56. Menguntit Rachel

Start from the beginning
                                    

Kini Alena memilih untuk segera menuju ke parkiran mobil karena hanya itu satu-satunya cara untuk memastikan bahwa Rachel sudah pergi atau masih berada di tempat ini. Saat ia melewati sebuah toko pakaian anak, tidak sengaja ia melihat Rachel sedang memilih baju bayi. Ia menghentikan langkahnya dan segera merekamnya secara diam-diam. Alena berpura-pura sedang melakukan siaran di media sosialnya hanya untuk menunjukkan jika Rachel ada di belakangnya.

Sumpah...
Ini merupakan salah satu hal gila yang ia lakukan di hidupnya selain harus membeli cincin berlian mahal di saat ia sama sekali tidak membutuhkannya.

Kini saat Rachel sudah menuju ke kasir untuk membayar semua belanjaannya, Alena memilih untuk menyudahi live-nya. Baru juga ia akan memasukkan handphone miliknya ke dalam tas, tetapi sebuah panggilan dari Gadis masuk ke handphonenya. Segera saja Alena menjawabnya.

"Hallo, Dis?"

"Len, lo sudah pulang belum?"

"Belum."

Gadis yang mendengar suara berisik seperti Alena sedang berada di tempat keramaian menjadi menjauhkan handphone itu dari dekat telinganya.

"Len?"

"Hmm?"

"Beneran lo ada di kantor sekarang?"

"Nanti aja gue jelasin. Kalo lo mau ke rumah gue sekarang enggak pa-pa."

Setelah mengatakan itu, Alena segera menutup sambungan teleponnya dengan Gadis. Ia yang melihat Rachel sudah berjalan menuju ke parkiran mobil segera mengikutinya. Sambil mengikuti Rachel, Alena bertanya-tanya di dalam hatinya. Sebenarnya baju bayi untuk siapa yang Rachel beli? Apakah Rachel sedang hamil? Oh my God, tidak-tidak... Jika sampai Rachel hamil, Alena tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Gadis untuk yang kesekian kalinya. Gadis yang berjuang mati-matian untuk bisa hamil, tapi justru Rachel yang berhasil hamil anak Pradipta.

Saat mobil Rachel melintas di depan mobilnya, Alena segera mengikutinya dengan tetap menjaga jarak aman. Alena terus mengikuti Rachel hingga Rachel memasuki halaman sebuah hotel. Mengingat apa yang terjadi dulu, Alena pikir bahwa Rachel akan bertemu Pradipta. Kini ia segera mengikuti Rachel.

Saat Rachel menuju ke arah lift, mau tidak mau Alena juga melakukan hal yang sama. Ia baru mendekat ke arah lift kala Rachel sudah masuk ke dalam. Beberapa saat menunggu hingga lift itu kembali terbuka.

Saat seorang perempuan keluar dari dalam lift, Alena mencoba bertanya pada perempuan itu.

"Permisi, Kak."

"Ya?" Jawab perempuan itu sambil menghentikan langkah kakinya.

"Apakah kakak tadi bertemu dengan perempuan yang memakai dress warna salem modelnya seperti bajunya Marimar?"

Alena bisa melihat jika perempuan itu ingin tertawa mendengar pertanyaannya tapi ia tak peduli. Ia tak memiliki ciri-ciri lain selain mengingat baju yang sering dipakai Marimar di telenovela yang sering ia tonton di televisi ketika masih kecil dulu.

"Iya, tadi dia keluar di lantai lima."

"Oh, terimakasih informasinya, Kak."

Setelah mengucapkan terimakasih, Alena segera ngacir untuk memasuki lift. Beberapa saat menunggu di dalam lift, Alena mulai berpikir apa yang bisa ia lakukan di tempat ini. Begitu ia keluar di lantai lima, Alena mengedarkan pandangannya dan ternyata kosong. Tidak tampak sosok Rachel berada di koridor.

Alena merutuki kebodohannya ini. Satu-satunya jalan adalah menunggu Rachel hingga ia keluar dari kamar hotel. Tapi sampai kapan? Apa iya harus semalaman. Selama satu jam Alena mencoba berdiri dan menunggu di tempat ini. Ia tidak tahan lagi. Mau tidak mau ia harus segera memesan kamar di lantai ini dengan kartu kreditnya yang sebenarnya 'haram' untuk ia gunakan jika tidak dalam keadaan benar-benar darurat.

Kini saat Alena baru saja berjalan menuju ke arah lift kembali dan menunggu pintu lift terbuka, ia hanya bisa pasrah. Sepertinya malam ini ia hsrus bermalam di hotel ini. Saat pintu lift terbuka dan ia masuk, tiba-tiba ada yang menahan pintu lift untuk masuk ke dalam. Saat Alena mengangkat pandangannya, betapa terkejutnya dirinya saat melihat sosok Pradipta masuk bersama Rachel.

Daebak...
Sepertinya ia sedikit beruntung. Untung saja kali ini ia menggerai rambut panjangnya dan melepas blazer yang ia kenakan. Masker hitam tetap menutup wajahnya hingga membuat Rachel tidak curiga terhadapnya. Pelan-pelan Alena mencoba mengeluarkan handphone dan merekamnya diam-diam dari belakang tubuh dua sejoli laknat itu.

"Aku enggak menyangka jika perhiasan Gadis akan laku sebanyak itu."

"Uang itu sudah aku transfer ke rekening kamu."

"Kamu bisa ambil secukupnya, Hel."

"Tidak, aku tidak mau mengambil uang itu. Itu bukan hakku."

"Sebenarnya aku tidak berniat melakukan semua ini karena sebagian perhiasan itu sudah ada sejak kami belum menikah, tapi keegoisan Gadis menjual semua tabungan saham kami tanpa memberitahu apalagi membagi bagianku membuatku harus memberi dia pelajaran."

"Bagaimanapun juga dia berhak marah dan kecewa dengan semua yang terjadi ini."

"Ya, kita memang salah tapi bukan berarti Gadis berhak melakukan hal yang membuat orang lain menderita. Aku bisa ikhlas kalo harus kehilangan pekerjaan, tapi membuat keluargaku yang tidak ikut ambil bagian dalam kisruh ini hingga mereka shock bahkan Mama dan Papa sakit, rasanya aku enggak bisa diam begitu saja."

Ting....

Pintu lift terbuka, saat Rachel dan Pradipta langsung keluar begitu saja, Alena memilih untuk tidak mengikutinya lagi. Ia masih mencoba merekamnya untuk bukti kepada Banyu jika ia sudah membantu semaksimal yang ia bisa. Lagipula siapa tahu Gadis membutuhkan rekaman video ini untuk bukti sidang perceraiannya dengan Pradipta.

Merasa cukup untuk malam ini, Alena memilih segera pulang ke rumah. Rasanya ia membutuhkan waktu untuk berendam air hangat untuk menghilangkan rasa pegal di kakinya karena terlalu lama berdiri menunggu Rachel keluar dari kamar hotel.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now