Elang : Lihat lika liku perjalanan cintanya Gavriel sama Adit bikin gue yakin untuk enggak punya pasangan deh. Enggak sanggup gue kalo harus berjuang secara ugal-ugalan ditambah masih jadi bapak satu anak sama kerja.

Wilson : Berasa jadi duda satu anak tanpa pernah merasakan hangatnya dekapan wanita. Poor Elang.

Gavriel menatap layar handphonenya sambil senyam-senyum tidak jelas. Aryanti yang sedang menuruni tangga bersama Gadis dan melihat hal itu segera mencekal tangan anaknya itu.

"Ada apa sih,, Ma?"

"Dis, itu si Gavriel sering natap layar handphone sambil senyam senyum begitu?"

"Mana aku tahu, Ma."

"Laki-laki kalo kaya gitu biasanya karena dapat pesan dari perempuan yang lagi dekat sama dia."

"Ya biarin aja, Ma."

"Kok biarin? Kamu ini gimana? Harusnya 'kan cemburu atau minimal overthinking sama kelakuan dia."

Siapa sangka jika Gadis justru bisa tertawa mendengar kecurigaan sang Mama. Baru juga beberapa menit yang lalu Mamanya mempromosikan Gavriel seperti sales panci di acara arisan ibu-ibu tapi kini Mamanya justru berpikiran jika Gavriel adalah laki-laki yang memiliki banyak teman wanita. Kalopun benar Gavriel dekat dengan banyak wanita, Gadis tidak akan kaget mendengarnya. Ia sudah sering melihat Gavriel dijemput para wanita yang berbeda dulu saat jam pulang kantor. Ini cukup menjadi bukti bahwa Gavriel termasuk laki-laki yang mudah dekat dengan wanita. Alasan ini juga yang membuat Gadis tidak terbang melayang-layang di negri penuh gambar hati dan cupid hanya karena perlakuan yang diberikan Gavriel kepadanya.

Tawa Gadis yang sayup-sayup terdengar membuat Gavriel mengangkat pandangannya. Ia bisa melihat bagaimana Gadis yang sejak sore hari tadi menjadi badmood kini menjadi ceria kembali. Meskipun penyebab mood Gadis rusak tadi adalah sang Mama namun kini yang berdiri disampingnya saat ia terlihat bahagia justru Mamanya. Gavriel tersenyum melihat hal itu. 

Aryanti yang melihat bagaimana reaksi Gavriel melihat anaknya ini tahu bahwa laki-laki ini tulus. Entah apa yang membuat Gavriel memilih Gadis yang terlalu biasa saja bagi pria seperti dirinya. Bahkan dari bocoran Banyu kepadanya, Gavriel sudah menyimpan perasaan untuk Gadis sejak mereka masih aktif bekerja bersama. Itu sudah cukup menjadi jawaban bila perasaan cinta yang dimiliki Gavriel jauh lebih lama daripada perasaan cinta Gadis ke Pradipta.

"Dis, itu dilihatin Gavriel," gumam Aryanti pelan yang membuat Gadis menoleh dan pelan-pelan tawanya hilang begitu saja. 

Seakan baru saja ketahuan, Gadis segera turun dan sekan tidak terjadi apa-apa. Semoga saja Gavriel tidak mendengar apa yang ia dan Mamanya bicarakan di tangga tadi.

"Sudah selesai, Gav?" tanya Gadis sambil mulai duduk di sofa yang ada di hadapan Gavriel.

"Sudah."

"Kalo begitu kita balik ke hotel saja. Aku ambil Lean di kamar Mas Banyu dulu."

Gavriel menganggukkan kepalanya. Tanpa banyak bicara lagi, Gadis meninggalkan Gavriel bersama Mamanya. lebih baik begitu agar Mamanya yang sering overthingking  tidak jelas ini bisa mengkonfirmasi secara langsung kepada Gavriel.

Saat Gadis sampai di depan kamar sang kakak, pelan-pelan ia mengetuk pintu kamar itu. Suara Papanya yang mempersilahkannya masuk membuat Gadis membuka pintunya. Seketika ia tersenyum melihat Leander yang sudah tertidur di atas ranjang milik Banyu sambil merangkul sebuah guling. Di samping Leander ada sosok Papanya yang terlihat baru saja menutup majalah anak-anak edisi spesial yang Mamanya belikan untuknya.

"Si Lean sudah lama belum tidurnya, Pa?" tanya Gadis sambil berjalan mendekati Leander yang ada di ranjang berukuran king ini.

"Belum lama. Kenapa? Kamu mau bawa Lean balik ke hotel malam ini?"

"Iya, Pa. Gavriel sudah selesai setrika bajunya Lean."

Sudibyo melihat Leander yang tertidur dengan pulas dan ia tidak tega jika harus membangunkan anak itu. Lagipula kamar Banyu tidak kalah nyaman dengan kamar hotel tempat Gadis menginap malam ini.

"Biarkan Lean menginap di sini, Dis. Besok pagi baru kalian balik ke hotel."

"Baju sama perlengkapan pribadi Lean sama Gavriel di hotel semua, Pa. Lagipula besok pagi jam tujuh kita sudah harus breakfast bareng sama peserta piknik lainnya. Jam delapan sudah cek out dari hotel juga."

"Kalian bisa berangkat dari rumah jam enam pagi jadi belum macet di jalan."

Gadis menggelengkan kepalanya. Ia tak mau membuat tetangga Gavriel memiliki bahan gosip baru jika ia dan Gavriel tidak ada di hotel malam ini.

"Kalo begitu Papa ke bawah dulu. Biar Papa antar kalian ke hotel."

"Enggak usah, Pa sudah malam. Papa istirahat aja. Gavriel sudah order taxi online."

Sudibyo memilih meninggalkan Gadis di kamar ini dan segera turun untuk menyusul Gavriel agar membatalkan pesanan taxi onlinenya. Sepeninggal sang Papa, Gadis segera mendekati Lean dan mencium kening bocah itu. Hal pertama yang Gadis sadari adalah badan Lean yang terasa lebih hangat daripada tadi pagi sampai siang hari. Sepertinya anak ini sedikit tidak enak badan setelah mereka melakukan perjalanan jauh. Tidak mau membuat kedua orangtuanya khawatir jika mengetahui Lean sakit, Gadis akan memilih diam dan tidak memberitahu Mama dan Papanya. Pelan-pelan Gadis mulai mengangkat Leander dan menggendongnya untuk keluar dari kamar ini. Untung saja Lean tidak bangun kala Gadis menggendongnya. Selangkah demi selangkah Gadis menuruni anak tangga rumah kedua orangtuanya. Gavriel yang melihat Gadis menuruni tangga sambil menggendong Lean, tanpa permisi lebih dulu kepada Sudibyo dan Aryanti yang sedang mengajaknya mengobrol segera berjalan cepat menaiki tangga untuk mengambil alih Lean dari gendongan Gadis. Saat melihat Gavriel mengambil alih Lean dari gendongannya, Gadis langsung berkata pelan pada Gavriel agar orangtuanya tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Badannya Lean anget. Bawa paracetamol enggak?"

Gavriel baru menjawab saat Lean sudah ada di dalam gandongannya. "Ada di kamar."

Gadis menganggukkan kepalanya. Kini ia mengikuti Gavriel untuk turun dan kembali ke ruang keluarga. Tanpa banyak membuang-buang waktu, Gadis segera pamit kepada orangtuanya.

"Kamu serius enggak mau Papa antar?" Tanya Sudibyo kembali kala ia tidak berhasil membujuk Gavriel untuk membatalkan pesanan taxi onlinenya.

"Enggak usah, Pa. Papa di rumah aja."

"Biar diantar supir saja ya, Dis?" Kini Aryanti mulai ikut turun tangan untuk membantu suaminya berdebat dengan anaknya.

"Enggak usah. Sudah malam, Ma. Lagipula juga sudah order taxi online ini. Sebentar lagi driver-nya sudah sampai."

Gavriel memilih diam karena ia tadi juga sudah menolak tawaran Papa Gadis. Saat supir taxi online sudah sampai di depan gerbang rumah orangtua Gadis, Gavriel segera berdiri dan pamit. Karena ia menggendong Lean, tentu saja Gavriel mengalami sedikit kesulitan saat melakukan jabat tangan deangan Aryanti serta Sudibyo. Seakan paham dengan kesulitan Gavriel ini, orangtua Gadis memilih mencium Lean saja sebagai bentuk perpisahan dengan bocah itu dan Gavriel.

***

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang