"Tapi aku tidak mau makan ini, ini tidak enak." Jihyo benci makan rumah sakit, rasanya sangat hambar.

"Baiklah, apa yang kau inginkan sekarang?"

"Pizza?" Tanpa ragu Jihyo menjawabnya.

"Pizza? Oke, ayo kita pesan pizza."

Jihyo terpelongo melihat Jungkook begitu santainya mengotak-atik ponsel pria itu sendiri. Seakan lontaran asalnya tadi akan segera diwujudkan.

"Kau serius?"

"Mmhh..." Jungkook mengangguk.

"Selagi kita menunggu, ayo jalan-jalan di sekeliling ini. Aku bosan."

Belum sempat Jihyo menerimanya, Jungkook sudah terlebih dahulu menarik lembut tangan Jihyo.

Pada akhirnya mereka berdua pun berjalan keluar ruangan inap. Banyak juga pasien yang terkena virus memilih berdiam di ruang inap mereka sendiri, karena kebanyakan mereka frustasi dan memilih mengurung diri. Tapi ada juga yang begitu bersemangat ingin sembuh dengan berolahraga rutin. Rumah sakit ini pun memang dikhususkan untuk pasien yang terkena virus, sehingga semua pasien bebas berjalan di arena rumah sakit terkecuali untuk keluar, jangan harap sebelum dinyatakan sembuh.

"Bagaimana bisa kau memesan pizza? Apakah itu bisa?"

Jihyo menoleh bertanya pada Jungkook setelah mereka tiba di rooftop rumah sakit ini. Pandangan Jihyo sejenak melirik pasangan Min jauh di sana sedang bermesraan. Ia tersenyun tipis, pasangan suami istri itu memang tak pernah patah semangat. Jihyo kagum.

"Kenapa tidak bisa? Apakah ada larangan?" Jungkook menjawab tanpa menoleh, ia lebih tertarik menganggumi indahnya pemandangan sore atas langit ini.

"Aku tidak pernah mencobanya."

"Kau terlalu sibuk menangis."

Jihyo mengerucut sebal. "Kenapa kau langsung menilaiku? Kan, hanya dua kali kau melihatku menangis."

Jungkook terkekeh pelan, bahkan sangat pelan sehingga Jihyo tidak mendengarnya.

"Kakek dan nenek Min banyak bercerita tentangmu. Mereka bilang kau sangat cengeng—"

Jihyo semakin memayunkan bibirnya. Apakah ia seburuk itu di mata Jungkook sekarang?

"—melakukan apa saja kau akan menangis. Melihat keluar jendela kau menangis, di kamar mandi kau menangis, melamun kau menangis, makan juga kau menangis, bahkan ketika ingin tidur kau juga menangis. Apa itu sudah rutinitasmu?"

Jungkook menoleh, ia tertegun seketika. Ternyata pemandangan disebelahnya jauh lebih indah dari pada bangunan-bangunan di depan sana. Beside view Jihyo lebih memuaskannya mendapatkan mata bulat yang masih terlihat membengkak itu mengerjap beberapa kali menghadap ke depan. Bola matanya turun ke bibir yang sedang mengerucut itu. Jungkook gemas, ingin sekali menarik runcingan imut itu. Sayangnya, Jungkook harus menahannya.

"Aku sedih sekali, tidak bisa bertemu keluargaku."

Jungkook bisa mendengar perubahan suara Jihyo menjadi bergetar. Ia juga melihat di sudut mata Jihyo mulai berair. Oh Tuhan! Jungkook salah membahas ini, gadis ini juga terlalu sensitif.

"Baiklah, lupakan hal itu. Aku di sini untuk mencari suasana baru, jadi jangan menangis."

Jihyo memalingkan wajahnya, mata bulatnya yang sepenuhnya sudah beriar menejutkan Jungkook. "Apa aku bisa keluar dari sini? Aku bahkan tidak merasa sakit sama sekali."

Senyum tipis Jungkook kembali muncul, ia nengelus surai hitam Jihyo. "Tentu saja bisa."

"Dengan kau mengikuti prosedur mereka ini. Ikuti saja apa kata mereka, nanti mereka akan melepaskanmu. Jangan pernah membantahnya."

Just Junghyo✔Where stories live. Discover now