44. Pengakuan Gila

5.4K 359 23
                                    

Mengingat dirinya malam ini harus puas untuk tidur di kursi, Gavriel segera menyingkir dan menuju ke arah ruang depan. Baru setengah perjalanan menuju ke ruang depan, Gavriel menghentikan langkah kakinya karna melihat pemandangan di depannya. Gavriel tahu bahwa kini tubuhnya sudah mengkhianati jiwanya. Bagaimana tidak, karena kini jiwanya menginginkan mengalihkan pemandangan dari sosok Gadis yang sedang membuka jaket jeans sedangkan matanya justru fokus pada semua itu. Kelakuannya benar-benar seperti laki-laki yang tidak pernah melihat perempuan seumur hidupnya saja.

Tak pernah Gavriel sangka jika wanita bisa terlihat sebegini seksinya saat melepas jaket. Melihat punggung Gadis yang tertutup rambut panjangnya, pinggangnya yang ramping dan bokongnya yang berisi membuat junior Gavriel bangun. Sebelum Gadis menyadari jika ia sudah menonton semua adegan itu tanpa ijin, Gavriel memilih melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar mandi. Mau tidak mau ia harus berduet dengan sabun kembali malam ini, jika tidak pasti kepalanya akan pening.

"Gav, mau ke mana?"

Sial...
Kenapa Gadis harus memanggilnya di saat celana jeans yang ia kenakan terasa sempit dan tidak nyaman.

Mau tidak mau Gavriel menghentikan langkah kakinya. Tak ingin membuat Gadis shock dengan bagian bawah tubuhnya yang terlihat menonjol, Gavriel tidak membalikkan badannya.

"Kamar mandi, Dis."

"Oh, okay. Kamu duluan aja yang pakai."

Gavriel menganggukkan kepalanya dan secepat yang ia bisa, Gavriel segera memasuki kamar mandi. Sepeninggal Gavriel, Gadis memilih membuka tasnya dan mengeluarkan handphone miliknya yang sejak tadi ia silent. Sesuai dugaannya, suaminya sudah meneleponnya berulang kali. Bahkan puluhan chat masuk dari Pradipta yang satupun tak ingin Gadis baca. Gadis tak ingin merusak weekend yang cukup menyenangkan ini. Kehadiran Leander nyatanya bisa membuatnya melupakan semua prahara rumahtangganya. Ia mulai menggulir pesan-pesan yang masuk ke handphone miliknya hingga akhirnya pesan dari Banyu yang Gadis pilih untuk membacanya. Ia penasaran kenapa kakaknya itu memilih untuk mengirim pesan daripada meneleponnya.

Banyu : Dis, Senin pagi kamu langsung terbang ke Bontang, ya? Polisi butuh keterangan dari lebih lanjut dari kamu. Sekalian cek hasil visum.

Gadis menghela napas panjang. Ia harus ke Bontang lagi jika sendirian itu seperti masuk ke kandang macan saja. Gadis tidak tahu apa yang bisa dilakukan Pradipta kepadanya di sana. Tidak mungkin Pradipta akan diam saja diperlakukan tidak adil oleh dirinya terlebih lagi keluarganya. Gadis tahu jika suaminya itu cukup mencintai pekerjaannya karena dengan bekerja di perusahaan itu, Pradipta bisa membuktikan kepada keluarganya bahwa ia bisa berdiri di kakinya sendiri tanpa harus meneruskan usaha keluarganya di bidang mebel kayu yang diekspor ke luar negri.

Gadis tahu ini sudah malam dan jika ia menelepon Banyu, belum tentu akan diangkat. Karena itu ia mencoba membalas pesan dari Banyu ini.

Gadis : Sejujurnya aku sedikit takut, Mas kalo harus ke Bontang sendirian karena aku enggak tahu apa yang bisa dilakukan sama Mas Dipta di sana ke aku.

Setelah mengetikkan semua itu, Gadis langsung menyenggol tombol send. Baru juga Gadis menaruh handphone itu di meja, sebuah panggilan masuk ke sana. Gadis menghela napas panjang ketika melihat nama Pradipta di sana. Kenapa juga suaminya ini masih terus menghubungi dirinya di saat seperti ini. Penasaran dengan apa yang diinginkan oleh Pradipta, Gadis mengangkat telepon itu.

"Hallo, Mas."

"Akhirnya kamu angkat juga."

"Langsung to the point aja, Mas. Ada apa kamu telepon aku malam-malam begini?"

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now