15. Bantu gue

3.9K 275 2
                                    

Wilson, Aditya dan Elang menatap Gavriel yang sedang sibuk berjalan mondar mandir di depan mereka bertiga. Sejak dua jam yang lalu, Wilson sudah memanggil mereka bertiga untuk datang ke ruang kerjanya yang ada di club ini. Andai saja Wilson tidak mengatakan bahwa ini darurat, Aditya pasti memilih untuk mengungkung dirinya dengan berkas-berkas pekerjaannya yang menggunung di rumah.

"Daruratnya sebenarnya apa? Nonton Gavriel mondar-mandir?" Tanya Aditya dengan rasa gemas yang sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi.

"Bukan, bukan itu."

Sambil memainkan pulpen di tangannya, Elang mulai menyahuti perkataan Wilson. "Terus apaan?"

"Si Gavriel mau ke Bontang."

"Ngapain dia ke sana? Sudah dikasih tahu buat lupain aja si Gadis terus nyari janda, ngeyel," kata Elang sambil mulai melempar pulpen yang ada di tangannya ke arah Gavriel agar temannya itu berhenti berjalan mondar mandir.

Lemparan pulpen dari Elang sukses membuat Gavriel berhenti mondar mandir dan kini ia membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arah teman-temannya.

"Lo bertiga harus bantu gue!"

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Ketiga laki-laki itu langsung terdiam dan menatap Gavriel dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana bisa mereka harus ikut campur urusan rumah tangga orang lain yang tidak mereka kenal. Lagipula Gavriel tidak memiliki hubungan yang baik dengan Gadis. Meskipun mereka ingin menolak, tapi melihat bagaimana Gavriel yang berubah menjadi 'perjaka' lagi sejak Gadis menikah dengan Pradipta membuat mereka mengurungkan niatnya itu. Mereka yakin perasaan Gavriel ke Gadis bukan perasaan kacangan yang mudah dilupakan begitu saja.

"Bantuin apa?" Tanya Aditya hati-hati.

Gavriel tahu bahwa mungkin ini adalah permintaan tergila yang bisa dia ucapkan, tapi ia tidak memiliki pilihan dan cara lain untuk mengejar Gadis ke Bontang.

"Gue pinjam private jet lo besok pagi bisa enggak?"

Bukan Aditya yang terkejut dengan permintaan Gavriel, tapi justru Wilson dan Elang. Karena selama mereka berteman, tidak pernah sekalipun Gavriel mengajukan permintaan aneh seperti ini.

"Orang mah pinjam duit, ini pinjam private jet. Sungguh anti mainstream bener teman gue satu ini," Ucap Elang yang membuat Wilson menyenggol tangannya agar ia menutup mulut sampahnya itu.

"Buat apa?" Tanya Aditya pelan namun seakan pertanyaan yang meluncur dari bibirnya mengandung maksud agar Gavriel menerangkan kepadanya tentang semua ini.

"Nyusul Gadis ke Bontang. Gue takut dia nekat waktu lihat suaminya serumah sama selingkuhannya."

"Itu sudah bukan dalam kapasitas lo untuk ikut campur. Biarkan Gadis meluapkan apa yang selama ini dia pendam. Lo kira enggak sakit apa diselingkuhin dari sebelum nikah?"

Apa yang dikatakan Aditya memang ada benarnya, tapi kali ini rasanya jika ia membiarkan Gadis tanpa pengawasan, sungguh membuat hatinya tidak tenang.

"Kali ini gue setuju sama Adit. Biarin aja si Gadis melek sama kelakuan suaminya."

"Gue takut kalo Gadis nyerang Rachel, dan Dipta enggak terima dengan semua itu. Kalo nanti Gadis diapa-apain sama Dipta gimana? Lo pada tahu sendiri gimana ngerinya tingkat KDRT di jaman sekarang."

Aditya menghela napas panjang dan ia anggukkan kepalanya.

"Bukan gue enggak mau pinjamkan, tapi lagi disewa orang buat ke Eropa. Baru balik seminggu lagi. Kalo lo sabar nunggunya, ya enggak pa-pa."

"Enggak bisa. Gue butuhnya besok pagi."

"Naik pesawat biasa aja kenapa sih?"

"Gue sudah cari dan tiketnya habis."

"Kalo begitu berarti memang Tuhan melarang lo buat ikut campur dalam masalah rumahtangga Gadis sama Dipta. Sudah, gue mau turun duluan."

Setelah mengatakan itu, Aditya memilih untuk berdiri dari sofa yang ia duduki dan segera berjalan keluar dari ruangan ini. Saat hanya ada mereka bertiga di ruangan ini, kini giliran Wilson yang semoga saja mau membantunya.

"Wil?"

"Hmm..."

"Private jet tante Wati dipakai enggak?"

"Enggak tahu gue. Sejak gue lepas dari dia, gue sudah enggak pernah dengar kabarnya."

"Coba dong lo hubungi tante Wati demi gue. Gue beneran sudah mentok sekarang."

"Demi harga diri gue, gue mending beliin tiket pesawat buat lo semahal apapun tiket itu."

Seperti Aditya, Wilson juga memilih keluar dari ruangan ini. Elang yang melihat itu memilih mengikuti Wilson. Jangan sampai dirinya yang akan menjadi tempat terakhir Gavriel meminta tolong untuk hal yang sebenarnya bukan urusan mereka sama sekali.

Saat dirinya hanya sendirian di ruang kerja Wilson, Gavriel mulai membuka handphone miliknya. Ia mencari nomer telepon Gadis. Sayangnya saat ia menemukan nomer perempuan itu, tangannya begitu berat untuk menyentuh tanda telepon. Pergolakan batin Gavriel begitu berat malam ini. Ia tahu bahwa teman-temannya memang menginginkannya untuk melupakan sosok Gadis. Sayangnya ia tidak bisa, karena Gadis adalah perempuan pertama yang  membuatnya salalu ingin menggoda sekaligus tertantang untuk menunjukkan apa yang terbaik dari dalam dirinya.

Salah dirinya karena beranggapan jika Gadis harus melihat sifat buruknya terlebih dahulu sebelum melihat kelebihan yang ada pada dirinya. Ternyata hal ini juatru membuat Gadis jauh darinya hingga anti-pati terhadapnya.

Hampir setengah jam Gavriel memikirkan apa yang bisa ia bicarakan dengan Gadis tapi tidak kunjung ia temukan, akhirnya Gavriel memilih menutup handphone miliknya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Ia keluar dari ruangan ini dengan rasa kecewa, kalah dan tentunya tak memiliki harapan lagi.

Ia hanya bisa berdoa dan berharap jika apapun yang terjadi besok, semoga saja Gadis tidak akan kehilangan kewarasannya sebagai seorang perempuan. Karena sejatinya bukan hanya Rachel yang bersalah. Pradipta memiliki andil lebih besar dalam melakukan kesalahan. Andai saja ia bisa realistis melihat kehidupan ini, mungkin saja hal ini tidak akan menjadi masalah yang rumit.

***

Malam ini ketika baru saja mobil Gavriel berhasil terparkir sempurna di garasi rumah, perasaannya justru semakin campur aduk. Bukannya segera turun dari mobil, ia justru melajukan mobilnya kembali menuju ke club malam. Selama perjalanan menuju ke club malam, ia berkali-kali menghubungi Aditya namun tak kunjung diangkat. Opsi kedua yang bisa ia hubungi adalah Wilson dan dari apa yang Wilson katakan bahwa mereka masih ada di club sudah cukup untuk membuat Gavriel merasa tenang dalam berkendala malam ini. Ia meminta Wilson untuk menahan Aditya di club hingga ia sampai di sana.

Saat sampai di club, Gavriel segera keluar dari mobil dan berlari menuju ke pintu masuk. Untung saja saat ia sudah di dalam, ia bisa cepat menemukan teman-temannya itu sedang bersama di meja bar. Tanpa banyak berbicara, Gavriel segera mendekat dan mengajak Aditya untuk keluar terlebih dahulu. Melihat bagaimana ekspresi Gavriel, Aditya memilih mengikuti kemauan temannya itu.

"Kenapa lo ngajak gue ke sini?" Tanya Aditya ketika Gavriel mengajaknya menuju ke area parkir.

"Gue pinjam kalo perlu sewa helikopter yang sering lo pakai ke kantor buat sehari aja. Bisa enggak?"

Aditya memilih diam dan memikirkan permintaan Gavriel. Sebenarnya ia tidak setuju dengan permintaan Gavriel ini tapi melihat bagaimana temannya ini sangat berharap akhirnya Aditya menganggukkan kepalanya.

"Jam sepuluh pagi besok, lo langsung ke helipad yang di atap gedung kantor lo."

Setelah mengatakan itu, Aditya memilih berjalan menuju ke arah mobilnya di parkirkan. Meskipun sedikit kesal dengan alasan kenapa ia diundang datang ke tempat ini hanya untuk mendengar temannya ini mengeluhkan tentang istri orang, tapi ia tidak bisa berbuat banyak. Toh ia sendiri juga kalang kabur mencari pacar pertamanya yang sudah menghilang selama sepuluh tahun tanpa ada kabar sama sekali.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now