36. Menerima bantuan Angela

4.5K 354 18
                                    

Selamat pagi teman-teman.
Mamak ijin enggak update dulu ya setelah bab ini sampai tole sehat dan bisa aktivitas seperti biasa lagi.

Akhir kata mamak ucapkan selamat membaca.

***

Sepi. Itulah yang Gadis rasakan kala dirinya mencoba menuruni tangga rumah Gavriel siang ini. Tidak ada orang sama sekali di rumah ini. Seharusnya ia merasa lega atas semua situasi ini, tapi entah kenapa Gadis justru sedikit takut. Bagaimanapun juga tempat ini sangat asing baginya. Baru sekali ini ia ada di sini. Melihat bagaimana rumah ini, Gadis tahu jika Gavriel tergolong orang yang bersih dan teratur. Dari kamar saja sudah kelihatan ia orang yang rapi. Pantas saja semua pekerjaan dan cara ia menyimpan file-file di komputernya dulu juga rapi.

Saat sudah berada di lantai satu, Gadis segera menuju ke dapur. Entah kenapa Gadis tersenyum lagi melihat dapur ini yang tampak rapi, tidak berantakan seperti dapur rumahnya setiap kali ia memasak. Mungkin saja Gavriel jarang menggunakannya.

Gadis menoleh ke arah meja makan bulat yang ada di sana. Ada empat kursi makan yang kosong dan di atas meja makan itu ada tudung saji. Gadis berjalan ke sana dan membuka tudung saji itu. Ternyata Gavriel benar-benar menyiapkan sarapan untuknya secara komplit. Dilihat dari bentuknya sepertinya cukup layak di makan. Di samping nasi dan sop, ada piring berisi tempe dan sambal. Selain lauk pauk ada sebuah obat yang saat Gadis baca adalah aspirin.

"Thanks, Gav," Ucap Gadis pelan.

Kini Gadis memilih untuk mengambil nasi dan lauk yang sudah disiapkan Gavriel untuknya. Pertama kali mencicipi sop yang entah kenapa Gadis yakin adalah buatan Gavriel, rasanya adalah kurang mantap. Pasti Gavriel tidak menambahkan penyedap rasa di makanannya. Tapi sudahlah, toh yang penting cacing-cacing di dalam perutnya tidak berdemo. Selesai menikmati sarapan yang dirapel bersama makan siang ini, Gadis memilih berdiri dan berniat mengambil air minum dingin di kulkas. Saat ia membuka kulkas dan mencari air putih, Gadis langsung terdiam kala pandangannya tertuju pada sebuah botol Corkcikle Classic warna pink. Meskipun botol ini dijual bebas dan siapa saja bisa membelinya, namun Gadis yakin bahwa ini adalah botol miliknya yang dulu sering ia pergunakan untuk minum di kantor. Lalu kenapa botol ini bisa ada di sini?

Tidak... tidak, ia yakin tidak mungkin Gavriel akan mencurinya. Meskipun untuk harga sebuah botol minum terbilang cukup mahal, tapi Gadis yakin jika Gavriel masih dalam tahap mampu untuk membelinya. Ia mau beranggapan begitu saja agar citra positif Gavriel yang belakangan ini baru ia sadari tidak akan hilang dari benaknya.

Sayangnya kejadian dulu ketika ia lupa membawanya pulang saat packing resign, tidak bisa Gadis abaikan. Ia sempat meminta tolong kepada Alena untuk membawa pulang botol minumnya itu, tapi ketika Alena sudah mencari botol ini berhari-hari di kantor, tidak pernah ketemu hingga saat ini. Ternyata oh ternyata, botol itu pindah rumah ke rumah Gavriel.

Suara deringan handphone miliknya membuat Gadis kembali menapaki realitas. Kini ia memilih menutup pintu kulkas dan menghampiri handphonenya yang ia taruh di atas meja makan. Benar saja, nama Pradipta muncul di sana.

"Goblok lo, Dis... Harusnya lo blokir Dipta tadi," Ucap Gadis di dalam hatinya.

Akal sehatnya memimpin kali ini. Mau tidak mau, siap tidak siap, ia harus menghadapi Pradipta. Kini ia memilih mengangkat telepon itu namun Gadis tidak menyapa Pradipta sama sekali. Hingga Pradipta menyapanya lebih dulu dan langsung mengoceh tiada henti.

"Hallo, Dis?" Saat Gadis diam saja, Pradipta kembali berbicara. "Hallo, Dis? Kamu bisa dengar aku, 'kan? Dis, aku mau tanya uang penjualan saham kamu taruh mana? Di sana ada hak aku juga. Kamu jangan ambil keputusan sendiri tanpa konfirmasi dulu ke aku!"

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang