"Turun saja Noona. Aku akan menyusul!" Cetusnya pelan. Jimin terlalu lelah memikirkan istrinya. Jihyo yang mengerti hanya menghela nafas, ia tau apa yang Jimin fikirkan.

"Kami juga khawatir dengan Aliya. Sama sepertimu. Tapi percayalah pada kakek, dia tidak akan mengorbankan cucunya sendiri. Kamu juga menyayangi Aliya, tapi hanya ini yang bisa kita lakukan untuk menghancurkan perjanjian mu dan memperbaiki hubungan kakek dengan Steven. Percaya Aliya akan baik-baik saja!"

"Aku tidak bisa Noona. Aku khawatir jika tidak melihat dia langsung didepanku. Aku tidak bisa, aku ingin melihatnya" Jihyo memandang iba pada Jimin, Jihyo tau Jimin tertekan tidak adanya Aliya.

"Kebawah lah nanti!" Jimin Mengangguk.

"Aku merindukanmu sayang!"

-

Aku bingung melihat berbagai gambar dikamar ini. Semuanya berisi fotoku, apa dia terus memata-mataiku. Dari foto aku dikampus sampai bersama dengan Jimin.

"Apa dia benar-benar menganggap aku Stela!" Aku akui wajah kami mirip, tapi apa sebegitu percayanya Steven jika aku Stela padahal jelas-jelas Stela mati. Aku berkeliling kekamar, duduk dikursi meja rias. Mataku menatap pantulan wajahku dicermin.

"Stela?" Aku menunduk dan memperhatikan jemari yang melingkar cincin pernikahan kami. Sesak jika mengingat Jimin lagi.

"Kau jahat padaku Ji Hiks!"

"Stela?" Aku hanya diam mendengar panggilan Steven yang memanggil Stela. Aku bukan Stela.

"You oke?" Aku menepis tangan Steven yang memegang pundakku. Aku masih saja menangis.

"Stela please. Don't Cry!" Aku diam dan tidak membalas ucapannya. Aku tidak mau disini.

"I want Back Home. Please Steven! Iam Not Stela!" Aku menangis dalam ucapanku. Aku ingin lepas dari sini.

"Go home. Or meet Jimin?" Aku diam dan masih saja menangis, anggap saja itu juga alasannya. Steven memegang pundakku dan membawaku untuk menatapnya.

"I want to go home!" Steven membuatku menatapnya. Matanya menajam menatapku yang menangis. Dia mengusap air mataku yang mengalir.

"Do you love Jimin that much?" Suaranya memelan dan mengintimidasi. Aku tidak takut sama sekali sungguh. Hanya saja sesak saat dia mengungkit jika aku begitu mencintai Jimin. Aku memang Mencintainya.

"He has an appointment with me. He will obey one of my requests, otherwise his parents will die in my hands!" Wajahku mendongak mendengar ucapan Steven. Perjanjian Jimin dengan Steven. Ini yang dicari Jimin bukan?

"Give Me!"

-

Mataku mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Melenguh saat merasakan pusing.

"Ah!" Aku mengerang saat rasanya semakin pusing. Mataku menatap kanan dan kiri, menghela nafas saat aku masih berada kamar sekapan Steven.

"Kenapa dia tidak marah?" Aku ingat sebelum pingsan tadi, aku merobek surat perjanjian Steven dengan Jimin. Aku memusnahkan itu. Aku juga membakarnya. Aku tidak tau itu surat asli atau tidak. Tapi aku melihat ada materai disana, kufikir itu asli. Setelah merobek surat itu tadi aku pingsan. Setelahnya aku tidak tau lagi.

"Nona!" Aku menoleh dan menemukan seorang wanita tua yang mendekatiku. Dia membawa nampan berisikan makanan. Aku tidak lapar.

"Ada apa?" Balasku seadanya. Aku benar-benar malas.

"Tuan besar ingin anda makan!" Aku membuang muka mendengar suara itu. Aku tidak nafsu.

"Setidaknya isi dulu perut Nona. Kasihan janin yang ada didalam perut Nona!" Mataku membulat dan menatap tidak percaya pada bibi ini. Apa dia bilang? Janin? Aku tidak hamil!

"Aku bukan Stela!" Pekikku keras.

"Saya tau Nona. Anda bukan Nona Stela tapi anda memang hamil. Tadi saat anda masih pingsan Dokter memeriksa anda dan Dokter mengatakan jika anda hamil. Usianya 2 Minggu!" Kepalaku mendadak pusing mendengar itu. Jadi aku hamil? Aku benar-benar hamil.

Tentu saja aku hamil. Jimin tidak pernah melepaskan aku dari kegiatan bercinta dan hampir setiap hari dia menyentuhku. Itupun tanpa pengaman. Ya Tuhan.

"Ahjumma!" Aku menatap memelas pada bibi.

"Setidaknya makan dulu. Jangan buat tuan besar semakin marah nona. Dia sudah marah karena nona merobek surat perjanjiannya yang asli!" Aku kembali terkejut mendengarnya. Jadi yang kurobek tadi surat asli. Perjanjian Jimin dan Steven sudah musnah. Ya Tuhan, pantas saja Steven marah.

"Tuan besar menganggap anda nona Stela karena kalian mirip. Apalagi kalian sama-sama terlibat dengan Tuan Park Jimin!"

"Ahjumma kenal Jimin?"

"Yah. Dulu saya pernah melihat sekali tuan Park Jimin yang mengantarkan Nona Stela pulang. Hanya sekali dulu, saat masih di New Zealand. Dan saat itu tuan Park Jimin masih sekolah!"

"Apa Jimin dan Stela sangat dekat?"

"Tidak terlalu. Hanya nona Stela tergila-gila dengan tuan Park Jimin" aku menghela nafas dan menunduk, mengusap perutku dengan lembut. Aku hamil anak Jimin. Aku hamil.

"Jika nona ingin keluar dari sini setidaknya bersabarlah. Biarkan Tuan besar yang mengeluarkan anda sendiri dan lagi turutilah kata-katanya. Dia akan sedikit tenang dan pasti jalan nona keluar ada. Saya tau jika nona adalah istri Tuan Park Jimin. Saya tau nona!"

"Tapi Steven membenci Jimin Ahjumma. Dia membenci suamiku. Belum lagi dia membenci kakekku yang statusnya adalah ayah kandungnya. Dia membenci semua keluargaku!"


"Sebenarnya bukan itu yang terjadi Nona. Dari pada Membenci tuan Jimin Sebenarnya tuan Steven lebih membenci Tuan Brian" aku menatap Ahjumma itu kaget. Dia juga kenal Brian?

"Apa nona tau alasan sebenarnya tuan Besar membawa anda kemari?" Aku menggeleng ragu.

"Dia menganggap aku Stela!" Kulihat Ahjumma itu tersenyum tipis.

"Hanya sebagian kecil dari itu Nona. Tuan besar memang menganggap anda nona Stela tapi tidak sepenuhnya. Sebagian dari dirinya sadar jika nona bukanlah adiknya. Dan juga jangan lupakan jika nona adalah keponakannya. Dia tau semuanya nona, dia tau jika nona adalah anak kandung Tuan Kim Jung Woon. Tuan tau semuanya nona" aku memandang Ahjumma tidak percaya. Jadi Steven tau semuanya.

"Ahjumma!"

"Brian bukanlah orang baik nona. Dibalik bantuan yang dia tawarkan dia punya keinginan yang lain. Sama seperti Nona wanita yang dicintainya mati, dia juga ingin wanita yang dicintai tuan Jimin mati. Dan nona adalah orangnya. Brian ingin nona mati" kepalaku semakin pusing mendengar ucapan Ahjumma. Brian ingin aku mati?

"Tuan sengaja membawa anda kemari, jelas karena Tuan besar Kim lebih percaya pada Brian padahal Brian yang sebenarnya ingin nona mati" dadaku sesak. Itu artinya Brian adalah musuh yang sebenarnya?

Sebenarnya siapa yang berbohong, Steven atau Brian?

"Tuan Besar sangat menyayangi anda, jika tidak sudah pasti anda mati saat anda sampai disini. Bukankah terlihat jelas dari apa yang tuan Steven berikan pada anda. Kemewahan, semua fasilitas dan termasuk surat perjanjian itu. Tuan Steven sangat menyayangi anda. Dia tau anda adalah keponakannya. Dia tau" dan aku semakin pusing mendengar kebenaran dari itu. Jadi Brian yang musuh sebenarnya?

"Bersabarlah nona. Ada waktunya tuan Steven berkata jujur pada anda. Tidak akan lama lagi, tidak akan. Tunggulah beberapa waktu lagi!"

"Ahjumma!"


Tbc.

All About Sex! 21+Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz