68. Bilang saja demi Gadis

3.9K 521 14
                                    

Group Lapak Dosa

Elang : Gav, si Lean mau bicara sama Bundanya. Bisa enggak lo kasih nomer telepon Gadis ke gue?

Wilson : Jangan dikasih, Gav. Siapa tahu itu cuma modusnya si Elang aja buat  nikung lo karena dia sudah diuber masalah nikah sama keluarga besarnya.

Elang : Berapa kali gue harus bilang sih sama lo kalo Gadis itu bukan tipe ideal gue buat dijadikan pasangan!

Aditya : Kali ini gue setuju sama Wilson. Jangan lo kasih nomer telepon Gadis ke Elang kalo lo enggak mau punya saingan baru.

Elang : Lo berdua beneran, ya tega sama gue. Kalian belum pernah ngerasain punya bocil mogok enggak mau berangkat sekolah karena kangen sama emaknya.

Wilson : Nikmatin aja. Lagian nanti sore juga Gavriel pulang kerja sudah langsung jemput Lean 'kan?

Elang : Iya, sih. Tapi Lean sudah enggak sabar mau ngobrol sama Gadis. By the way, si Gavriel ke mana sih? Yang gue cariin dia, yang nyaut malah lo berdua.

Wilson : Ya masih kerjalah. Salah lo kalo cari dia di jam kerja kantor begini.

Elang : Nyatanya si Adit masih bisa nimbrung aja padahal enggak diajakin.

Wilson : Beda kasta, Bro... Si Adit mah mau rebahan seumur hdiup juga duit dia yang kerja.

Elang : Sempurna benar hidup teman gue yang satu itu.

Wilson : Enggak juga. Nyatanya ujiannya tetap ada tapi gimana mau gue sebut ujian kalo ternyata yang buat perkara diawal dia sendiri. Giliran ditolak mentah-mentah sama Hanna, dia ngakunya Tuhan enggak adil, Tuhan enggak sayang dia. Dunia kejam ke dia. Beneran pingin gue pukul kepalanya biar dia sadar kalo omongannya itu ngawur.

Elang : Sebut saja dia kufur nikmat. Soalnya belum pernah ngerasain duit lima puluh ribu buat makan seminggu plus beli bensin.

Aditya : Terus-terusin lo berdua menghina gue. Gue doain lo berdua bakal merasakan apa yang gue rasakan sekarang. Awas aja kalo itu sampai kejadian dan lo berdua nangis-nangis di depan gue.

Gavriel yang membaca isi Group Lapak Dosa miliknya dengan ketiga temannya itu hanya bisa tersenyum. Dirinya tidak sempat mengecek handphone khusus urusan pribadinya ini selama jam kerja berlangsung. Kini saat jam menunjukkan pukul enam sore, Gavriel segera keluar dari ruang kerjanya. Saat sampai di dekat lift, dirinya bertemu dengan Alena yang sedang menunggu pintu lift terbuka.

"Tumben Len baru balik? Biasanya juga lo penganut aliran teng go."

"Kerjaan gue banyak, maklum menjelang akhir bulan. By the way, lo enggak lupa buat jemput si Gadis 'kan di Bandara?"

"Enggak, lo tenang aja. Gue mau jemput Lean dulu baru ke bandara nanti."

Mendengar nama anak itu disebut, Alena langsung tertawa. Tidak perlu bertanya kenapa Alena sampai seperti ini. Tentu saja karena orangtua Gadis yang sudah beberapa kali menghubunginya sekedar menanyakan apa yang disukai anak itu. Mereka tidak berani bertanya kepada Gadis karena Gadis akan langsung marah dan menganggap kedua orangtuanya terlalu berlebihan untuk menyambut kedatangan Leander.

"Serius kalo si Lean apa aja mau? Tante Yanti soalnya telepon gue lagi tadi siang buat memastikan semua."

"Iya. Lean bukan anak yang terlalu pilih-pilih soal makanan. Dia apa aja bisa makan asal enggak pedas."

"Kacang bisa makan?"

"Bisa, dia enggak ada alergi. Tolong bilang sama Tante Yanti buat enggak tanyain di mana orangtuanya Lean ke Lean langsung. Kalo ada yang tanya hal kaya gitu, Lean suka langsung murung."

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now