23. Mengaku

1.4K 232 1
                                    

Berjalan dengan kedua tangan berada di dalam saku hoodie serta penutup kepala hoodie yang menutup setengah wajah, Shadian berjalan menuju tukang bubur ayam yang selalu ada di tempat yang sama. Ini hari sabtu dan sang Mama sedang tidak ingin masak untuk pagi hari, jadilah dia menjadi sasaran untuk membeli sarapan pagi ini.

Shadian duduk di kursi setelah memesan tiga porsi bubur ayam, cowok itu melirik laki-laki yang mungkin seumuran dengan Ayahnya duduk di sampingnya, kemudian menatap jalanan yang sepi.

"Tinggal di dekat sini?"

Shadian menoleh, mengangguk. "Iya, Pak."

"Disini bagus," laki-laki itu menatap sekitar. "Nggak jauh juga dari kampus."

Shadian menaikkan sebelah alisnya, namun tidak ingin bertanya. Dia hanya diam, membiarkan laki-laki itu menatap perumahan tempatnya tinggal.

"Saya duluan."

Shadian mengangguk saat laki-laki itu masuk ke dalam mobil, hanya menatap sampai mobil itu hilang di belokan.

"Mas, ini."

Shadian meraih plastik berisi bubur pesannya, membayar dan menerima kembalian. Shadian berjalan kembali ke rumahnya.

Sang Ayah sedang duduk di meja makan sambil membaca koran ditemani segelas kopi yang tampak masih beruap.

"Taro aja di atas meja."

Shadian duduk di samping sang Ayah, cowok itu membuka ponselnya yang terdapat beberapa notif grup dan aplikasi sosial media lainnya.

"Gimana kuliah?"

Shadian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Kayak biasa, tugas banyak."

"Hm."

Mungkin dia mendapat sifat dingin serta ketus dari sang Ayah, karena sang Ayah adalah orang yang seperti itu. Bakan cuek, Shadian juga begitu walau gen sang Mama tampaknya menyelamatkan sedikit.

"Ternyata teman Shadian waktu SMA ada yang sekelas sama dia sekarang." Shadian memutar bola matanya malas mendengar ucapan sang Mama. "Mama cuma ingat mukanya tapi nggak tau namanya, eh waktu itu datang kerumah terus bicara-bicara deh."

Sang Ayah mengangguk, tetap fokus pada koran yang dibaca. Sedangkan Shadian meraih satu kotak styrofoam dan mulai memakan bubur ayam miliknya.

"Kamu pacaran ya sama teman kamu itu?" Sang Mama yang penasaran bertanya.

Shadian mengangguk, membuat sang Mama tersenyum lebar. "Tapi cuma kontrak."

"Maksudnya?"

"Pacaran pura-pura, habis banyak yang caper-caper, malesin. Jadi aku minta dia jadi pacar pura-pura, jadi sekarang nggak ada yang deketin aku lagi." Shadian meminum segelas air. "Aku sama dia itu cuma berantem aja dari SMA, nggak bakal lebih."

Sang Mama menutup mulutnya dengan satu tangan, Shadian menghela nafas, dia tau Mamanya pasti akan mengomelinya. "Kamu kok jahat banget, nggak boleh mainin hati perempuan."

"Walaupun judulnya pacar bohongan, aku sama dia cuma berantem doang isinya." Memang beberapa masalah di sebabkan oleh Shadian yang membawa Kaella seenaknya, tapi dia rasa selebihnya baik-baik saja. Kaella juga orangnya tidak baperan.

"Mama nggak setuju ya, kalo kamu memang suka sama dia pacaran beneran kalo enggak jangan."

"Iya, Ma."

Shadian baru mengatakan separuh, bahkan secuil hal yang ia lakukan. Kalau sampai sang Mama tau Kaella pernah kenapa-napa, apalagi kalau sampai sang Mama tau Kaella pernah mabuk karena ulahnya bisa-bisa kepalanya di penggal oleh sang Mama. Apalagi kalau sang Mama tau dia membayar untuk jasa pacar pura-pura yang ia lakukan. Habis sudah.

ShadianWhere stories live. Discover now