69. Yang penting kalian baik-baik saja

Comenzar desde el principio
                                    

Hanya dengan melihat sosok Leander yang berlari ke arahnya, Gadis segera berdiri. Siapa sangka jika ia juga langsung berlutut untuk menyambut anak laki-laki itu. Senyum bahagia tampak menghiasi wajah Gadis kala Leander merangkul lehernya dengan kedua tangan mungilnya.

Gadis mencoba menghirup aroma tubuh Leander yang bercampur dengan aroma parfum bayi itu. Perpaduan wangi lembut bayi yang menyapa indra penciumannya kali ini. Gadis merasa beban berat yang menindih hatinya hampir dua minggu ini musnah sudah hanya dengan pelukan dari Leander. Saat Leander mengurai pelukannya, Gadis merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Benar juga kata orang jika pelukan bisa meredakan stress, tapi tidak mungkin juga ia akan memeluk Leander semalaman.

"Maaf ya, Bun kalo aku sama Ayah telat datangnya."

"Hmm... enggak pa-pa. Yang penting kalian baik-baik aja sampai sini," kata Gadis ramah sambil membelai rambut Leander.

Kini Gadis segera kembali berdiri kala melihat Gavriel sudah berdiri di dekatnya. Ia tatap laki- laki yang sejak semingguan ini intens menghubunginya setiap malam setelah pulang dari kantor. Siapa sangka jika Gavriel bisa terlihat baik-baik saja setelah masalah penggelapan uang nasabah yang dilakukan teller di kantor terjadi beberapa hari lalu. Jika Alena tidak menceritakan kepadanya, mungkin saja Gadis tidak akan tahu. Sayangnya untuk bertanya langsung kepada Gavriel dirinya tidak sampai hati. Toh ia tidak memiliki kapasitas untuk bertanya lebih jauh apalagi jika itu menyangkut urusan kantor.

Saat Gavriel mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, meskipun sedikit canggung, Gadis mencoba menerima jabat tangan itu. Selesai berjabat tangan, Gavriel langsung menarik koper cabin size milik Gadis.

"Sorry, Dis kita telat sampai sini."

"Enggak pa-pa, Gav. Santai aja."

Gavriel sedikit heran kenapa Gadis bisa sesantai ini dan bahkan tidak terlihat kesal apalagi marah karena ia telat sampai di bandara. Jika mengingat bagaimana tabiat Gadis dulu dan diandingkan dengan saat ini sungguh sangat bertolak belakang. Bahkan sepanjang jalan tol yang macet karena tabrakan beruntun yang terjadi tadi antara truk dengan beberapa mobil pribadi, Gavriel sudah menyiapkan penjelasan yang mungkin bisa meredam amarah Gadis. Tapi sepertinya semua usahanya itu sia-sia kala Gadis sama sekali tidak terlihat marah apalagi ingin tahu tentang alasannya sampai datang terlambat di sini. Bukannya bersyukur dengan yang terjadi saat ini, Gavriel justru merasa was-was. Bukankah perempuan yang tiba-tiba menjadi pendiam, tidak cerewet bahkan terkesan dingin justru salah satu tanda jika ia sudah merasa lelah dan tidak peduli lagi? Jangan, jangan sampai hal itu terjadi. Dirinya baru saja mulai berjuang untuk meluluh lantakkan hati Gadis, masa kini harus menyerah begitu saja. Gavriel tidak mau hal itu sampai terjadi.

Kini saat mereka sama-sama berjalan menuju ke arah parkiran mobil, Gavriel mencoba menanyakan kenapa Gadis lebih banyak diam daripada saat mereka berdua bertelepon saat malam hari? Situasinya saat ini seakan mereka baru pertama kali bertemu sehingga rasa canggung pun hinggap diantara mereka. Ah, sungguh tidak cocok sekali rasa canggung diantara mereka ini karena selama ini baik Gadis maupun Gavriel sudah sama-sama hafal sifat baik maupun buruk masing-masing.

"Dis?" Panggil Gavriel pelan yang membuat Gadis menoleh sekilas.

"Ya?"

"Kenapa kamu enggak tanya alasan aku sampai terlambat jemput kamu malam ini?"

Mendengar pertanyaan Gavriel ini, Gadis langsung menghentikan langkah kakinya. Ia langsung menghadap ke arah Gavriel yang terlihat sedikit cemas. Mungkin saja Gavriel tak tahu jika sejak ia menikah dengan Pradipta, ia banyak belajar tentang memaklumi bahkan memaafkan. Gadis juga belajar tidak menjadikan kesalahan-kesalahan kecil menjadi sebuah masalah dalam hubungan. Karena sejatinya semakin dewasa seseorang, orang itu akan memahami bahwa tidak seharusnya terlalu kepo dengan urusan pasangan jika pasangan kita tidak menceritakannya sendiri. Hal ini sejatinya bertujuan untuk membuat hati kita tenang dan tidak over thingking.

Wait, wait, wait... pemahaman apa yang baru saja terlintas di dalam kepalanya? Sepertinya malam ini otak Gadis sudah konslet karena telah berpikir terlalu jauh. Tidak, tidak... ia harus fokus pada apa yang ada saat ini. Dirinya tak boleh terbuai rayuan atau apapun itu yang meluncur dari bibir Gavriel karena hakim belum mengetuk palu bahwa dirinya dan Pradipta sudah resmi bercerai. Menurut Angela sidang putusan perceraiannya akan di lakukan minggu depan.

"Karena bagi aku, kamu sama Lean sampai di sini dalam keadaan baik-baik aja itu sudah lebih dari cukup. Aku enggak peduli sama lainnya"

"Ka... kamu enggak mau tahu alasannya?" Tanya Gavriel karena ia masih terkejut dengan jawaban Gadis yang diluar prediksinya ini.

Gadis tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Enggak, Gav. Kalo kamu memang berniat memberitahu alasan kenapa sampai kamu terlambat, aku sangat berterimakasih. Jika tidak pun aku tetap tidak akan mempermasalahkannya. Aku bersyukur karena kalian berdua baik-baik saja sampai di tempat ini tanpa kurang satu apapun."

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Gavriel hanya bisa diam dengan mulut sedikit terbuka. Gadis yang melihat seorang Gavriel sampai kehabisan kata-kata seperti ini justru tertawa. Bertahun-tahun dirinya mengenal Gavriel, baru kali ini Gadis melihat Gavriel seakan mematung dan tak bisa berbicara apapun. Melihat Gavriel yang seperti ini, Gadis mencoba mengajak Gavriel untuk kembali berjalan.

Bagai kerbau yang dicolok hidungnya, Gavriel hanya menuruti apa yang Gadis minta kepadanya. Namun di dalam kepalanya, Gavriel sudah menuliskan sebuah catatan penting yang tidak boleh ia lupakan. Mulai saat ini dirinya yang harus lebih aktif menginformasikan tentang hal-hal yang membuatnya datang terlambat meskipun Gadis tidak bertanya alasannya.

***

From Bully to Love MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora