23. Lebih cepat satu langkah

4K 376 16
                                    

Alena memilih menyembunyikan wajahnya dibalik koran yang pura-pura sedang ia baca. Ia memilih memperhatikan Rachel dari jauh sejak ia akan memasuki kamar hotel setelah cek-in. Tidak ia sangka jika selingkuhan suami Gadis ini akan menginap di hotel yang sama dengan dirinya. Tidak mau melewatkan moment penting, ia memutuskan tidak kembali ke rumah sakit. Kini ia sudah duduk di coffe shop dan memperhatikan Rachel yang duduk diam sendirian di sini.

"Aku ada di coffe shop dekat hotel. Kamu ke sini aja."

"..."

"Enggak usah. Aku enggak lapar."

Alena mencoba untuk memikirkan siapa yang sedang bertelepon ria dengan Rachel kali ini. Semakin ia memikirkannya, semakin ia yakin bahwa itu adalah Pradipta. Apa yang ia pikirkan ini menjadi kenyataan beberapa menit setelahnya. Alena melihat Pradipta masuk ke coffe shop ini seorang diri dengan penampilan rapi.

"Wah, laki-laki edan. Bini lo di rumah sakit, bisa-bisanya lo malah ketemu sama perempuan ini di sini?" Ucap Alena di dalam hati.

Andai saja bisa, Alena ingin menyiram Pradipta dengan kopi yang ada di atas mejanya agar ia sadar.

"Dari mana?"

"Habis dari kantor."

Alena harus memasang telinganya baik-baik karena dua orang yang duduk di dua meja yang ada di depannya ini mulai mengobrol.

"Kamu enggak cari Gadis?"

"Sudah. Aku tahu dia ada di rumah sakit, tapi aku enggak bisa ke sana sekarang. Dia sama teman-temannya."

"Lebih baik kamu segera minta maaf sama dia. Apa yang kamu lakukan ke dia sudah keterlaluan."

"Aku enggak tahu apakah perbuatanku pantas untuk dimaafkan. Sebagai suami aku rasa kali ini aku sudah sangat keterlaluan."

"Kalo ada kata yang lebih pantas dari keterlaluan, itu tepat buat kamu, Dip. Di saat istri kamu sendiri kondisinya belum kamu pastikan, kamu bisa ke kantor."

"Deadline pekerjaan hari ini harus aku selesaikan. Tadi aku tinggal waktu kamu minta aku balik ke rumah."

"Kamu tahu enggak apa yang aku pikirkan sejak tadi?"

"Hubungan kita."

"Bukan. Bukan itu, Dip. Aku takut Gadis bisa mendapatkan rekaman CCTV di rumah. Kalo dia sampai dapat rekaman CCTV itu, habis sudah riwayat kamu. Enggak cuma kasus tindakan KDRT yang bisa Gadis laporkan tapi juga perzinahan."

"Kamu tenang aja. Aku sudah telepon orang untuk menghapus rekaman lalu merusak CCTV di rumah."

Kedua mata Alena langsung melebar. Kini yang harus ia lakukan adalah menghubungi Gadis dan memberitahukan semua ini. Pelan-pelan Alena beranjak dari kursinya dan keluar dari coffe shop ini. Ia berusaha menghubungi nomer telepon Gadis namun tak aktif. Di handphone miliknya justru Gavriel yang menghubunginya sejak tadi.

Tak banyak berpikir lagi, Alena segera menghubungi Gavriel yang untung saja langsung diangkat di deringan ketiga.

"Gav, lo lagi sama Gadis enggak?"

"Enggak. Gue lagi on the way ke rumah Gadis buat ambil rekaman CCTV."

"Mampus..."

"Why?"

"Gue dari tadi ngintilin Rachel sejak di hotel sampai di coffe shop. Ternyata si Dipta udah nyuruh orang buat hapus rekamannya."

"What?"

"Iya. Lo enggak salah dengar. Cuma gue enggak tahu orang itu sudah jadi hapus atau belum. Lebih baik sekarang lo buruan sampai ke rumah Gadis. Gue tunggu di sini. Nanti gue telepon lo kalo Pradipta sama Rachel cabut, jadi lo harus cabut juga dari sana."

"Okay, Len. Thanks informasinya."

Setelah menutup sambungan telepon dengan Alena, Gavriel meminta supir taxi itu untuk menambah kecepatan. Tidak sampai 10 menit setelahnya, Gavriel sampai di rumah Gadis.

Saat mencoba membuka pintu dan ternyata dikunci, Gavriel menggeram. Ia lupa meminta kunci utama rumah ini dari Gadis. Ia coba menghubungi Gadis yang ternyata nomernya masih tidak aktif. Mencoba berpikir cepat, hal yang Gavriel lakukan adalah mencari kunci di bawah keset rumah, saat tidak menemukannya, ia mencari di pot bunga yang ada di dekat pintu. Ia tersenyum kala mendapatkan apa yang ia cari.

Kini Gavriel segera membuka pintu rumah dan masuk. Segera saja ia masuk ke kamar yang tadi Alena masuki. Menurut infromasi dari Gadis, ia bisa mengambil bukti rekaman CCTV itu di sana. Untung saja Gadis memberikan password dan saat ia mengeceknya rekaman dari tiga hari yang lalu masih utuh. Sambil menunggu proses ia meng-copy bukti rekaman CCTV ini, Gavriel memilih untuk ke dapur dan mencari makanan. Begitu membuka kulkas, Gavriel menggelengkan kepalanya karena isi kulkas yang hanya berisi makanan instan. Akhirnya Gavriel memilih mengambil sebotol air mineral lalu kembali ke ruang kerja Pradipta. Saat sampai di sana. Ia melihat proses peng-copyan yang hampir selesai. Sambil menunggu, ia memilih menbuka-buka laci. Siapa tahu ia menemukan sesuatu yang bisa ia berikan kepada Gadis untuk bukti tambahan.

Beberapa laci Gavriel buka dan tidak ia temukan sesuatu yang mencurigakan hingga akhirnya ia menemukan sebuah map yang bertuliskan nama perusahaan tempat Pradipta bekerja. Ketika ia membukanya, bukti-bukti invoice tagihan hotel hingga nota pembayaran makan dan lain-lain ada di sana. Persetan jika ini nantinya akan Pradipta claim di kantornya. Setidaknya ia akan membawanya terlebih dahulu untuk ditunjukkan kepada Gadis. Siapa tahu dari sekian bukti pembayaran dan invoice ini ada yang mengarah pada acara 'liburan bersama'. Bukan rahasia umum baginya jika beberapa rekan kerjanya justru menjadikan acara tugas luar kota untuk berlibur bersama ani-ani simpanannya. Jika pun tidak, terkadang mereka akan menyewa seorang wanita penghibur.

Setelah memasukkan map berisi invoice dan nota itu ke dalam tasnya, Gavriel segera mengecek proses peng-copyan CCTV itu yang ternyata sudah berhasil. Kini ia segera mengambilnya dan mematikan komputernya.

Saat ia akan keluar dari rumah, tiba-tiba ada sebuah mobil yang masuk ke rumah ini. Melihat ada dua orang pria yang keluar dari mobil, Gavriel segera bersembunyi. Ia mencoba mengamati dua orang itu dari jendela. Mereka tampak menelepon seseorang sebentar dan tak lama setelahnya berjalan ke arah teras. Begitu dua pria ini masuk ke rumah dan langsung menuju ke arah ruang keluarga, cepat-cepat Gavriel keluar dari pintu. Secepat yang ia bisa, dirinya segera keluar dari rumah ini. Ia baru bisa menghela napas lega kala dirinya sudah sampai di taman yang ada di tengah-tengah perumahan ini.

Segera ia meng-order taxi online. Sambil menunggu taxi ini datang, dirinya mulai memikirkan apa yang akan ia lakukan setelahnya. Ia tidak mungkin di sini lebih lama lagi. Mungkin besok ia harus kembali ke Jakarta karena bagaimanapun juga ia memiliki tanggung jawab pada pekerjaannya.

Suara deringan telepon yang ternyata berasal dari Alena membuat Gavriel segera mengangkatnya.

"Buruan lo keluar dari rumah itu. Si Dipta sama Rachel sudah cabut."

"Lo sekarang lagi ikutin mereka?"

"Ya enggaklah. Gue enggak ada mobil. Buruan lo keluar dari sana."

"Gue sudah keluar. Gue sudah berhasil dapat rekaman itu. Ini lagi mau balik ke rumah sakit."

"Ya udah lo di rumah sakit jagain Gadis, gue balik hotel."

"What?"

"Kagak usah what whet what whet. Gue mau tidur di hotel. Capek gue hari ini. Lagian kamar gue satu lorong sama punya Rachel. Siapa tahu gue bisa dapat informasi lagi."

"Lo mau cari informasi apa?"

"CCTV di hotel. Siapa tahu Pradipta masuk ke kamar Rachel."

"Cerdas juga lo, Len."

"Dari dulu. Makanya lo buruan promosiin gue biar naik jabatan."

Gavriel tertawa dan ia segera menyudahi pembicaraannya dengan Alena di telepon karena taxi online yang ia pesan sudah sampai.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now