Kepergian Hyunjin hanya disambut Jungkook dengan senyum pahit, yang kemudian bibirnya pun melontarkan kata. "Kau akan berada di Eden, Hyunjin. Meskipun tidak, kau tidak melakukan dosa besar hingga Dewa menghapus ingatanmu dan menjadikanmu malaikat pencabut nyawa..." sebentar Jungkook menghentikan ucapan. "... seperti diriku misalnya."

***

Alam yang merajuk seperti kemarin sore sudah menghilang pagi ini. Mentari menyinari kota Seoul dengan angkuhnya. Langit pun melukis hamparan biru keindahan dengan awan-awan putih terpajang. Angin tak berhembus sangat menusuk tubuh ringkih para manusia.

Di sudut kota Seoul, lebih tepatnya di sebuah rumah minimalis, wanita bersurai hitam panjang dengan wajah ayunya itu membuka jendela rumahnya. Suasana bersahabat alam hari ini menyebabkan senyum nampak diwajahnya. Kepalanya mendongak sejenak ke langit kemudian setelah puas menikmati suasana pagi, Park Jihyo pun membalikan badan dan berjalan ke arah dapur.

"Jihyo!" suara riang dari sahabatnya bernama Yoo Ara itu terdengar, sahabatnya itu dengan santainya duduk di kursi bar dapur Jihyo. "Yang cepat sarapannya." dasar tidak tahu diri, yang tuan rumah Jihyo tapi Ara malah seenak jidat saja.

Suruhan sahabatnya itu membuat Jihyo mendengus tapi tetap melongos ke arah dapur. Sambil sibuk dengan kegiatannya di dapur dan berposisi memunggungi Ara yang sedang memakan kacang dari toples yang ada di meja bar, Jihyo berkata.

"Omelette saja, ya. Hari ini aku ingin pergi."

Lontaran tanpa aksara itu menyebabkan Si Gadis Yoo melayangkan tatapan pada punggung Jihyo yang mulai sibuk dengan alat masaknya, air wajah Ara mencetak keheranan dengan alis berjungkit. "Pergi ke mana?"

Pertanyaan santai juga ringan tersebut layaknya menghantam Jihyo sampai ulu hati, gerakannya tertunda dengan perasaan sesak menjelajari. Perlahan, tubuh Jihyo bergerak memutar hingga berhadapan dengan Ara yang masih berlagak santai serta memakan kacang yang tertampung di toples.

"Ara..." panggil Jihyo dengan suara lemah, gumaman singkat Ara dengan wajah bertanya pun merupakan respon Si Sahabat. Senyum tipis terukir diparas Jihyo. "Hari ini peringatan kematian suami juga putraku."

Suara lemah Jihyo yang sepenuhnya untuk menenggelamkan getaran nada itu, membuat Ara tersedak kacang hingga terbatuk-batuk. Tangan gadis bernama Yoo Ara itu bergerak memukul-mukul dadanya, lalu ia melekatkan tatapan pada sosok Jihyo yang menyuarkan aura sendu dengan kuluman senyum tipis penuh akan artian. Ara menampilkan mimik tak enaknya dengan senyum yang sama.

"Maaf, Jihyo, aku lupa. Aku—"

Gelengan kepala Jihyo menyebabkan kata-kata Ara tak disambungkan lebih lanjut, wanita itu melempar senyum lembutnya. "Tak apa, aku malah sudah bersemangat untuk bertemu Jeongsan dan..." sejenak ucapan Jihyo terhenti dengan pandangan menerawang serta wajah sendu, bibirnya kembali bercakap walau terasa pedih. "... dan juga Jungkook."

***

Rantai pohon itu terlihat malang, sudah terjatuh, terinjak hingga retak pula dikarenakan sepatu pentofel tanpa belas kasihan itu menginjaknya. Si Pemilik tungkai sepatu itu pun mengangkat pandangan dan menyisir keadaan sekitar. Disaat pemuda dengan pakaian serba hitam itu mengambil satu kotak susu serta meminumnya, sebuah tangan menyentak bahunya menimbulkan Jungkook—Si Pemuda yang menjadi sorotan dari tadi, menoleh.

"Hai Jungkook, lama kita tidak bertatap seperti ini ya." itulah sapaan si pelaku penepuk bahunya disertai senyum ramah tersemat diwajah.

Jungkook yang sedang menyeruput susu kotaknya pun, menjauhkan minumannya dan balas tersenyum dengan anggukan. "Ya, Chanyeol, dirimu sedang mengurusi jiwa yang menghilang ya akhir-akhir ini?"

Just Junghyo✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt