53. Tetangga kepo

Mulai dari awal
                                    

Alena : ya enggak tahu, kok tanya saya.

Gavriel : thanks.

Alena mengernyitkan keningnya saat membaca balasan Gavriel ini. Kini ia menolehkan kepalanya dan tampak sosok Gavriel yang masih sibuk menatap komputer di depannya. Ya mau bagaimanapun juga target pencairan kredit nasabah bulan ini memang masih belum tercapai. Itu pula yang diyakini Alena membuat Gavriel topo bisu sore ini di dalam ruang kerjanya. 

"Siapa suruh jadi pimpinan susah kasih acc," Gumam Alena pelan.

Kini Alena memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Terlebih ia memiliki calon kreditur baru yang masih harus ia cek kelengkapan syarat kreditnya. Semoga saja boss-nya yang terkenal pelit memberikan paraf apalagi tanda tangannya itu tidak akan menyulitkannya untuk mencapai target bulan ini.

***

Gadis turun di depan halaman rumah Gavriel sore ini. Saat ia sampai di tempat ini, jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Tanpa membuang-buang banyak waktu, Gadis memilih berjalan ke arah teras dan duduk di kursi rotan yang ada di sana. Dari tempatnya duduk kali ini, ia bisa melihat beberapa penghuni kompleks ini yang sedang menyapu, menemani anak-anak bermain dan tentunya sesekali ada pedagang makanan lewat dengan menggunakan motor. 

"Arisan RT... Yuhu... Bu, ibu... Arisan." Suara teriakan yang terdengar cempreng di telinga Gadis ini membuatnya tersenyum. Tetapi karena ini tidak penting untuknya, Gadis memilih membuka laptop dan fokus pada berkas-berkas yang Angela sudah kirimkan lewat email kepadanya.

Siapa sangka jika di kompleks perumahan seperti ini justru akan ramai sekali para penghuni wanita yang beraktifitas di luar rumah saat sore hari. Berbeda dengan tempat tinggalnya dulu yang tergolong cukup sepi dan tidak setiap hari ia bertemu dengan tetangganya. Mungkin bertemu pun hanya saat mereka tidak sengaja akan pulang ke rumah atau berangkat ke kantor. Selebihnya Gadis tidak terlalu mengenal tetangganya yang kebanyakan adalah pekerja di perusahaan pertambangan. 

"Ini juraganku sudah kasih uangnya, Ti. Juraganmu gimana?"

"Tentu sudah langsung transfer ke bu RT. Mana percaya sama aku. Kalo dia dapat arisan saja uangnya disuruh langsung transfer juga bu RT."

"Juraganmu ribet dan pelit, ya? Coba kaya juraganku ini lho, Ti. Uang arisan full dikasih ke aku kalo dapat. Dia bilang dijadiin upah karena aku sudah jadi ART yang baik selama ini."

"Aku curiga, jangan-jangan juraganmu itu korupsi di kantornya? Apa masih ada juragan semurah hati itu sama karyawannya di jaman cari uang susah begini? Mau mudik dibeliin tiket pesawat, suamimu dibuatin usaha di kampung. Rumah juga direnovasi jadi bagus. Anak disekokahin sampai tinggi. Lha juraganku? boro-boro sebaik itu. Bayar gaji sama THR tepat waktu aja alhamdulillah."

"Jangan iri, ye... Namanya juga rezeki anak di kampung. Eh, pak Gavriel sudah titip belum sama kamu, Ti?"

"Belum, Sum. Coba kita ke rumahnya aja."

"Enggak ada orang, Ti kalo jam segini."

"Ada kayanya. Tadi aku lihat ada perempuan turun dari mobil sambil geret koper kecil. Siapa tahu itu istrinya. Yok, samperin."

Kini Suyati mengajak Suminah menuju ke rumah Gavriel yang tidak jauh dari lokasi mereka berkumpul. Saat sampai  di dekat halaman rumah Gavriel, mereka bisa melihat sosok Gadis yang sedang duduk sambil fokus menatap layar laptopnya. Suminah langsung mencekal tangan Suyati agar berhenti berjalan.

"Ti... Ti... Ti.... Itu siapa?" Bisik Suminah pelan di dekat telinga Suyati.

"Aku enggak tahu. Baru lihat sekali ini, Sum," Kata Suyati tidak kalah pelan dari bisikan Suminah.

"Enggak mungkin 'kan kalo itu pacarnya Pak Gavriel?"

"Memangnya  kanapa kalo pacarnya?" Suyati mulai menoleh ke arah Suminah dan menampilkan wajah penuh pertanyaan.

"Lha kok biasa banget, ya? Enggak cantik sama sekali. Jomplang sama tampang perjaka pujaan hati kompleks kita."

"Sing penting wedok tulen," Ucap Suyati yang mulai jengkel dengan perkataan Suminah.

"Apa ekspektasi aku yang ketinggian ya, Ti? Soalnya aku bayangin typenya pak Gavriel itu kaya Anya Geraldine atau Sophia Latjuba."

"Enggak sekalian mirip Sandra Dewi?"

Gadis yang tidak sengaja mengangkat pandangannya dan melihat ada dua orang yang sedang berbisik-bisik di dekat halaman langsung berdeham. Ketika dua orang itu sadar jika mereka telah kepergok berghibah, mau tidak mau mereka segera mendekat ke arah Gadis.

"Permisi, Bu."

"Ya?" Jawab Gadis sambil menutup laptopnya lalu berdiri.

"Saya ke sini mau nagih uang arisan RT pak Gavriel. Apa pak Gavriel sudah titip uang ke ibu?"

Gadis menggelengkan kepalanya.

"Waduh, ini gimana ya, Bu soalnya arisannya sudah mau dimulai."

Gadis menelan salivanya terlebih dahulu sebelum ia mencoba bertanya lebih jauh.

"Kalo boleh tahu, berapa uang arisannya?"

"Kalo uang arisannya seratus, terus untuk kas RT sebulan itu lima puluh ribu ditambah dana sosial lima puluh ribu."

"Jadi totalnya dua ratus ribu?" Ucap Gadis mencoba menyingkat waktu pembicaraan ini.

"Iya, Bu."

"Kalo begitu biar saya talangi dulu saja."

Suyati dan Suminah menganggukkan kepalanya. Sepertinya Suminah harus merevisi pendapatnya tentang sosok Gadis yang ternyata memiliki visual idaman para bule. Kulit eksotis, rambut panjang lurus dan tubuh yang cukup langsing.

Sambil menunggu Gadis yang membuka tasnya untuk mengambil dompet, Suminah sudah menyuarakan rasa ingin tahunya.

"Ibu ini siapanya pak Gavriel?"

Gadis yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa tersenyum. Kenapa juga ia harus mendapatkan pertanyaan seperti ini dari tetangga Gavriel? Sepenting itukah status hubungannya dengan Gavriel di mata tetangga lelaki itu?

"Temannya," Ucap Gadis singkat sambil mengulurkan dua lembar uang seratus ribuan kepada Suminah.

"Yakin teman aja?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Karena selain bu Ella, saya tidak pernah melihat perempuan datang ke sini, bawa koper lagi."

Somprett...
Gadis yakin bahwa dua orang wanita yang berusia 40 tahunan ini sedang berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya.

"Oh, saya hanya mampir saja buat ketemu pak Gavriel sebentar."

"Mampirnya sekalian menginap? Kalo iya, ayo daya ajak ke rumah pak RT buat laporan dulu."

Setelah mengatakan itu, Suminah langsung menggeret tangan Gadis dan mengajaknya berjalan menuju ke rumah pak RT yang ternyata tidak jauh dari rumah Gavriel. Andai saja Gadis diberikan waktu untuk membela dirinya, ia pasti tidak akan mau diseret seperti ini. Lagipula jika ia menolak dan menentang keinginan dua orang wanita ini, bisa-bisa ia akan diajak beradu jambak rambut dengan emak-emak. Tidak, tidak... Rambutnya terlalu berharga jika harus jatuh berguguran karena jambakan kedua emak-emak yang aneh ini.

***

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang