ke sini. Jadi tidak marah lagi, bukan? Salahkan dirimu yang melamun sepanjang sisa hari sampai kau tidak menyadari kita meninggalkan Seoul."

Hal yang sangat bodoh untuk diakui. Memang dirinyalah yang menuntun Jihyo untuk kembali bersamanya ke Busan tapi Jungkook pun tidak sengaja. Pikiran itu datang begitu saja saat Jihyo masuk ke dalam kereta jurusan Busan sampai secara tidak langsung dia menyarankan gadis itu untuk turun di stasiun tidak jauh dari rumah sang ibu. Seandainya Jungkook tahu akan mendapatkan ceramah manis dari Jihyo, dia tidak akan membawa gadis itu jika Jihyo tidak menginginkanya. Gadis itu mengomel kemudian mendiamkan Jungkook sepanjang makan malam dan juga ceramah sang ibu menambah kadar rasa bersalah Jungkook akan kemarahan Jihyo

"Kita akan menikah dan kenapa kau marah karena aku membawamu ke sini?"

"Bagaimana aku tidak marah, kita datang tanpa persiapan apapun terlebih ketika ibu menatapku dengan wajah merona tanpa berkedip melihat pakaianku yang sangat minim. Ya Tuhan, kau mempermalukanku di hadapanya Jungkook."

Hanya itu! Jungkook menggeleng. Tawa Jungkook menggelegar di ruang TV rumah kecil Busan. Sungguh konyol. Jihyo mengkhawatirkan pakaiannya yang dikenakan tidak sopan hanya karena seorang wanita tua yang keriput ibu dari Jungkook. Sedangkan Jihyo sendiri dengan percaya diri tingkat akut melenggang masuk ke ruang rapat dan membuat keributan di sana kemudian keliling kota tanpa rasa malu.

"Jihyo, kau sungguh manis." Gemas, Jungkook mencubit kedua pipi Jihyo yang sedikit lebih berisi dari seminggu lalu. "Kau tidak perlu menghawatirkan itu, sayang. Ibu menyukaimu, tidak peduli kau berpakaian seperti tadi atau tanpa pakaian sekalipun—aww kenapa kau mencubitku." Jungkook mengusap perutnya beberapa kali tepat di mana Jihyo mendaratkam cubitan gemasnya.

"Tetap saja tidak sopan, aku malu." Kedua tangan Jihyo menepuk sisi wajahnya sendiri.

"Kau tidak malu karena berpakaian minim sepanjang hari dan kenapa harus malu dengan ibu."

"Karena dia ibumu," Jihyo berkata lirih. "Aku ingin terlihat baik di depanya."

"Akulah yang kau nikahi bukan ibuku." Jungkook menyahut.

"Tetap saja, aku tidak memiliki ibu untuk aku hormati jadi aku ingin terlihat baik di matanya."

"Oh, sayangku. Maafkan aku karena membawamu ke sini tanpa persiapan."

Jungkook menarik tubuh Jihyo kedalam pelukan, tangan besarnya mengusap rambut panjang Jihyo penuh sayang. Dentuman di dada Jihyo masih lah sama saat Jungkook memeluknya. Pria itu begitu besar dan kuat melingkupi tubuhnya dengan lengan posesif. Kemarahan itu lenyap entah ke mana dan Jihyo membenci dirinya karena begitu lemah oleh sentuhan-sentuhan Jungkook.

Just Junghyo✔Where stories live. Discover now