80. Aku Harus Tahu Keluarga Kamu Dulu

Start from the beginning
                                    

Secara cepat Leander langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau nasibnya sama seperti teman-teman sekolahnya yang sedikit diabaikan orangtuanya karena orangtuanya lebih banyak memperhatikan adik daripada teman sekolahnya. Teman-temannya yang memiliki adik bahkan harus puas jika hanya berjalan sambil digandeng sedangkan adik mereka berada dalam gendongan. Terkadang bahkan teman-temannya dipaksa harus mengalah kepada sang adik saat adiknya menginginkan mainan milik sang kakak.

"Nah, karena itu Ayah sama Bunda belum bisa tinggal satu rumah. Nanti kalo Lean sudah siap punya adik, Ayah baru boleh tinggal sama Bunda."

"Kalo begitu aku enggak pa-pa punya adik bayi asal Ayah sama Bunda tinggal serumah."

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik....

Baik Gadis maupun Gavriel sama-sama menelan salivanya mendengar hal ini. Rasanya semakin lama mereka berhenti berjalan, pembicaraan ini akan semakin gila saja.

"Ayo, kita jalan lagi. Takut Oma sama Opa keburu bobok," Ucap Gadis mencoba mengakhiri situasi ini.

Melihat Gadis yang berjalan, Gavriel segera mengikutinya sambil menggendong Leander. Ketika ia sampai di depan pintu rumah Gadis, ada sedikit rasa gugup yang dirasakannya. Sungguh, perasaan aneh ini kenapa harus muncul malam ini? toh dirinya datang ke rumah ini karena Gadis yang mengajaknya. Mungkinkah karena dirinya belum siap untuk bertemu kedua orangtua Gadis lagi?

Saat pintu terbuka, wajah Aryanti yang tampak terkejut melihat siapa yang mengetuk pintunya malam hari ini.

"Selamat malam, Tante. Maaf, mengganggu waktu istirahatnya."

Perkataan Gavriel membuat Aryanti tersenyum. "Oh, santai saja. Ayo, masuk. Biarin saja kalo si Gadis enggak mau masuk."

Gavriel memilih segera masuk ke rumah meninggalkan Gadis yang memilih berjalan dibelakangnya. Begitu Gavriel dan Leander sudah duduk di sofa yang ada di ruang tamu, Gadis segera meminta tas plastik hitam yang ada di tangan Gavriel.

"Ma, mau numpang nyuci bajunya Lean, ya?"

Aryanti tahu jika anak perempuannya ini masih sedikit marah kepadanya. Sayangnya ia tak peduli karena toh dirinya tak merasa bersalah telah mengumumkan jika Gavriel adalah calon menantunya kepada ibu RT tempat Gavriel tinggal. Seharusnya Gadis berterimakasih kepadanya karena ia telah memasang "CCTV hidup dan berjalan" sehingga Gadis bisa mengetahui bagaimana kehidupan Gavriel sebelum melangkah lebih jauh seperti saat dengan Pradipta.

"Silahkan, tapi nyuci sendiri, ya? Karena ini sudah bukan jam kerja," kata Aryanti sambil memberikan senyum penuh kemenangan karena ia tahu bahwa anaknya ini paling malas jika harus menyetrika.

Gadis akan dengan senang hati untuk mencuci piring, bahkan mencuci bajunya sendiri namun tidak untuk menyetrika.

"Tenang, Ma. Aku sudah bawa asisten yang akan bantu buat nyetrika. Ayo, Gav ikut ke belakang."

Gavriel menegang di tempat duduknya kala mendengar permintaan Gadis ini. Aryanti seakan kehilangan momment untuk menginterogasi Gavriel tentang banyak hal sebelum memantapkan pilihannya. Bagaimanapun juga ia tak mau anaknya menjanda terlalu lama kala sudah ada laki-laki yang bisa menerima semua masa lalunya dengan ikhlas. Lagipula semakin tua usia Gadis, tentunya pilihan akan semakin sedikit. Kalopun ada terkadang statusnya juga sudah duda. Jadi Gavriel adalah sebuah pilihan yang paling tepat untuk Gadis meskipun tidak disadari oleh Gadis sendiri.

"Ayo, Gav...," Ucap Gadis yang mulai terdengar tidak sabar.

Bukannya langsung berdiri, Gavriel justru bertanya kepada Leander apakah anak itu mau ikut atau tidak. Ketika Lean memilih tinggal di ruang tamu bersama dengan Aryanti, maka mau tidak mau Gavriel menitipkannya kepada Aryanti. Saat Aryanti tidak keberatan, maka Gavriel segera berdiri dan mengikuti Gadis untuk memasuki rumah ini lebih dalam lagi. Jika kemarin ia hanya masuk sampai ruang makan, maka kali ini, Gavriel bahkan sudah melewati dapur untuk menuju ke ruang cuci pakaian.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now