54. Berpura-pura

1.4K 298 49
                                    

Penjual sate langganan Kaella di depan kompleks tampak sedikit ramai, Kakaknya langsung memesan beberapa porsi yang dia janji akan habiskan.

"Kalo nggak habis ya bawa pulang, kok susah." Klevian meminum es jeruk miliknya yang dingin. "Ih, seger."

Kaella berdecak. "Kenapa nggak makan di rumah aja?"

"Makanan paling enak di makan langsung di tempat." Klevian meniup poninya yang telah memanjang. Dia tidak pernah merawat diri sejak bangun, dia bahkan baru sadar jika rambutnya sudah panjang. "Ada karet gitu, rambut gue udah masuk ke mata nih."

"Lo banyak banget keluhan, kek apa aja." Kaella memberikan karet rambutnya yang selalu ia bawa. "Jangan hilang."

"Anak kecil jangan banyak omong." Klevian mengikat rambutnya. "Baunya enak."

"Jangan kek orang nggak pernah di kasih makan napa." Kaella mendengkus. "Gue yang malu."

"Dih," Klevian menatap Kaella yang kesal. "Diam aja, lo hanya perlu makan gue yang bayar."

"Iya lah, lo yang ajak gue." Kaella membalas.

"Untung cuma satu, kalo dua gue buang satu ke antartika." Klevian mengusap dadanya agak dramatis.

Sate pesanan Klevian tiba, tiga piring berisi sate dengan tambahan sambal kacang dan jangan lupakan nasi segunung yang ada di piring Kakaknya itu.

"Lo yang makan gue yang malu." Kaella memakan satu tusuk sate di piringnya dengan mata memperhatikan sekitar yang beberapa melirik ke arah Kakaknya yang memakan makanannya dengan lahap. Kaella menaikkan kacamatanya.

"Diam, makan. Mumpung gratis." Klevian meletakkan beberapa tusuk sate miliknya di piring Kaella. "Makan, nggak usah sok diet-diet."

Kaella memberikan senyuman masam. "Awas lo bilang nggak bisa jalan karena kekenyangan."

"Diam, makan. Cerewet banget." Klevian meminum minumannya. "Oh, itu dia."

"Hah?" Kaella menoleh, dengan satu tusuk sate masih ia gigit di mulutnya, ia cepat-cepat menunduk. Menarik penutup kepala hoodie yang ia pakai.

"Lo udah sehat, Bang?" Satu cowok berjaket biru menyapa Klevian yang membalas dengan senyuman. "Untung lo masih bangun lagi."

"Nyawa gue sembilan, tenang aja." Klevian tertawa. Cowok itu menarik ujung bibirnya saat melihat orang di belakang River. "Heh, lo masih hidup?"

Shadian memberikan tatapan datar. "Gue bukan lo yang udah mati."

"Hehh." Klevian memakan satu tusuk sate miliknya. "Oh, gue dengar lo dekat sama adek gue. Lo nggak mau baik sama Kakaknya?"

Klevian melirik Kaella yang menunduk dalam agar wajahnya tidak terlihat. Dia tidak mau jika teman-temannya, terutama Shadian melihatnya dengan sang Kakak. Dulu Shadian pernah punya masalah dengan sang Kakak karena ketahuan jika Shadian mempermainkan Kaella untuk jadi pacar pura-pura. Dan Kaella yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Kalau Shadian sampai melihat wajahnya maka selesai sudah, dia pasti akan ketahuan.

Shadian menghela nafas, dia menatap Klevian yang tersenyum. "Kali ini gue bakal serius sama Adek lo, gue nggak bakal sama kayak yang dulu."

"Oh," Klevian melirik Kaella yang menunduk dalam. Jadi apa kata Kaella adalah benar, Shadian benar-benar sudah sangat terpengaruh. "Gue saran aja, yang lo kenal sekarang itu bukan benar-benar dia. Cepat sadar aja lo, jangan sampe ada kejadian buruk."

Mengerutkan kening, Shadian menatap Klevian bingung. Tapi tetap mengangguk. "Gue kali ini serius, gue nggak bakal sakitin dia lagi."

"Lo bahkan udah sakitin dia." Klevian bergumam pelan tapi hanya Klevian sendiri dan Kaella yang bisa mendengar. "Lakukan apa aja yang lo mau. Tapi saran gue cepat sadar, dia nggak bisa tunggu lebih lama. Gue sih yang nggak terima dia nunggu lama."

"Ambigu." River terkekeh. "Ini pacar lo? Baru juga sembuh udah ada aja."

"No," Klevian merentangkan satu tangannya di depan River. "Dia lagi sakit, jangan di ganggu katanya tadi pusing makanya diam terus. Kapan-kapan aja kenalan. Lo juga jangan gatel sama pacar orang."

"Kata-kata lo nusuk banget." River berlagak kesakitan dengan memegang dadanya. "Oke. Kakak cantik ingat nama gue River."

Klevian berdecak. "Jangan caper."

River tertawa. Bertepatan dengan pesanan River dan Shadian yang datang. Keduanya akhirnya pamit pergi.

Kaella menghela nafas panjang. "Jantung gue kayak mau lepas."

"Mati dong." Klevian memakan tusukan terakhir satenya pada piring kedua.

"Kadang lo nyebelin parah." Kaella meminum es teh manis miliknya yang tidak sedingin sebelumnya.

"Dari yang gue lihat dia beneran udah kena peletnya dia." Ucapan Klevian membuat Kaella menatap Kakaknya. "Lo harus cepat sadarkan dia, kalo enggak dia bakal kayak orang bego. Kayak boneka bisa di kendalikan."

Kaella mengangguk pelan. "Kalo misal lo ketemu Safiria gimana?"

Klevian yang baru ingin meraih satu tusuk sate di atas piringnya berhenti. "Menurut lo?"

Mengangkat bahu, Kaella tidak yakin dengan ekperesi atau tindakan apa yang mungkin akan sang Kakak lakukan ketika bertemu dengan Safiria.

"Gue takut sih ketemu dia." Kaella agak kaget dengan jawaban itu. "Secara dia yang buat gue kayak gini. Takut aja kalo tiba-tiba dia lakuin lagi terus gue nggak selamat, atau dia lakuin ke elo atau ke Mama atau Papa. Ke keluarga lain. Kayak buka luka lama, gue udah lupa sama dia eh tiba-tiba nongol terus nanti malah lakuin hal yang sama lagi. Kayak jatuh di lubang yang sama. Gue nggak mau."

Kaella mengangguk perlahan. "Gue mau tanya sesuatu."

"Hm?" Klevian kembali melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda karena pertanyaan Kaella.

"Orang tuanya tau nggak dia begini? Kayak, masa orang tuanya nggak curiga anaknya dapat ini itu dari mana. Atau sifatnya berubah. Dia yang ada di depan Shadian dengan di depan gue beda banget." Kaella ingat saat Safiria benar-benar mengeluarkan sifat aslinya yang sangat-sangat berbeda. Seperti memiliki kepribadian yang berbeda.

"Orang tuanya udah cerai." Klevian menghabiskan semua isi piring terakhirnya, nasi yang ia makan juga sudah habis. Dia benar-benar kenyang. Klevian bersandar pada sandaran kursi. "Dia anak berkecukupan tapi dia suka barang-barang mahal. Lo ingat gue pernah belikan dia tas berapa puluh juta itu, kan?"

Klevian pernah mencuri kartu kredit sang Mama dan mengambil uang puluhan juta untuk membelikan Safiria sebuah tas branded yang baru saja keluar. Mamanya marah besar saat itu tapi Kakaknya seperti tidak peduli.

"Bilang aja dia kurang kasih sayang. Dia anak tunggal, tapi orang tuanya kayak nggak saling cinta. Cuma nikah gitu aja, dia nggak pernah dapat perhatian apapun. Sedih sih kisah hidupnya, tapi dia ambil jalan yang salah. Itu yang buat dia hancur." Klevian menghela nafas. "Keluarga kita walau Mama sama Papa pisah mereka masih peduli sama kita, kalo dia benar-benar di abaikan. Makanya dia cari pelapiasan. Gue nggak tau gimana caranya dia bisa ketemu kayak begituan, tapi dia gunakan itu awalnya cuma buat dapat perhatian yang nggak pernah dia dapat. Tapi lama-lama dia mungkin keenakan sampe lupa diri."

"Gue bingung harus prihatin atau enggak sama dia. Di satu sisi dia kasian juga tapi di sisi lain kelakuannya kayak nggak bisa di toleran lagi." Kaella menghabiskan minumannya, makanan di piringnya juga sudah habis. "Padahal begituan nggak boleh."

Klevian mengangkat bahu. "Dia haus akan kasih sayang, kalau ada cara untuk dapatkan itu pasti bakal dia lakukan. Nggak peduli resikonya. Kalo udah buta perasaan gitu."

Kaella mengangguk, cewek itu berdiri. "Sekarang bayar."

"Lah, bukan lo yang traktir gue?" Klevian berdiri.

"Bang, gue tinggalin lo disini." Kaella mendengkus.

"Jahat." Klevian tertawa.

. . .

Nahhh, akhirnya ketahuan juga cerita dari sisi Klevian sebagai mantan dari Safiria tercinta.

Gimana?

Safiria enaknya di rendang atau di goreng?

Komen jangan lupa 

Selamat menunggu sampai tanggal 20 untuk kelanjutannya....

ShadianWhere stories live. Discover now