"Stela?"

"Benar. Stela, dia hamil anakmu bukan? Dia hamil!" Aku melepaskan tangan Jimin. Tanganku terulur untuk menurunkan pistol Brian yang masih setia berada dikepalaku. Dia diam saat perlahan pistol itu turun. Wajahnya kosong tanpa ekspresi.

"Stela!" Aku tersenyum penuh kemenangan mendengar suara bergetar Brian yang menyebut Nama Stela. Benar dia masih mencintai Stela. Aku harus memanfaatkan ini.

"Mau tidur denganku? Setidaknya ingat Stela dalam diriku. Aku menawarkan tubuhku padamu Bri? Kau mau?" Entah apa yang kulakukan ini benar atau tidak tapi hanya ini satu-satunya cara untuk melengahkan Brian. Hanya ini yang muncul diotakku.

"Aliyyyaaaaa!" Aku diam mendengar teriakkan Jimin dan Paman. Tidak bisa, mereka tidak boleh menghalangi aku. Aku harus menyelesaikan ini sendiri. Bajingan ini harus mendapatkan balasan dari kelakuan biadapnya.

"Mari!" Aku menjatuhkan pistol dari tangan Brian. Meninggalkan Jimin dan paman Steven begitu saja. Brian hanya diam mengikuti tarikan tanganku.

"Kuharap kau mengerti Ji. Aku harus menyelesaikan ini sendiri. Kau tidak akan mampu. Karena jika sampai kau yang menyelesaikan ini sudah pasti kau akan mengorbankan nyawamu dan aku tidak mau. Kau terlalu berharga bagiku, dan aku berfikir jika lebih baik aku yang melakukan ini. Kau sudah banyak berkorban untukmu. Kuharap kau mengerti!"

+

"Brengsek Jim lepaskan ini. Aliya harus disusul" Jimin diam menunduk dalam diam. Memandangi lantai dengan sendu.

"Bodoh. Istrimu menaruhkan nyawanya untukmu dan kau diam saja. Apa kau tidak sadar jika Aliya memancing Brian untuk meninggalkan kita!" Jimin mendongak menatap Steven, mata Jimin memerah.

"Tapi dia menawarkan tubuhnya untuk Brian. Dia ingin tidur dengan Brian?" Teriak Jimin tidak terima.

"Bajingan sialan. Aliya mencoba melindungi mu dan ini balasannya. Brengsekkk, jika kau tidak ingin menyusul mereka lepaskan ikatan ini. Biarkan aku yang menyusul mereka. Lepaskan ini!"

Jimin Akhirnya mendekati Steven. Tanganya melepaskan ikatan Steven.

"Jika sampai terjadi sesuatu dengan Aliya, kupastikan kau tidak akan pernah melihat dia lagi. Aku yang akan memisahkan kalian. Aku akan membawa dia pergi darimu selamanya. Aku akan membawanya pergi!" Steven mendorong Jimin dan meraih pistol Brian yang ditinggalkan Aliya tadi. Steven tidak boleh kecolongan seperti semalam. Tidak untuk kedua kalinya.

"Aliya! Dia ingin tidur dengan Brian? Brian? ALIYAAAA!"

+

Steven berjalan dengan hati-hati menuju kamar, entah kenapa perasaan Steven mengatakan jika dirinya harus menuju kamar dulu.

"Aku akan mati konyol jika pergi sendiri. Benar, aku harus minta bantuan!" Steven tidak membawa apapun selain pistol dan itu berarti bukan dirinya hanya harus minta bantuan. Aliya jauh lebih membutuhkan dirinya sekarang.

"Tuan?" Steven berbalik dan menemukan Ahjumma Han yang berjalan sempoyongan Kearahnya. Kepala Ahjumma Han ada bekas darah yang mengering, dan Steven yakin jika itu bekas pukulan. Ini pasti ulah Brian. Bajingan sialan.

"Ahjumma!"

"Tuan!"

"Hubungi keluarga Kim dan katakan jika Aliya dalam bahaya. Bawa mereka kemari, aku tidak sanggup melawan Brian sendiri. Nyawa Aliya dalam bahaya!" Ahjumma Han Mengangguk mengerti. Benar juga, Steven tidak bisa menghadapi Brian sendiri dengan kondisi seperti ini. Steven perlu bantuan.

"Tapi bagaimana caranya!" Steven memutar otaknya. Rumah ini pasti dijaga dengan ketat dan kemungkinan jika Ahjumma Han bisa keluar sulit. Paling bisa keluar dalam keadaan nyawa sudah melayang. Kebodohan Brian satu, meninggalkan semua anak buahnya diluar rumah. Hanya ada Brian dan mereka yang terluka disini.

"Telfon Nona Aliya!" Steven melirik Ahjumma Han.

"Sepertinya itu tertinggal diruang tengah. Semalam saya melihat itu, sepertinya masih disana!"

"Gunakan itu untuk menghubungi keluarga Kim Ahjumma. Aku harus menyusul Aliya, dia hanya berdua dengan Brian!"

"Saya mengerti Tuan!"

+

Mataku mencoba terbuka, meresapi rasa sakit yang Brian berikan padaku. Ini menyakitkan tapi aku harus bertahan.


Brian tidak menyentuhku, sebenarnya kami hampir saja melakukan itu, hanya saja Brian lebih dulu melihat bekas cinta Jimin ditubuhku. Dia emosi dan langsung memukulku!

Oh sialan ini menyakitkan. Kepalaku terasa pusing karena terbentur dengan Headboard.

"Kenapa harus Jimin, Stela? Apa yang kurang dariku? Kenapa selalu Jimin!" Aku tau jika Brian sepertinya masih kesetanan karena Stela. Keberanian mu mulai goyah melihat Brian yang seperti ini.

"Argghh Kenapa Jimin? Apa yang sebenarnya kau cari dari Jimin!"

Mataku terpejam saat Brian menarik kasar rambutku, rasanya sakit. Demi Tuhan ini menyakitkan. Belum lagi bibirku yang terluka karena tamparan dia tadi.


"Sakit!" Brian semakin menarik rambutku dan demi Tuhan aku tidak tahan lagi. Dia menyiksaku.

"Ini tidak sebanding dengan rasa sakit ku Stela. Kenapa hanya Jimin yang ada di hatimu. Maka cinta untukmu?" Aku menangis mendengar teriakkan Brian. Aku tidak bisa menahan ini lagi. Brian menyiksa batin dan fisikku. Sakit.

"Hiks sakit Bri, lepaskan!" Aku ketakutan melihat Brian yang seperti ini. Rasanya menyesakkan. Aku seperti mainan sekarang.

"Bukankah kau ingin kita tidur tadi. Jadi mari mengulang kejadian beberapa tahun yang lalu. Mari bercinta!" Aku meronta saat Brian menyeretku, rasanya sakit. Aku tidak mau.

"Perempuan sialan!" Tubuhku terpental keranjang karena lemparan Brian. Ini semakin menyakitkan. Aku mengeratkan selimut pada tubuhku. Aku gemetar sekarang.

"Ayo sayang!" Aku menggeleng saat melihat Brian melepaskan bajunya. Aku tidak mau.

"Pergi~~~akhh Sakittt!" Brian mencambuk ku dengan sabuknya. Rasanya panas, kulitku bahkan sampai mengelupas. Dia mengenai lenganku.

"Hiks Sakittt. Lepaskan!"

"Tidak akan!"

"Arghhhh!"

Brakk!

"Brengsekkk!"

"Ji?"

"Bajingan"

Mataku terpejam erat melihat Jimin yang menerjang Brian dengan kuat. Tubuh Brian bahkan terpental disampingku.

Mereka berkelahi, tapi aku tidak berani melihat mereka. Aku takut.

"Brengsekkk!" Mataku terbuka mendengar teriakkan Paman, Paman ikut menyerang Brian. Ketiganya berkelahi.

"Argghh" jerit kesakitan seseorang membuatku gemetar. Aku semakin Takut, belum lagi rasa sakit yang Brian ciptakan ditubuhku. Semuanya berputar, aku melihatnya dengan mata sayuku. Aku tidak kuat melihat ini, tidak bisa.

"Ji!" Kuseret tubuhku untuk menghentikan mereka.

"Ji?" Kupanggil Jimin dengan lirih. Berharap dia akan mendengarku.

"Ji!" Tenagaku tidak kuat lagi untuk sampai pada mereka.

"Jih~~akhh!"

Tbc.

All About Sex! 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang