53. Tidak Dikenali

1.5K 300 26
                                    

Seragam itu sedikit kotor karena bersandar pada tembok sekolah yang catnya terkelupas, rok biru yang di kenakan gadis itu berpadu dengan ikat pinggang lambang sekolah, kaos kaki serta sepatu hitam.

Pipi gadis itu mirip bakpao dengan kacamata membingkai wajahnya, dengan sembunyi-sembunyi memperhatikan beberapa siswa lain yang berasal dari kelas sebelah yang sedang duduk di bawah pohon sambil tertawa.

Gadis itu refleks tersenyum saat matanya melihat cowok dengan sepatu putih yang tertawa.

Dia menyukai laki-laki itu, kalau boleh jujur. Tapi ia sadar diri, cowok itu sangat populer bahkan banyak yang menyukai cowok itu terang-terangan, tidak seperti ia yang hanya mengagumi dari jauh.

Ia sadar diri, ia tidak cantik. Pipinya sangat berisi, berkacamata serta lemak dimana-mana, tidak akan cocok bersanding dengan si populer itu.

Nama cowok itu Shadian, dia mungkin kelihatan selalu tertawa saat bersama teman-temannya, tapi pada orang lain Shadian adalah sosok yang dingin.

Sebenarnya tidak ada harapan sama sekali untuknya mendekati Shadian. Banyak rumor yang beredar jika Shadian menyukai sahabatnya sendiri, Gisell. Gisell sangat cantik, lebih ke manis bahkan banyak yang menyukai Gisell juga.

Gisell bisa dikatakan paling cantik diantara dua lain teman perempuan di geng milik Shadian. Gisell agak lebih feminim dibanding yang lain.

Menjadi yang paling di lindungi. Dia kenal dengan dua orang cewek lain yang ada di grup Shadian. Namanya Melssa dan Alinia. Keduanya baik, sesekali menyapanya jika bertemu. Tapi dia tetap tidak bisa mendekati Shadian.

Shadian menyukai Gisell.

"Jadi pacar gue."

Mata miliknya menatap laki-laki yang berdiri dengan wajah malas. Kentara sekali jika wajah Shadian tidak menyukai ini.

"K-kenapa?"

Shadian berdecak, membuat ia agak tersentak kaget. Shadian memang agak temperamen.

"Jangan geer, gue nggak mungkin mau sama lo. Ini demi Gisell." Shadian mengacak rambutnya. "Lo yang paling jelek di sekolah ini. Gisell minta gue tembak cewek paling jelek. Gue terpaksa."

Ah, benar. Kenapa dia begitu berharap? Dia hanya bagai batu kerikil diantara yang lain. Dia tidak cantik, bilang saja dia jelek. Mana mungkin Shadian akan mau padanya. Dia gemuk seperti sapi, kenapa dia berharap Shadian akan jatuh cinta padanya?

"Tiga hari, setelah itu kita putus. Nggak sih, gue malas ngakuin, sebenarnya gue geli lihat lo." Shadian menatap ke tempat lain. "Jangan dekat-dekat gue." Shadian berbalik.

Pohon di belakang sekolahnya menjadi saksi, dimana Shadian mengatakan agar ia menjadi pacarnya dan menjadi saksi air matanya.

Katakan saja dia pantang menyerah. Shadian bilang waktunya hanya tiga hari. Sejak saat itu setiap hari dia akan membawa bekal tambaham untuk Shadian yang ia titip pada teman kelas Shadian atau dia letakkan langsung di bawah meja Shadian.

Bukan tidak pernah lihat, tapi dia mengabaikan. Shadian selalu membuang apapun yang ia berikan. Bahkan memblokir nomornya saat dia mengirim pesan atau chat.

Dia memang bodoh, berjuang untuk hal yang mustahil. Hingga dia akhirnya harus melepaskan semua.

"Kita putus."

Itu ucapan Shadian di depan teman-temannya, teman kelas bahkan beberapa orang yang lewat.

"Gue malu sih akui ini, tapi ini semua demi Gisell. Jangan geer." Shadian berbalik, dia berjalan menjauh.

ShadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang