6. Kenapa harus aku?

4.8K 308 10
                                    

Gavriel tak menyangka jika Gadis sudah resign dari kantor selama enam bulan lamanya. Selama itu pula pekerjaannya semakin banyak. Kini tak ada lagi yang membuatnya bersemangat untuk mencapai target. Mungkin karena ia tidak memiliki saingan baru yang kompetitif seperti Gadis. Rata-rata rekan kerjanya hanya kerja secukupnya saja. Ini membuat jiwa figter-nya tidak berkobar seperti dulu.

Seperti saat acara gethering tahun ini yang diselenggarakan di Anyer, entah kenapa Gavriel sedikit tidak bersemangat untuk mengikuti perlombaannya. Acara pemberian pengharagaan karyawan terbaik saja terasa hambar baginya. Sesuai prediksi banyak orang, tahun ini dirinya yang menyabet gelar karyawan terbaik.

"Sedih amat lo, Gav. Enggak dapat jatah dari Ayang?" Tanya Ragil kepada Gavriel kala mereka duduk di pinggiran kolam renang malam ini.

"Ayang... Ayang, gue kagak sempat beredar, lo tanya tentang Ayang lagi. Mana mungkin gue punya?"

"Elo makin lama makin ganteng. Side hustle lo juga sudah kelihatan hasilnya. Umur sudah 31 tahun. Sudah saatnya cari istri dan berkembang biak."

"Kalo bisa friend with benefits, kenapa juga mesti married?"

Ragil yang mendengar jawaban Gavriel langsung menggelengkan kepalanya.

"Wong edan kowe, Gav. Ngeri tahu kalo sampai lo kena penyakit menular seksual karena ganti-ganti pasangan?"

Gavriel tersenyum kecil karena nyatanya sejak Gadis tidak lagi bekerja di perusahaan ini, client Gadis dialihkan menjadi client-nya yang secara otomatis menambah beban pekerjaannya. Jangankan untuk hura-hura seperti dulu di club malam, sekedar untuk live langsung di akun toko onlinenya saja Gavriel tidak sempat. Toko onlinenya kini dipegang oleh dua orang karyawannya dibagian packing dan satu orang dibagian host.

"Gimana mau menikmati hidup kalo dari jam enam pagi gue sudah berangkat ke kantor. Sampai di kantor jam delapan langsung kerja. Keluar dari kantor jam tujuh malam paling cepat. Sampai rumah paling cepat jam sembilan malam. Itu juga enggak langsung bisa istirahat. Gue cek penjualan, stock barang, order dan masih cek administrasi. Capek benar gue jadi manusia. Andai bisa, gue mau jadi burung walet aja."

"Burung walet?" Desis Ragil pelan yang langsung mendapatkan anggukan kepala dari Gavriel.

"Yup, gue mau jadi burung walet yang rebahan sama ileran aja bisa jadi cuan."

"Halah, lo kerja sampai kaya begini, gue yakin saldo rakening posisinya aman 'kan?"

Gavriel menganggukkan kepalanya. Siapa sangka jika side hustle yang ia jalani telah membuahkan hasil sebuah tanah yang baru saja ia beli di daerah Sleman. Meskipun tidak terlalu luas, namun setidaknya kelak jika ada rezeki lagi, ia bisa menbangunnya tanpa harus mengambil kredit karyawan di bank tempatnya bekerja. Sengaja ia memisahkan penghasilannya dari kantor dan usaha yang ia jalani agar ia bisa melihat hasilnya.

Kini Gavriel dan Ragil menoleh ke arah sisi barat kolam renang kala mendengar suara perempuan sedang mengomel. Saat melihat jika itu adalah Alena, Gavriel dan Ragil saling bertatapan. Seakan mereka paham jika kini mereka harus mempertajam pendengarannya untuk mendengar apa yang sedang Alena bicarakan di telepon.

"What? Dipta minta lo buat merawat emaknya yang sakit?"

"..."

"Okay, gue paham karena lo menantu perempuan mereka satu-satunya. Tapi yang gue enggak terima nih, alasan kedua yang bilang lo enggak punya tanggungan kerjaan dan anak, jadi lo yang diutus untuk merawat emaknya Dipta yang sakit. Mereka kira jagain orang sakit di rumah sakit itu kerjaan enak dan mudah? Terus mereka yang statusnya anak kandung pada ngapain aja? Kerja? Jagain anak yang masih kecil di rumah? Basi!"

From Bully to Love MeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon