37. Tamu tak terduga

En başından başla
                                    

Gavriel langung melangkahkan kakinya untuk memasuki kamar dengan tipe presidential suite ini. Ia edarkan pandangannya untuk melihat kamar yang digadang-gadang berharga paling mahal. Ia tahu bahwa Gadis berasal dari keluarga old money, tapi ia tidak tahu jika perempuan itu bisa seboros ini mengingat bagaimana sederhananya Gadis dulu untuk ukuran anak orang kaya. Tidak ada ia menteng tas hermes, Bottega Veneta, Dior, Chanel serta teman-temannya. Mobilnya juga biasa saja. Pokoknya Gadis yang dulu adalah mbak-mbak SCBD pada umumnya. Apa yang ia pakai pun masih dalam tahap sesuai dengan gaji bulanan yang ia terima.

"Gue kerja sebulan sama harga kamar hotel lo semalam lebih mahal kamar hotel lo, Dis," Ucap Gavriel yang membuat Gadis tersenyum.

Ya, andai saja ia tidak harus menghabiskan uang dalam waktu singkat dan membuat suaminya kere mendadak, mana mungkin dirinya melakukan semua ini. Apalagi yang satu malam pertama dirinya justru tak menggunakan fasilitas hotel ini. Ia berada di rumah Gavriel. Jika tahu seperti ini, lebih baik ia memilih kamar yang biasa saja.

"Gue mau buat suami gue jadi kere mendadak dulu sebelum kita cerai."

Alena yang baru saja menghidupkan televisi segera menoleh untuk melihat Gadis. "Bukannya kemarin duitnya habis buat shopping di PI?"

"Itu 'kan duit dari jual saham. Gue bayar kamar hotel ini pakai credit card tambahan dari Mas Dipta. Awalnya iseng aja gue. Ternyata sama dia belum diblokir, jadi ya udah pakai aja sesuka jidat gue, toh tagihan bulan depan dia yang bayar."

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik....

Alena dan Gavriel langsung diam dan bibir mereka sedikit terbuka. Alena tidak menyangka jika Gadis serius dengan perkataannya untuk membuat Pradipta miskin mendadak, sedangkan Gavriel tak menyangka jika Gadis justru akan berubah menjadi wanita kejam. Padahal ia sempat mengira bahwa Gadis akan menangis hingga air matanya kering setelah suaminya ketahuan berselingkuh. Sepertinya ia telah salah besar dalam memprediksi hal ini.

"Jadi lo habisin limitnya?" Tanya Alena dengan nada penuh ketidakpercayaan.

"Ya begitulah."

"Kaya juga suami lo, Dis," Ucap Gavriel sambil mulai duduk di samping Alena.

Entah kenapa Gadis ingin tertawa mendengar komentar Gavriel ini. Mungkin saja kedua temannya ini akan pingsan jika tahu fasilitas apa yang orangtuanya berikan kepadanya saat masih lajang. Papanya memberikan amex black card sebagai hadiah ulang tahun ke 21-nya. Mengingat dulu ia bukan orang yang boros, maka kartu itu nyaris tidak pernah ia pakai sama sekali seumur hidupnya.

"Makanya gue bilang, Mas Dipta itu buang gue udah kaya buang batu berlian. Eh, tahunya dia mungut batu kali yang pernah dia buang."

"Sudahlah, Dis. Enggak usah diingat-ingat. Sesuai kata nasehat di dinding pinggir jalan, buanglah sampah pada tempatnya. Lagipula lo yang spesifikasinya kopi Starbucks masa mau disamain sama kopi instant rencengan. Enggak bisa begitu juga kali."

"Gue cuma enggak habis pikir sama sikap mas Dipta. Dia sama sekali enggak minta maaf sama gue. Padahal jelas-jelas dia yang salah karena sudah berselingkuh," Ucap Gadis sambil membuka pintu kulkas. Ia ambil beberapa minuman kaleng dan membawanya ke meja.

Setelah sampai di sana, ia menaruh minuman itu di meja. Ia memilih duduk di hadapan Alena dan Gavriel. Sayangnya Alena sudah larut dalam film yang ia tonton, sedangkan yang memperhatikan ucapannya hanya Gavriel.

Gadis kira Gavriel akan menanggapi perkataannya, ternyata tidak. Gavriel justru diam dan kedua matanya menatapnya dengan tatapan yang jika Gadis bisa mengartikannya adalah tatapan prihatin.

From Bully to Love MeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin