38. First Meet with Aditya

4K 321 12
                                    

Suasana di dalam mobil yang hanya berisi Gavriel dan Gadis sudah sesepi kuburan pada malam hari. Tidak ada yang berniat membuka percakapan lebih dulu sepanjang perjalanan menuju ke daerah Jakarta Selatan ini. Deringan telepon Gadis membuat Gavriel menoleh ke arah perempuan itu sekilas lalu fokus pada jalanan yang ada di depannya lagi.

"Hallo, Mas."

"Titipanku buat Gavriel sama Alena sudah kamu kasih ke mereka?"

"Sudah, Mas. Sudah aku kasih ke yang bersangkutan langsung."

"Yang benar?"

"Benar. Kalo enggak percaya, Mas Banyu bisa konfirmasi sama Gavriel langsung sekarang."

"Kamu lagi sama dia?"

Gadis menghela napas panjang. Andai tidak ada Gavriel di sampingnya, ia pastikan jika saat ini dirinya sudah meneriaki kakaknya itu karena terlalu ingin tahu tentang hidupnya.

"Iya, dia lagi nyetir. Enggak bisa ngobrol."

"Ya sudah kalo begitu. Titip salam ya buat dia."

Tut.... Tut.... Tut....

Gadis menatap layar handphone miliknya dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana bisa kakaknya langsung menutup sambungan telepon itu tanpa mengucapkan salam perpisahan seperti biasanya.

"Muka lo gitu amat, Dis," Ucap Gavriel yang cukup geli melihat ekspresi wajah Gadis.

"Lo dapat titipan salam dari Mas Banyu."

"Salamin balik buat dia," Ucap Gavriel sambil mulai melajukan mobilnya lagi setelah lampu merah berubah menjadi lampu hijau.

"Ogah. Lo telepon langsung aja orangnya langsung."

"Why?"

"Kayanya lebih cocok lo jadi adeknya daripada gue. Gue yang adeknya aja enggak dititipin salam, malah lo yang dititipin."

"Kalo jadi adeknya, berarti gue harus nikah sama lo dulu. Hmm... Kayanya gue enggak mau dipoliandri."

Gadis justru tertawa saat membayangkan dirinya memiliki dua suami. Demi apapun, ia tidak berminat sama sekali. Satu suami saja berhasil membuat dirinya segila ini, apalagi jika ada dua. Ia tak akan sanggup berbagi segalanya.

"Enggak mau jadi pelaku poliandri tapi kalo sebaliknya mau ya, Gav?"

"Meskipun diijinkan tetap enggak mau, Dis. Sadar kemampuan diri aja. Gue cuma manusia biasa. Satu istri cukup, itu pun sampai sekarang enggak kelihatan hilalnya."

"Lebih baik terlambat tapi bertemu dengan orang yang tepat, daripada kaya gue. Terlalu buru-buru, ujungnya nyesel sendiri. Apalagi waktu enggak bisa diputar kembali."

"Kalo lo gagal sekali, coba lagi, Dis. Terkadang kita ini tidak berhasil bukan karena kita yang enggak baik, tapi pasangan kita aja yang belum tepat."

Gadis tersenyum mendengar jawaban Gavriel. Mungkin ada benarnya juga perkataan Gavriel kepadanya ini. Sayangnya rasanya ia sudah mati rasa pada mahluk hidup yang berjenis kelamin laki-laki. Ia memilih untuk menikmati hidupnya tanpa harus disibukkan dengan hal-hal remeh seperti itu.

"Iya, Gav. Gue selalu percaya bahwa hujan tak selamanya deras, matahari juga tak selamanya terik dan langit tak selamanya berwarna biru. Gue yakin apa yang gue lalui sekarang ini hanya sementara, karena itu gue enggak mau terlalu larut dalam duka."

Gavriel menganggukkan kepalanya. Sepertinya Gadis jauh lebih dewasa dan bisa mengontrol dirinya untuk tidak terlalu larut dalam perasaan.

"Bagus kalo lo berpikir seperti itu. Daripada lo viralin video suami lo sama selingkuhannya, ujungnya cuma bikin aib diri sendiri terbongkar dan keluarga besar malu."

From Bully to Love MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora