27. Misi pertama : Lapor polisi

4.3K 372 8
                                    

Group Lapak Dosa

Gavriel : Dit, lo punya rumah di Bontang enggak?

Wilson : Enggak usah tanya, gue yakin dia punya.

Elang : Duh, enaknya jadi Adit. Udah tajir sejak embrio. Seketika gue ingin tukar nasib sama dia, tapi gue yakin sih, dia yang enggak akan mau.

Gavriel : lo berdua diam dulu. Urgent ini.

Elang : telepon aja kenapa, sih kalo memang urgent.

Wilson : jam segini dia pasti masih sibuk. Enggak kaya lo, Lang. Jam segini baru mau merem.

Elang : Ngaca, Bro. Kaya situ enggak aja.

Gavriel : enggak diangkat telepon gue.

Aditya : sorry lagi rapat tadi. Gue enggak punya rumah di sana, tapi kalo apartemen ada.

Wilson : Nah 'kan tebakan gue hampir mendekati kebenaran. Enggak punya rumah tapi punya apartemen.

Gavriel : Ada yang tempati enggak sekarang?

Aditya : Kosong. Biasanya cuma buat singgah sebentar aja kalo Papa ada urusan di sana.

Gavriel : gue pinjam, eh sewa aja deh. Soalnya kayanya bisa lebih dari seminggu.

Aditya : pakai aja kalo lo mau. Gue japri kontak orang yang bisa bantu lo di sana.

Gavriel : thanks, Bro. Gue do'ain lo cepat ketemu Mbak Hanna.

Aditya : aamiin.

Setelah mendapatkan nomer pribadi orang yang bisa membantunya di Bontang ini, Gavriel segera menghubunginya. Ia bahkan berjanji untuk bertemu dengan orang itu sebentar lagi. Kala ia melihat jam, ia tahu bahwa waktunya tinggal sedikit lagi. Kini ia segera mengetuk pintu ruangan Gadis. Begitu ia masuk ke dalam, dirinya segera menginformasikan tentang hal ini kepada Gadis dan Alena.

"Dis?" Panggil Gavriel kala ia sudah berada di dekat ranjang tempat Alena dan Gadis duduk.

"Ya?"

"Gue sudah dapat tempat di mana lo bisa tinggal untuk sementara waktu."

"Di mana?"

"Apartemen teman gue yang di sini kosong. Dia bilang lo boleh tinggal di sana untuk sementara waktu."

"Alhamdulillah," Ucap Alena sedangkan Gadis sudah tersenyum karena ia yakin dirinya bisa aman dari suaminya dengan tinggal di tempat itu.

"Ada nomer rekening, Gav?"

Mendengar pertanyaan Gadis, Gavriel langsung mengernyitkan keningnya.

"Nomer rekening siapa dan buat apa?"

"Teman lo. Gue mau bayar biaya sewa."

"Enggak usah. Mending uangnya buat sewa pengacara aja."

"Kok gitu?"

Tidak ingin meneruskan pembahasan ini, Gavriel segera mengajak Alena dan Gadis keluar dari kamar. Saat mereka berjalan menuju ke arah lift ternyata Banyu baru saja sampai di rumah sakit dan sedang berjalan ke arah mereka bertiga.

"Mampus," Desis Gadis pelan.

Sedangkan Alena yang sudah terpana melihat kakak Gadis itu justru menatap laki-laki itu dengan tatapan penuh puja.

"Gue siap jadi kakak ipar lo, Dis."

Berbeda dengan kedua perempuan ini, Gavriel menatap Banyu dengan tatapan menilai. Ia menilai Banyu secara keseluruhan namun paling lama ia menilai wajah Banyu yang terlihat marah bercampur khawatir. Tentu saja ia merasa marah karna sejatinya tidak akan ada laki-laki yang bisa menerima jika saudara perempuannya disia-sikan oleh pasangannya apalagi jika sampai mendapatkan kekerasan fisik seperti Gadis kemarin.

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang