Hening. Tak ada yang bersuara lagi kali ini. Baik Alena ataupun Gadis sibuk dengan pikirannya masing-masing. Alena sibuk memikirkan bagaimana cara meminta maaf kepada Gavriel karena ia sudah keceplosan menginformasikan hal ini kepada Gadis. Padahal Gavriel sudah mengatakan jika ia harus menutup mulut sampahnya itu rapat-rapat terlebih jika berbicara pada Gadis. Gavriel tak mau Gadis merasa diawasi hingga tak memiliki kebebasan. Lagipula ia adalah orang asing di hidup Gadis yang tidak berhak melakukan hal itu.

Sedangkan Gadis sendiri justru berpikir bagaimana bisa Gavriel sampai rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk membayar bodyguard. Ia tahu gaji Gavriel yang ia dapat dari kantor setiap bulannya. Mungkin saja selama tiga tahun ini ada kenaikan namun pasti juga tidak signifikan. Membayar jasa bodyguard tentunya tidak murah. Lebih dari itu semua, kenapa Gavriel harus tidak jujur kepadanya tentang masalah ini? Gadis kira setelah perjalanan mereka ke Lembang kemarin, Gavriel akan bisa lebih terbuka dan jujur kepadanya. Apakah ia salah menilai mantan rekan kerjanya itu? Atau Gadis yang terlalu berekspektasi tinggi? Okay, ia harus menetralkan perasaannya. Ia harus ingat jika Gavriel bukan pasangannya yang harus berusaha mengerti tentang dirinya luar dalam apalagi selalu ada untuknya. Kalaupun  Gavriel jujur kepadanya, ia mungkin akan berterimakasih karena sudah memikirkan keamanan dirinya sejauh ini. Ia sendiri saja tidak terpikir untuk menyewa bodyguard.

"Gavriel sewa bodyguard buat gue?"

"I...iya, Dis. Tapi lo jangan bilang-bilabg ke Gavriel ya tentang masalah ini. Bisa 'kan lo janji sama gue buat hal yang satu ini?"

Gadis memutar kedua bola matanya dengan malas. Bagaimana ia harus diam sedangkan dirinya membutuhkan konfirmasi langsung dari Gavriel.

"Sorry, Len. Gue enggak bisa. Gue butuh penjelasan dari dia tentang sikap dan tindakannya ini."

"Ta... tapi, Dis..."

"Makasih banget buat informasinya. Nanti kalo gue sudah balik dari Bontang, gue akan langsung temui Gavriel di Jakarta."

Setelah mengatakan iti, Gadis segera menutup sambungan teleponnya dengan Alena. Ia mencoba mengabaikan panggilan Alena yang berkali-kali masuk ke handphonenya. Meksipun ia akan berbicara dengan Gavriel, ia pastikan bahwa Alena tidak akan menjadi kambing hitam karena informasi yang dibocorkan kepadanya secara tidak sengaja itu.

***

Gara-gara sikap Gadis semalam, pagi ini Alena menjadi karyawan paling rajin di kantor. Pukul tujuh pagi ia sudah duduk manis di kursi kerjanya. Semalaman ia tidak bisa tidur. Ia mencoba menghubungi Gadis yang mengabaikannya, begitupula dengan Gavriel yang tidak membaca pesannya bahkan menghubunginya balik setelah puluhan panggilan ia lanyangkan. Sial, dua orang ini memang cocok jadi pasangan paling laknat di hidup Alena. Ia tahu bagaimana sifat Gadis jika sudah bertekad dan ia juga tahu persis seperti apa Gavriel. Gavriel paling tidak suka kepada orang yang bermulut ember. Pria itu sangat menjauhi beberapa wanita di kantor yang hoby bergosip. Dan ini bukan lagi soal gosip, tapi ia sudah keterlaluan dengan membocorkan rahasia Gavriel kepada Gadis pula.

Gavriel yang biasa datang pagi ke kantor, pagi ini cukup tekejut karena sosok Alena menjadi orang pertama yang ia lihat di ruangan. Biasanya Alena termasuk karyawan yang datang mepet dengan jam kerja di mulai. Kenapa saat ini dirinya ada di sini sepagi ini?

"Kesambet dedemit mana lo, Len pagi-pagi sudah ada di kantor aja?" Suara Gavriel dari arah pintu masuk membuat Alena mengangkat pandangannya.

Akhirnya orang yang ia tunggu sejak tadi datang juga. Kini Alena segera berdiri dari kursi kerja yang ia duduki dan berjalan mendekati Gavriel.

"Gue enggak bisa tidur semalam. Lo ke mana aja?"

"Memangnya kenapa?"

"Pakai tanya lagi. Lo enggak buka handphone lo apa pagi ini?"

"Oh, handphone gue ketinggalan di rumahnya Elang. Baru pagi ini mau diantar ke sini. Memangnya kenapa?"

Mampus....
Alena langsung menelan salivanya kala mendengar pengakuan Gavriel ini. Pantas saja Gavriel masih bisa biasa saja kepadanya. Ia bahkan belum mengeluarkan sepasang tanduk merah tak kasat mata di kepalanya itu.

Gavriel yang melihat Alena memiliki ekspresi seperti orang yang baru saja ketahuan mencuri hanya bisa menatapnya dengan tatapan penuh keheranan.

"Muka lo kaya habis dipaksa makan kodok hidup-hidup, Len," Kata Gavriel lalu ia mulai melangkahkan kakinya untuk menuju ke ruang kerjanya.

Alena segera mengikuti Gavriel hingga akhirnya ketika Gavriel sudah masuk ke ruang kerjaanya, Alena segera masuk dan menutup pintu. Jangan sampai rekan kerjanya yang sudah mulai berdatangan curiga dengan pembicaraannya dan Gavriel pagi ini.

"Gav?" Panggil Alena pelan sambil berdiri di depan meja kerja Gavriel.

Sambil menghidupkan komputer di ruang kerjaanya, Gavriel hanya bergumam.

"Gue mau minta maaf," Kata Alena cepat hingga jika Gavriel tidak memasang telinganya baik-baik, mungkin saja ia gagal menangkap maksud perkataan Alena itu.

Mendengar ini, Gavriel langsung memfokuskan pandangannya kepada Alena lagi.

"Minta maaf? Minta maaf soal apa?"

"Semalam gue sudah keceplosan bilang sama Gadis kalo lo sewa bodyguard buat menjaga dia selama di Bontang."

Satu detik...

Dua detik....

Tiga detik...

Gavriel masih diam dengan tatapan yang sulit Alena artikan. Tatapannya antara percampuran rasa kaget dan mempertanyakan kebenaran ini.

"Lo bocorin semua ini ke Gadis?"

"Iya, Gav. Serius, gue enggak sengaja bilangnya."

Gavriel langsung memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pening karena informasi dari Alena ini. Melihat Gavriel yang tiba-tiba seperti ini. Bukannya menenangkan, Alena justru menyampaikan apa yang akan Gadis lakukan setelah sampai di Jakarta.

"Gav, Gadis bilang dia bakalan nyamperin lo kalo sudah sampai di Jakarta lagi."

"For what?"

"Mengkonfirmasi tentang semua ini langsung dari sumbernya."

Gavriel mencoba menarik napas dalam-dalam dan pelan-pelan ia embuskan perlahan. Pagi hari ini lengkap sudah penderitaannya. Di mulai dari handphone yang baru ia sadari jika tertinggal di rumah Elang dan ditambah informasi dari Alena ini. Gavriel hanya bisa berharap jika Gadis tidak berpikiran macam-macam tentang dirinya. Semoga nantinya Gadis bisa menyadari jika apa yang ia lakukan ini demi kebaikannya dan tidak ada maksud lainnya.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now