66. Kebenaran dan Perpisahan

1.5K 262 37
                                    

Masih di tempat yang sama, Shadian kembali berada di depan ruang ICU dimana beberapa saat yang lalu Safiria kembali kritis.

Keadaan Safiria benar-benar buruk, pembuluh darah Safiria ada yang pecah dan harus segera di tangani.

"Oi."

Shadian menoleh, Shaden dengan sekaleng milo yang di ulurkan pada Shadian. Menerima sekaleng milo itu, Shaden duduk di samping Shadian.

Mata Shaden memperhatikan kedua orang tua Safiria yang terlihat cemas, keduanya duduk agak jauh dari tempat mereka sekarang.

"Lo nggak mau nonjok gue lagi?" Shadian meminum milo pemberian Shaden. "Lo udah ketemu Kaella?"

"Habis dari sana." Shaden menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Kenapa untuk temukan kebahagiaan susah banget, ya?"

"Gue kebawa emosi, maaf untuk yang kemarin." Shadian menunduk, semua seperti semakin tidak seperti yang bisa Shadian kendalikan.

Shadian mengerjab saat tangan Shaden terulur di depannya. "Lo ulang tahun, kan? Udah lewat sih."

Shadian tersenyum geli, membalas uluran tangan Shaden. "Gue kira lo lupa."

"Karena masalah ini doang gue lupa? Gue kenal lo dari kapan?" Shaden tertawa membuat Shadian juga tertawa.

Seorang perawat keluar dari ruang ICU dan mengatakan jika Safiria di pindahkan ke ruang operasi.

Shadian mengikuti kedua orang tua Safiria menuju ruang operasi. Operasi telah di jalankan. Lampu yang ada di atas pintu ruangan telah menunjukkan jika operasi sedang berlangsung.

"Kita doakan yang baik aja." Shaden menepuk bahu Shadian.

Shadian mengerjab beberapa kali, rasanya seperti aneh tapi dia tidak merasakan hal yang buruk. Seperti rasa hangat yang menjalar pelan ke seluruh tubuhnya secara perlahan.

Lampu tanda berakhirnya operasi padam, seorang dokter keluar dari ruangan dan tampak menggeleng.

Safiria dinyatakan meninggal dunia.

Suara teriakan Ibu Safiria adalah hal yang terdengar sepanjang koridor. Putrinya telah pergi. Ayah Safiria terlihat terpukul. Tapi hanya bisa menenangkan Ibu Safiria.

"Den," Shaden menoleh, menatap Shadian yang air matanya mengalir keluar dengan deras. "Gue mau muntah."

"Hah?"

Shadian berlari, dengan menutup mulutnya dia berlari masuk ke dalam toilet. Di wastafel dia memuntahkan apapun yang terasa ingin keluar dari mulutnya.

"Lo kenapa?" Shaden yang mengejar Shadian menatap Shadian kaget saat melihat darah di wastafel dan di tangan serta mulut Shadian. "Woi, lo kenapa!" Shadian menatap Shadian yang menunduk dengan nafas memburu.

Sekali lagi, Shadian muntah. Kali ini dengan darah yang lebih kental dan lebih banyak dari sebelumnya.

Shadian terbatuk beberapa kali. Dia menatap darah yang ada di wastafel. Apa ini?

Menyalakan air dan membersihkan semua kekacauan, Shadian menatap Shaden yang tampak khawatir.

Orang gila mana yang tidak khawatir saat melihat temannya sendiri muntah darah dalam keadaan banyak di depannya.

Bahkan beberapa gumpalan darah yang keluar hingga berwarna hitam. Shaden tidak tau apa itu, tapi itu mengerikan.

"Ini bukan karena Safiria, kan?" Shaden bertanya hati-hati, tidak ingin menyalahkan.

Shadian menggeleng. "Gue enggak tau. Tapi rasanya badan gue lebih ringan dari sebelumnya."

"Tapi lo nggak kenapa-kenapa, kan? Lo tiba-tiba nangis terus muntah. Woi, gue panik!" Shaden mengusap wajahnya kasar. "Lo bikin gue jantungan anjir!"

ShadianWhere stories live. Discover now