5. Aku mau hakku, Mas!

Depuis le début
                                    

-Gavriel-

Napas Gadis langsung memburu setelah membaca surat dari Gavriel ini. Memang aneh betul laki-laki yang menjadi teman kantornya selama lima tahun ini. Sapaannya di surat benar-benar seperti mereka selalu akur saja. Beberapa saat Gadis memikirkan apakah ia akan menyimpan alamat dan kunci rumah ini atau justru membuangnya bersama dengan ikat pinggang mahal yang sudah ia masukkan ke dalam plastik sampah? Akhirnya Gadis memilih untuk menyimpannya. Siapa tahu saja ia bisa menemukan rahasia terdalam dari musuh bebuyutannya itu yang kadang kelakuannya sungguh tak tertebak sama sekali.

***

Seminggu menjadi istri Pradipta dan selama seminggu pula Gadis masih berstatus perawan. Ya, Dipta selalu saja memiliki cara untuk menghindar dari hubungan suami istri meskipun mereka sedang berbulan madu di Bali. Kelakuan Pradipta ini membuat Gadis merasa insecure dan over thingking. Gadis yakin jika suaminya normal karena ia bisa melihat milik suaminya bangun setiap pagi. Sayangnya setiap kali Gadis meminta haknya sebagai seorang istri, Pradipta selalu saja menghindar dan mencari topik obrolan lain.

Tidak, tidak bisa seperti ini terus-terusan. Ia harus memberikan sikap tegasnya. Mereka menikah bukan karena perjodohan, bukan juga karena paksaan. Dan dengan keyakinan bahwa suaminya akan jujur kepadanya, pagi ini setelah mereka sarapan bersama di villa milik orangtuanya, Gadis segera meminta waktu Pradipta selama sepuluh menit saja. Sepuluh menit begitu berarti karena jika mereka sedang bersama, Pradipta selalu saja fokus pada handphone atau pada ipad miliknya.

"Aku minta waktu kamu sepuluh menit saja, Mas."

"Aku ada meeting via zoom sebentar lagi. Memangnya ada apa?"

Sumpah...
Jika bukan karena rasa cintanya pada laki-laki satu ini, mana mau Gadis berusaha mengontrol dirinya sekuat ini agar tidak meledak.

"Mas, bisa enggak sih kamu lupakan pekerjaan kamu sehari aja. Kita ini lagi bulan madu. Seharusnya kita menikmati waktu berdua aja tanpa ada pengganggu. Ingat, Mas, orangtua kamu mau kita kasih cucu secepatnya!"

"Iya, nanti gampang."

"What?! Gampang? Apa yang gampang, Mas? Kamu aja selalu pura-pura bego' setiap kali aku minta hak aku sebagai seorang istri."

"Aku belum siap, Dis."

"Kenapa? Karena hati kamu masih buat Rachel?"

Satu detik...

Dua detik....

Tiga detik....

Pradipta diam dengan kedua mata yang membelalak lebar. Dari mana Gadis tahu tentang Rachel? Padahal ia sama sekali tidak pernah menceritakannya, jangankan bercerita, menyebut nama pacarnya selama enam tahun saja tidak pernah ia lakukan terlebih saat sedang bersama Gadis.

Gadis yang melihat ekspresi wajah Pradipta justru tersenyum. Tebakannya tepat dan ini sudah cukup membuat hati Gadis teriris-iris. Andai saja ia mengetahui semua ini jauh sebelum Pradipta melamarnya apalagi menikahinya, Gadis yakin bahwa ia akan memilih untuk lari tunggang langgang dari hidup Pradipta. Persetan, jika ia dikatakan perawan tua karena diusia 30 tahun belum menikah daripada harus merasakan hal seperti ini.

"Kamu cinta, Mas sama dia?"

Pradipta memilih diam. Karena ia tahu satu kata saja salah menjawab, maka semua bisa hancur berantakan. Ia sendiri tidak mau jika rumah tangga yang baru saja ia tapaki bersama Gadis harus hancur lebur saat ini. Bagaimanapun juga ia sudah berusaha mencintai Gadis seperti ia mencintai Rachel. Meskipun sampai saat ini masih belum bisa sama kadarnya. Berkali-kali Pradipta selalu menyalahkan dirinya sendiri karena ia salah dalam membagi hatinya dulu hingga semua kemampuan mencintai dan rasa cintanya habis ia berikan untuk Rachel.

Rachel perempuan pertama di hidupnya yang sudah memberikan semangat kepadanya untuk terus menempuh jalan yang berbeda dari kebanyakan keluarganya yang lain. Rachel juga orang yang membuatnya berani bermimpi. Berat melepas Rachel di hidupnya, namun keinginan orangtuanya tidak bisa ia kesampingkan. Jika dulu orangtuanya melepasnya memilih karier yang kini ia jalani, maka keinginan mereka yang ingin dirinya menikah dengan perempuan seiman tidak bisa ia abaikan.

"Pantas kamu enggak bisa nyentuh aku, Mas. Ternyata kamu memamg enggak cinta sama aku!"

Satu-satunya hal yang bisa menghentikan amarah Gadis adalah menutup bibirnya. Untuk itu Pradipta memilih segera berdiri dari kursi yang ia duduki. Gadis yang melihat itu segera bertanya kepada Pradipta, jangan sampai suaminya ini pergi lagi sebelum pembicaraan mereka tuntas.

"Kamu mau ke mana, Mas?"

Pradipta tetap tidak menjawab hingga akhirnya kakinya berhenti melangkah kala ia ada di dekat Gadis. Ia menarik tangan Gadis untuk berdiri. Gadis masih diam dan hanya mengikuti apa yang Pradipta minta padanya lewat gerakan tangan. Siapa sangka jika pada akhirnya Pradipta mau mencium bibirnya. Ya, sebuah hal yang selama ini Gadis tunggu dari suaminya sejak mereka resmi berpacaran hingga menikah kini sudah ia dapatkan. Satu lagi hal yang ia inginkan yaitu nafkah batin yang sudah ia rindukan selama tiga puluh tahun ia hidup di dunia. Ia ingin merasakan surga dunia yang belum pernah ia cicipi dengan siapapun selama ini, bersama suaminya. Kali ini Gadis tidak akan peduli jika suaminya akan ketinggalan meeting via zoom-nya. Pagi ini adalah miliknya dan Pradipta. Ia tidak akan membiarkan orang lain mengganggunya dengan alasan apapun.

***

From Bully to Love MeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant