61. Jadi Saksi Persidangan

4.1K 500 34
                                    

Selamat sore teman-teman...
Mohon maaf, ya... Mamak mungkin enggak update 1-2 hari ke depan karena tole sedang demam.

Nanti kalo sudah mendingan mamak update lagi.

Terimakasih dan selamat membaca 😘

***

Gavriel mencoba menarik napas dalam-dalam dan pelan-pelan ia embuslan perlahan. Beberapa kali ia melakukan hal itu hingga dadanya yang terasa sesak dan jantungnya yang berdegup di atas normal kembali stabil. Alena yang duduk disebelahnya tidak henti-hentinya memegang lengannya. Dari telapak tangan Alena yang menempal pada tangannya saja Gavriel bisa tahu jika Alena sedang berkeringat dingin.

Kini saat dirinya dan Alena diminta masuk ke ruang sidang, pelan-pelan Gavriel berdiri diikuti Alena. Melihat Alena yang tampak panik, Gavriel mencoba menenangkannya.

"Enggak usah takut, Len. Kita ini cuma mau jadi saksi persidangan cerai bukan jadi terdakwa."

"Mules gue, Gav."

"Tahan dulu. Sekarang kita masuk."

Alena menganggukkan kepalanya. Ia lepaskan tangannya yang memegang tangan Gavriel. Sadar bahwa orang-orang akan memperhatikan dirinya dan Gavriel ketika masuk ke ruang sidang ini, Alena memilih untuk mengangkat pandangannya. Setakut-takutnya dirinya, ia tetap harus terlihat berani. Jangan sampai ia memperlihatkan kegugupannya.

Kala mereka memasuki ruang sidang, suasana begitu sunyi. Hanya arah tatapan mata orang-orang yang hadir di tempat ini yang mereka dapatkan. Andai tidak ada Gavriel yang berjalan di sampingnya, Alena pasti sudah lari tunggang langgang dari ruangan ini. Ia berharap cukup sekali dalam hidupnya ia berada di pengadilan agama terlebih ruang sidang pengadilan agama.

Begitu ia dan Gavriel duduk, dirinya dan Gavriel diambil sumpahnya untuk mengatakan yang sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Saat petugas itu menanyai Gavriel terlebih dahulu, ada rasa lega yang tidak bisa digambarkan di dalam diri Alena.

"Selamat pagi," Sapa Hakim ketua itu sambil tersenyum ke arah Gavriel dan Alena. Namun sepatah katapun tak keluar dari bibir Alena. Untung saja Gavriel masih bisa menjawabnya.

"Selamat pagi, Yang Mulia."

"Nama saudara?"

"Gavriel Erlando."

"Pekerjaan?"

"Karyawan Swasta."

"Bisa lebih spesifik lagi?"

"Saya karyawan di sebuah bank swasta."

"Baik. Apakah saudara mengenal penggugat dan tergugat?"

"Saya mengenal Gadis karena kami sempat satu kantor selama lima tahun di Jakarta."

"Kalo dengan penggugat?"

"Saya tidak mengenal beliau, hanya sekedar tahu jika bapak Pradipta adalah mantan pacar kenalan saya senelum menikah dengan Gadis."

"Apa saja yang saudara ketahui tentang hubungan penggugat dan tergugat?"

Kini mau tidak mau Gavriel harus mulai mengingat semuanya dari awal. Mungkin Gadis pun akan terkejut mendengar kenyataan ini. Katena tidak senua hal yang akan ia ungkapkan ini diketahui oleh Gadis.

"Tiga tahun yang lalu saat saya mampir ke rumah kenalan saya yang bernama Rachel, dia meminta saya mendengarkan curahan hatinya. Awalnya saya hanya bertindak sebagai seorang kenalan yang baik dengan mendengarkan curhatannya tentang mantan kekasihnya yang memilih menikahi perempuan lain. Saya cukup terkejut kala meliaht undangan pernikahan mantan pacar Rachel yang ternyata adalah calon suami Gadis. Dari sana, Rachel meminta saya mengantarnya ke Solo untuk menghadiri pernikahan ini. Saya kira hubungan mereka telah berakhir tapi nyatanya salah besar. Saya melihat mereka bertemu di taman dekat kolam renang hotel. Karena saya merasa saat itu belum terlambat untuk Gadis memikirkan lagi keputusannya untuk menikah, saya ajak dia untuk mengintip pembicaraan Rachel dan Pradipta."

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang