67. Tentang Rachel yang tidak kamu ketahui

Mulai dari awal
                                    

"Mbak... tolong jangan cerita ke Papa tentang masalah ini."

"Tanpa Mbak cerita pun Papa pasti juga bakalan tahu karena kantor kuasa hukum yang kamu pakai jasanya adalah langganan kantor pengacara keluarga kita sejak jaman dulu."

"Aku tahu kalo aku salah, tapi aku enggak bisa meninggalkan Rachel, Mbak. Mbak Susan enggak bakalan tahu rasanya menikah dengan orang yang enggak kita cintai. Itu rasanya benar-benar seperti di neraka. Apalagi aku harus berpura-pura mencintai Gadis. Aku merasa jadi laki-laki paling jahat di dunia karena membohongi dia sejak awal perkenalan sampai kita menikah."

"Dipta, hidup itu harus realistis. Kamu itu sangat beruntung menikahi Gadis tapi justru kamu buang dia begitu saja demi Rachel yang kemungkinan besar tidak jauh lebih baik daripada Gadis."

Pradipta terdiam, begitupula dengan Susan. Susan memilih melihat pemandangan sawah-sawah yang terlihat dari jendela kereta. Setidaknya melihat pemandangan ini bisa membuat emosinya yang mulai tidak terkontrol akan mereda. Cukup lama mereka terdiam hingga Susan memilih untuk mengatakan sebuah rahasia yang tidak diketahui oleh Pradipta sejak dulu. Andai saja ia tidak mendengar sendiri perkataan Rachel ini, mungkin dirinya tidak akan percaya.

"Dip?" panggil Susan pelan.

"Ya?"

"Kamu ingat saat Rachel datang pertama kali untuk kamu kenalkan sebagai pacar di keluarga kita dulu?"

Pradipta menganggukkan kepalanya. Ia masih ingat dengan jelas kejadian bertahun-tahun yang lalu itu. Kejadian di mana ia merasa kecewa dengan sikap keluarganya karena telah menolak Rachel mentah-mentah. Kejadian saat hari raya idul fitri itu begitu membekas hingga dirinya memutuskan untuk tidak mudik selama dua tahun. Sakit hati yang ia rasakan begitu dalam atas sikap keluarganya itu.

"Gimana aku akan lupa, Mbak. Karena hal itu, aku sampai enggak mudik selama dua tahun."

Susan menyunggingkan senyum sinisnya. "Kamu tahu alasan Mama dan Papa tetap tidak merestui hubungan kalian sampai akhir?"

"Karena keyakian kita berbeda."

"Tidak hanya itu saja. Kalo hanya soal keyakian, kalian bisa menikah di luar negri."

Pradipta merasa ada hal yang tidak ia ketahui selama ini dari perkataan Susan. Pasti ada yang disembunyikan dari dirinya.

"Apa ada hal yang tidak aku ketahui selama ini, Mbak?"

"Ada. Mbak terpaksa menyembunyikannya karena Mbak tidak memiliki kapasitas untuk berbicara. Kalopun Mbak mengatakannya, kamu tidak akan bisa percaya begitu saja. Mungkin juga kamu akan menganggap kami terlalu over protective. Selama ini kamu sudah dibutakan oleh cinta dan obsesi kamu sendiri ke Rachel. Bagi kamu dia yang paling berjasa hingga membuat kamu bisa meraih apa yang kamu impikan."

"Tolong bilang sama aku, Mbak."

"Rachel mengatakan kepada Mama dan Papa jika dia tidak mau tinggal seatap dengan keluarga kita meskipun kelak Mama dan Papa sudah tua. Dia juga mengatakan jika dirinya itu childfree. Dia tidak mau hidup terkekang karena memiliki anak. Memiliki anak akan menghambat aktivitasnya selain tanggungjawab yang besar seumur hidupnya."

Bibir Pradipta sedikit terbuka kala mendengar hal itu. Ia tahu jika Rachel memang tidak ingin memiliki anak, namun mengatakan hal itu secara gamblang di depan keluarganya tentunya akan menimbulkan efek yang sangat dahsyat di hubungan mereka. Mungkin ini salahnya karena tidak mengatakan kepada Rachel untuk merahasiakan semua ini telebih dahulu. Jika perlu seumur hidup tak perlu diungkapkan kepada keluarganya terlebih orangtuanya yang berharap dirinya akan memiliki anak sebagai penerus nama keluarga.  

"Rachel bilang begitu, Mbak?"

"Iya. Dia bilang begitu waktu kamu antar Tante Ermita balik ke hotel. Mungkin semua akan lain kejadiannya jika Rachel tidak mengatakannya secara gamblang di pertemuan awal dia bersama keluarga kita."

Pradipta hanya diam dan ia hanya bisa merutuki kebodohoannya dulu. Seharusnya ia tidak meninggalkan Rachel begitu saja sendirian bersama keluarganya. Andai ia mengajak Rachel untuk mengantar Ermita kembali ke hotel tentu hal ini tidak akan pernah terjadi. Mungkin pula ia tidak akan pernah menyeret Gadis masuk ke dalam pusaran hubungan rumitanya dengan Rachel dan keluarganya sendiri. Secara langsung maupun tidak langsung yang menjadi korban dan paling tersakiti dengan semua yang terjadi ini bukanlah orangtuanya namun Gadis yang tidak tahu apa-apa sejak awal. Dengan polosnya Gadis berharap jika pernikahan mereka akan berjalan dengan baik karena dipenuhi cinta dan kasih sayang. Siapa sangka jika dirinya adalah seorang suami paling jahat di dunia karena tega melukai perasaan istrinya yang sudah mau berkorban begitu banyak untuk rumahtangga serta keluarganya. Gadis mengubur semua cita-citanya demi mengabdikan diri sebagai seorang istri. Siapa sangka jika setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Cepat-cepat Pradipta menghapusnya sebelum kakaknya ini melihatnya. Penyesalan pun tak akan berguna untuknya saat ini. Nasi sudah menjadi bubur.

"Meskipun Gadis juga belum bisa memberikan kamu keturunan, tapi dia berusaha keras untuk melakukan promil dengan segala macam cara. Dia rajin mengunjungi klinik infertilitas meskipun kamu malas-malasan setiap kali diajak kontrol rutin bulanan. Gadis juga setia sama kamu meskipun tidak sedikit laki-laki yang melirik dia selama ini. Ditambah Gadis merupakan anak investor besar. Lepas dari kamu akan banyak laki-laki yang mendekati dia tanpa peduli statusnya yang seorang janda tanpa anak."

"Sebaik apapun Gadis, tetap saja dia bukan perempuan yang diciptakan Tuhan buat aku, Mbak. Aku sudah terlalu menyakiti dia teramat dalam. Dia pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari aku dalam segala aspek."

Susan menghela napas panjang. Ia tahu bahwa saat ini rumahtangga adiknya sudah seperti piring yang pecah. Tidak mungkin menyatukan mereka kembali seperti awal. Karena meskipun bisa disatukan tetap saja bekas luka itu ada dan nyata. Seandainya ia menjadi Gadis pun dirinya tidak akan mau kembali ke sisi Pradipta apapun alasan serta tawaran yang diberikan.

"Setidaknya kamu sekarang sudah tahu alasan sebenarnya kenapa Papa dan Mama tidak merestui hubungan kamu dan Rachel. Lebih baik jika kamu berencana meneruskan hubungan kamu kelak dengan Rachel, coba pikirkan ribuan kali lagi. Memang anak bukan tolak ukur kebahagiaan sebuah rumah tangga tetapi memiliki pasangan yang egois tidak akan menjadikan rumahtangga kamu bahagia dikemudian hari. Seumur hidup itu lama kalo hanya kamu saja yang mencoba mengerti tanpa dia juga berusaha mengerti keinginan kamu sebagai pasangannya."

Setelah mengatakan itu, Susan memilih segera berdiri dan berjalan meninggalkan adiknya sendirian. Ia membutuhkan kopi untuk membuat dirinya merasa lebih baik pagi ini. Lagipula meninggalkan Pradipta sendirian siapa tahu bisa membuka mata, hati dan pikiran adik laki-lakinya itu bahwa sampai kapanpun Rachel bukanlah pilihan terbaik untuk dijadikan pendamping hidup.

***

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang