"Kenapa bapak bisa memiliki luka seperti itu?" Tanya Zara mengabaikan perkataan Arga.

"Sepertinya luka itu sudah lama sekali. Bapak pernah mengalami kekerasan?" Rasa penasaran terus menghantui Zara. Hatinya Bertanya-tanya kenapa Arga bisa mendapatkan luka seperti itu. Apa Arga pernah mengalami kekerasan ketika kecil?

"Bukan urusan kamu." Jawab Arga dingin, ia tidak suka jika ada yang menanyakan perihal lukanya. Karena luka ini adalah bagian terburuk dari masalalu Arga. Kemudian Arga melangkah masuk ke dalam rumah diikuti Zara di belakangnya.

Ketika mereka tiba di dapur, lampu rumah mati. Zara reflek memeluk tubuh Arga erat.

"Bisa lepaskan saya?" Pinta Arga karena tidak nyaman dipeluk perempuan itu.

"Takut pak."

"Astaga kamu itu saya kira pemberani tapi ternyata penakut sekali." Zara memukul bahu Arga kesal.

"Pokoknya bapak nggak boleh pisah sama aku," rengek Zara pikirannya di penuhi bayang-bayang makhluk-makhluk halus yang bisa muncul kapan saja.

"Jangan terlalu erat memeluk saya. Biarkan saya mencari lilin terlebih dahulu." Bukannya mengikuti perintah Arga, tangan Zara malah memeluk erat tubuh Arga seperti seekor Koala yang tidak mau lepas dari induknya. Arga menghela napas kesal, inilah kenapa dari dulu hingga sekarang ia tidak pernah ingin berurusan dengan wanita. Mereka itu mahluk yang merepotkan.

"Kalau begitu ikuti saya." Arga melangkah ketempat yang begitu ia hapal. Ia memang sengaja menaruh lilin dan korek api di atas meja dekat dapur. Karena disini sering sekali terjadi pemadaman listrik bergilir maklum namanya daerah perbatasan pasokan listrik terbatas.

Ruangan yang tadi gelap berubah menjadi temaram dari sinar lilin. Arga bisa melihat bagaimana Zara memeluk tubuhnya. Jantung Arga berdetak begitu kencang. Harus sampai kapan ia terjebak dengan gadis ini. "Sekarang bisakah kamu melepaskan pelukanmu dari saya?"

"Tapi pa—" protes Zara.

Arga dengan paksa melepaskan tangan Zara yang melingkar di pinggangnya.

"Sepertinya saya harus memberitahu kamu batas-batasan antara seorang pria dan wanita."

"Satu, jangan sembarangan menyentuh tubuh pria. Dua, jangan mencium sembarang pria baik itu mata, pipi, mulut dan lainnya. Tiga, jangan sembarangan memeluk tubuh pria lain. Mengerti!" Arga mengatakan semua itu dengan nada yang tegas. Seakan memperingatkan Zara untuk tidak melakukan hal itu pada pria manapun. Gadis itu hanya diam tak menjawab perkataan Arga.

'Suami bukan! Ayah bukan! Pacar bukan! Hobinya nasehatin orang.' batin Zara dongkol. Ingin sekali ia mendebat Arga namun di tahan karena ia takut pria itu meninggalkannya sendirian.

"Berarti sama bapak boleh?"

Kini gantian Arga yang cengo. Ia seakan sadar dengan apa yang ia ucapkan. Ia seperti mengisyaratkan Zara boleh berbuat seperti itu hanya pada dirinya sendiri. Zara tersenyum ketika Arga salah tingkah dibuatnya. Dasar cowok mau-mau tapi malu. Zara jadi gemas.

Kemudian Arga menyerahkan sebuah lilin yang dilengkapi tatakan kepada Zara. Gadis itu nampak bingung menerimanya. "Sekarang kamu tidur di kamar saya. Bawa lilin ini sebagai penerangan. Dua jam lagi lampu akan menyala."

"Bapak tidur dimana?"

"Saya akan tidur di ruang tamu menggunakan tikar."

"Bagaimana jika bapak tidur dikamar dengan aku? Tidur di atas karpet itu tidak nyaman, pasti bapak tidak terbiasa." Tawar Zara tidak ingin tidur sendirian.

"Saya terbiasa tidur di hutan gadis kecil. Jadi jika hanya tidur di atas karpet itu termasuk hal yang mewah untuk saya." Zara memandang takjub atas jawaban Arga. Berbeda sekali dengan hidupnya yang serba enak.

"Lebih baik kamu tidur sekarang. Kalau kamu takut terjadi apa-apa, kamu bisa teriak sekeras-kerasnya. Saya akan langsung ke tempatmu." Zara menghela napas pasrah mengikuti perintah pria yang di panggil kapten itu.

"Jadilah gadis penurut, Zara."

***

Zara mencoba memejamkan matanya namun sangat sulit. Apa yang Arga katakan benar jika dua jam lagi lampu akan menyala. Walau kamar Arga sudah terang, tapi tetap saja tidak bisa membuatnya terlelap. Kamar pria itu sederhana sekali hanya ada lemari pakaian, meja untuk menulis dan rak buku. Tidak ada hal yang istimewa disana. Ia jadi penasaran apakah Arga sudah tidur? Apa yang pria itu lakukan saat ini? Apakah sama sepertinya yang tidak bisa tidur?

Sejenak Zara menimbang-nimbang untuk ke ruang tamu melihat Arga. Akhirnya ia beranjak dari kasur melangkah keluar kamar. Ia langsung disuguhi pemandangan Arga yang tertidur di tikar dengan tubuh yang ditutupi selimut.

Zara ikut berbaring di sebelah Arga. Pria itu nampak berbeda ketika sedang tertidur, terlihat seperti malaikat. Andai saja jika mata itu terbuka pasti akan memberikan tatapan tajam ataupun dingin kepadanya serta ucapannya yang kejam. Kadang Zara berpikir kapan ya Arga bisa tersenyum? Apa pria itu tidak pernah bisa tersenyum?

Ketika Zara hendak menelusuri wajah pria itu dengan jemarinya. Tiba-tiba Arga bergumam, pria itu nampak mengigau mengeluarkan ucapan-ucapan seperti ingin menangis. Bahkan keringat mengalir di wajahnya. Kening Zara mengernyit mencerna apa yang terjadi.

"Jangan.. tolong..  sakit.. sakit... Sakit.. lepaskan... Lepas.." namun yang menyayat hati Zara adalah suara tangis Arga. Pria itu menangis seolah-olah menahan rasa sakit.

"Pak bangun! Pak bapak kenapa?" Zara menepuk-nepuk wajah Arga mencoba membangun pria itu dari mimpi buruknya. Apa yang dimimpikan Arga hingga pria itu ketakutan? Apa ini ada hubungannya dengan luka di punggung Arga?

"Pak sadar.. pak.." Zara terus berusaha menyadarkan Arga, namun yang terjadi selanjutnya adalah pria itu menarik tubuh Zara memeluknya erat. Hingga Zara ikut berbaring di atas karpet bersama pria itu.

Deg

Jantung Zara berdebar di peluk sedemikian erat. Padahal tadi ia memeluk Arga biasa saja. Tapi sekarang berbeda ia merasakan hal yang aneh. Apalagi wajah Arga yang berada di hadapannya. Ia merasa aneh dengan posisi ini. Terlalu intim untuk mereka berdua. Zara mencoba lepas dari pelukan Arga.

"Jangan pergi..." Gumam Arga membuat Zara enggan memberontak. Ia membiarkan dirinya tidur dipelukan pria ini. Walau ia tahu pria ini tidak sadar telah memeluknya. Andai saja Arga bangun pasti pria ini akan mengomelinya.

Lihat tadi siapa yang mengomel untuk tidak berpelukan. Sekarang malah pria ini yang memeluknya duluan. Zara membelai rambut Arga seakan menenangkan pria itu agar kembali tidur nyenyak. Zara jadi penasaran apa yang disembunyikan oleh pria dingin di hadapannya ini. Ia nampak begitu kuat diluar, namun ternyata lemah di dalam.

***

Gimana part ini menurut kalian?

Castnya Zara Pimtha ya


SPAM NEXT DISINI

Follow Instagram

@wgulla_
@gullastory

Buat instagram RP belum ada...

Grup WA di bio

Salam

Gulla
Istri sahnya Lee min ho

ARGANTA - Embracing The sun (REMAKE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang