65. Tamu yang tak diundang

Start from the beginning
                                    

"Ada apa?"

"I... itu, Ibu sedang marah-marah ke tamu yang namanya Susan."

Deg'

Jantung Gadis seakan berhenti berdetak sepersekian detik kala mendengar nama Susan disebut. Tanpa banyak mengulur waktu, Gadis segera berjalan menuruni tangga dan menuju ke arah ruang tamu. Di ruang tamu itu tampak sosok Susan yang tengah duduk di hadapan kedua orangtuanya.

"Kamu kira dengan kamu datang ke sini kami akan mencabut laporan KDRT yang dilakukan adik kamu? Jangan mimpi! Tawaran kamu, kami tolak! Kami tidak butuh uang itu apalagi usaha tambak orangtuamu."

"Papa hanya ingin masalah ini cepat selesai dan semua bauk-baik saja, Tante."

"Mana ada perceraian yang baik-baik saja?"

Susan memilih diam. Sepertinya pilihannya untuk datang ke rumah ini menemui Gadis dan keluarganya sia-sia belaka. Meskipun awalnya ia ragu jika semua ini akan berjalan dengan baik, tapi ia memilih mencobanya sesuai saran suaminya. Dengan apa yang ia dapatkan di rumah ini, Susan rasanya ingin mementung adik laki-lakinya. Karena kelakuan adik laki-lakinya, baik dirinya apalagi keluarga besarnya seakan tidak memiliki harga diri lagi di depan keluarga Gadis.

Melihat situasi yang semakin memanas dan tidak terkendali, Gadis segera berjalan mendekati Susan serta kedua orangtuanya.

"Mama!" Ucap Gadia dengan Nada sedikit keras.

Aryanti yang mendengar anaknya memanggilnya dengan suara sedikit tidak sopan langsung menoleh. Aryanti tidak peduli dengan wajah Gadis yang tampak tidak suka dengan caranya menyambut Susan di rumah ini.

"Kenapa? Kamu mau belain keluarga Pradipta?"

Gadis yang melihat Mamanya tetap emosi memilih menurunkan nada suaranya. Jika ia dan Mamanya sama-sama emosi yang ada justru akan memperkeruh keadaan saat ini.

"Bukan begitu, Ma. Kita bisa memperlakukan Mbak Susan lebih baik lagi. Tidak harus sampai seperti itu. Yang salah itukan Mas Dipta."

"Halah, Dis... Jangan kamu terlalu baik sama mereka kalo enggak mau diinjak-injak ujungnya."

Gadis mencoba mengabaikan Mamanya dan kini ia melihat ke arah Susan.

"Mbak, Maafin Mama. Apa ada hal yang ingin Mbak Susan bicarakan sama aku?"

Susan menganggukkan kepalanya.

"Kalo begitu kita bicara di luar saja, Mbak."

Susan segera meraih tasnya dan pamit kepada Sudibyo dan Aryanti. Ia mengikuti Gadis keluar dari rumah ini. Entah ke mana tujuan Gadis kali ini, yang pasti Susan mengikuti Gadis keluar dari pintu pagar rumah. Ternyata Gadis mengajaknya memasuki sebuah cafe yang ada di seberang jalan rumahnya. Begitu masuk ek cafe itu, Gadis langsung memesan dua es matcha boba. Kini sambil menunggu pesanan itu datang, Susan segera mengatakan tujuannya datang ke tempat ini.

"Dis?"

"Ya?"

"Mbak akan to the point saja."

"Itu lebih baik karena aku juga tidak punya banyak waktu."

"Tujuan Mbak datang ke sini karena tadi Mbak tidak berhasil bertemu dengan kamu setelah sidang."

"Okay, lalu?"

"Mbak datang ke sini karena Papa meminta tolong kepada Mbak agar membujuk kamu untuk mencabut laporan kepolisian atas kasus KDRT dan perzinahan yang dilakukan Dipta."

Gadis tersenyum sinis mendengar semua itu. Apa yang ia pikirkan nyatanya benar-benar sesuai dengan tujuan Susan datang ke rumahnya.

"Kalo kamu mau melakukan itu, Papa akan memberikan tambak udang di kota Banyuwangi untuk kamu."

"Kenapa enggak yang di Sidoarjo saja? Hasil yang di sana lebih besar daripada Banyuwangi."

"Kalo masalah itu, bisa kamu tanyakan sendiri kepada Papa. Lebih bagus kalo kamu mau menemui Papa meskipun hamya sebentar."

"Aku rasa tidak perlu, Mbak. Aku sudah menyampaikan apa permintaanku ke Angela selaku kuasa hukumku. Yang berhubungan dengan masalah perceraian ini bisa dikomunikasikan ke Angela langsung."

"Tetap saja kamu adalah ujung tombak pengambil keputusannya, Dis."

"Aku sudah sampaikan ke Angela apa kemauanku."

"Uang itu akan Papa berikan dalam bentuk usaha tambaknya di Banyuwangi. Jelas itu lebih menguntungkan buat kamu daripada sebatas uang semata."

"Lalu bagaimana dengan sertifikat rumah di Bontang? Aku mau itu jadi hak milikku setelah Mas Dipta menggasak semua isi berangkas pribadi."

"Dis, kalo kamu minta rumah itu, Dipta dapat apa? Bagaimanapun juga sebagian rumah itu dibeli dari hasil keringat Dipta selama bekerja di sana. Setidaknya beri dia kenang-kenangan dari hasil penjualan ruamh itu kelak."

"Kenapa aku harus memikirkan Mas Dipta? Saat Mas Dipta menggasak brangkas perhiasan aku di rumah saja dia tidak memikirkan bahwa ada beberapa barang turun temurun keluarga aku di sana. Lagipula dia menjualnya hampir tiga ratus juta. Anggap saja itu bagian dari penjualan rumahnya. Jadi rumah itu seluruhnya buat aku tanpa dibagi ke Mas Dipta lagi."

"Gadis...."

"Mbak Susan.... Aku belum selesai bicara."

"Okay, kamu sampaikan semuanya sekarang."

"Aku mau balik nama rumah itu dilakukan secepatnya. Aku tidak mau tambak itu karena aku tidak sempat mengurusnya. Lebih baik berikan aku uang sesuai dengan yang diminta Angela."

"Hanya itu saja?"

"Iya. Aku beri waktu lima hari kerja dihitung mulai hari ini."

Setelah itu Gadis memilih berdiri. Ia segera menghampiri waiters untuk mengambil minumannya dan membayar. Ia meminta waiters itu menyerahkan satu minuman es matcha boba itu kepada Susan. Setelah menyampaikan hal itu, Gadis segera melangkahkan kakinya keluar dari cafe ini.

Gadis sadar jika perilakunya ini jauh dari sopan, tapi dia sudah benar-benar muak. Siapa sangka jika Susan adalah orang yang menjadi penjamin Dipta hingga Dipta bisa bebas berkeliaran. Karena tindakan Susan ini Dipta pernah hampir menyeret Gadis ketika berada di Bontang.

Memang paling benar adalah meminimalisir hubungan dengan Dipta dan antek-anteknya sesuai dengan saran dari Angela. Kini Gadis harus segera pulang dan menelepon Angela. Ia harus menyampaikan tentang kedatangan Susan ke rumahnya dan tawaran gila Susan.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now