GEBETANKU BANCI ✔

By DaddyRayyan

898K 88.7K 30.5K

Berani sumpah aku straight! Namun, lelaki ini membelokkan kepalaku. Sungguh. Awalnya aku cuma ingin bertanya:... More

Pendahuluan
1. Perempuan Jagung Rebus
2. Chatting Pertama
3. R A i s y o
4. Foto Syur
5. Siap Tembak Siaga 2
6. Siap Tembak Siaga 1
7. Hati Potek Karo Banci
8. Gebetanku Bapak Dosen-TIDAK!
9. Terangkanlah...
10. Terangkanlah... (2)
11. Tercyduk
12. Mencyduk
13. Cyduk-Cydukan (part 1)
14. Cyduk-Cydukan (part 2)
15. Magamon
16. Kesempatan dalam Kesempitan
17. Pengabdi Sasetan
18. Para Pengabdi Micin
19. Dari Matamu, Pak
Visualisasi Tokoh (+Rekaman Suara Raisyo/Pak Rayyan & Shouki)
20. Bayi Gula?
21. Aw aw aw
22. Jaran Goyang
23. Hati ke Hati (1)
24. Hati ke Hati (2)
25. Buka-Bukaan
26. Becekin Adek Bang
27. Basah Basah Basah
28. Gebetanku Banci Lainnya ...
29. Banci in Denial
30. Banci Fight
31. Apartemen Ra
32. Just Ra
33. Just Ra (2)
34. Memahat Hati
Pengumuman 3/3/2018
35. Arian
36. Main Api Babak Satu
37. Main Api Babak Dua
38. Main Api Babak Dua Separuh
39. Main Api Menuju Ambyar
Road to Anniversary
40. Gosong, Ambyar
41. Janji
42. Aisha
Pengumuman+Giveaway Ulang Tahun Shouki
43. Ra
44. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 1
45. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 2
46. Goyang Gitar 🤘
47. Everyday with Rayyan (part 1)
48. Everyday with Rayyan (part 2)
49. Night with Rayyan
51. Bunga untuk Daddy
52. Bunga dari Daddy
53. Moving On
Bonus Part: Post-Ending Story #1
Bonus Part: Post-Ending Story #2
Open PO Novel Sekuel GEBETANKU BANCI
PO ditutup malam ini! (Plus teaser Sekuel GB)
PDF Sekuel GEBETANKU BANCI di KaryaKarsa

50. ....

10.7K 1.2K 696
By DaddyRayyan

Anyway ... Rayyan Nareswara memang harus jadi bottom pada malam pertama mereka. Why? Supaya malam pertama mereka adil. Shou merasakan malam pertama sebagai laki-laki yang pertama kalinya berhubungan seks (dengan sesama lelaki pula). Ra merasakan malam pertama sebagai bottom untuk kali pertama. Andaikan Ra jadi top, malam pertama mereka enggak akan berarti. Itu artinya Ra mengulang reputasi buruknya sebagai seorang pemangsa. Ra selama ini sudah jadi petualang seks yang cuma memandang segalanya sebagai permainan, enggak pernah serius jatuh cinta. Jadi, penyerahan diri Ra memang perlu untuk membuktikan cintanya kepada Shouki. Ini membuat malam pertama mereka lebih spesial.

Jangan lupa ini pair-nya RaShouRa = Ra x Shou x Ra, pasangan top x top yang artinya udah pasti mereka bolak-balik. Ada giliran untuk Ra nanti. 🙈

GB tamat pada part 54 atau 55 (mungkin aku kasih satu bonus part nanti). Plotnya memang sudah terencana dari awal sampai ke sini. Untuk part ini jumlah katanya sekitar >5000 kata, dan ini adalah klimaks cerita dari GB ... harap bertahan ya. 😶

Kebahagiaan sejati harus ada suka dan duka, enggak bisa hanya ena-ena terus. 😘


.

.

Ketika tidur bersama orang yang kaucinta, surga terlihat saat matamu membuka.

Shouki Al Zaidan melihatnya pagi ini. Sesuatu yang ia namai surga. Sebentuk wajah yang rebah di sisinya. Orang ini tidur dengan lembut. Napasnya terdengar halus, diiringi musik lounge yang masih mengalun hingga subuh. Suara-suara damai itu meresap di antara bantal dan selimut, mengalir seperti alunan musik syahdu ke telinga Shou.

Sebenarnya sudah lebih dari sekali Shou terbangun dengan Rayyan Nareswara di sisinya. Namun, apa yang membuatnya berbeda kali ini?

Ra rebah tanpa busana dan kulitnya mengilat dengan warna putih susu. Di atas kulit itu, terlihat corak-corak kemerahan. Shou akan menyangka Ra mengalami alergi kulit di bagian leher dan seputar bahu apabila ia tidak mengingat yang terjadi semalam.

Semalam.

Semalam ....

Perut Shou bergemuruh dan sisi lehernya meremang karena terpana. Semalam Ra menyerahkan diri seperti kanvas putih bersih. Ia serahkan kepada Shou seperangkat peralatan lukis-kuas, cat, segala yang dibutuhkan untuk membuat noda. Shou diajari melukis, lalu ... ia merasakan nikmatnya melukis.

Pipi memerah, Shou membenamkan mukanya ke guling di sampingnya. Malu, senang, campur aduk. Rasanya ingin berguling-guling.

Lalu, ia mengintip lagi wajah tidur Ra dan berdebar lagi. Shou tak bisa menahan senyum paling bahagia. Perlahan-lahan, ia menggeser dirinya sampai tubuh mereka kembali bersentuhan hangat. Ra tidur menyamping, menghadapnya. Shou mendekat hingga kening bersentuhan.

Napas Rayyan bergulir lembut. Napasnya ... kenapa bisa tetap tercium segar ya? Pakai produk apa supaya napas pagi berbau sedap? Shou ingin bertanya nanti. Sekarang, nikmati sebentar wajah tidur kekasihnya.

Shou mengecup pipi Ra perlahan, lalu memandang Ra lagi. Tak ada reaksi.

Maka, ia kecup kedua pipi Ra, lalu mendaratkan kecupan di bibir yang agak membengkak, bekas dilumat-lumat semalam.

Ra mengernyit, tetapi bukan tak nyaman. Ia mengerang pelan dalam tidur. Mnnh.

....

Shou gemas.

Ia mengecup sisi rahang, pipi, hidung, kelopak mata, keseluruhan wajah Rayyan. Izinkan dia khilaf sebentar saja. Ra berbunyi mmnh mnnh lagi dan Shou menyeringai gemas. Ia kecup bibir itu tiga kali. Cup cup cup.

Sampai akhirnya, Rayyan membuka mata perlahan-lahan. Shou menyambut dengan senyuman lebar.

"Pagi, Ra."

Ra tersenyum dengan mata menyipit. Lengannya terangkat, memeluk bahu, menarik Shou ke dalam pelukan.

Kening mereka saling menempel. Shou melihat Ra memejamkan matanya kembali, damai. Bulu matanya halus dan panjang, menggelitik saat mata itu terbuka kembali. Ra menggesekkan bibirnya ke bibir Shou, mempercepat desir darahnya.

"Um ... makasih yang semalam, Daddy."

"Makasih karena?"

"Karena ... udah itu."

"Mau gantian?" tanya Ra, menyeringai. "Nanti malam."

Shou merasa sebagian darah di tubuhnya berkumpul di pipi. Wajahnya panas.

"Mau enggak?" tanya Ra lagi.

Perlahan-lahan, Shou mengangguk mau, lalu ia benamkan wajahnya ke bantal.

Ra terkekeh, mengusap sayang kepala Shou. Jemarinya bergerak ke tengkuk belakang, ke bagian rambut undercut yang kasar, menggaruk nikmat di sana.

Shou memejamkan mata, menikmati sentuhan itu. Sebelum ponsel Ra bergetar di samping tempat tidur. Jemari Ra menghilang, beralih untuk mengambil ponselnya.

Ra duduk di ranjang dan membaca sebuah pesan masuk. Shou mengintip dari samping.

"Ini jam berapa, Daddy?"

"Setengah lima."

Oh ya, harus mandi, terus subuh. Shou langsung bangkit dan turun dari ranjang. "Daddy, aku pinjam kamar mandi."

"Iya, ambil handuk di lemari. Saya gantian mandi sehabis kamu mandi ya."

"Tumben. Pagi amat, Daddy?"

"SMS masuk barusan," Ra menunjuk ponselnya, "dari rektor. Mau ketemu saya pagi ini di kantor. Sebenarnya sudah ada rencana mau ketemu sejak minggu lalu."

Shou mengambil handuk baru di lemari. Tercium wewangian jahe yang menyenangkan pada handuk itu, ia endus sebentar sebelum bertanya, "Pak Rektor kenapa mau ketemu Daddy?"

"Mungkin ngomongin soal pameran. Gimana pun saya bawa nama kampus sebagai dosen dan mahasiswa. Sudah dari beberapa minggu lalu sebenarnya mau ngobrolin masalah ini, Pak Rektor mau undang media juga, tapi-" Ra mengusap-usap layar ponselnya "-kayaknya pagi ini agak mendesak. Saya harus buru-buru ke kampus."

Shou menggapai tangan Ra dan menariknya. "Daddy mandi duluan aja kalau gitu."

"Atau kita mandi berdua aja?" kata Ra, beranjak dari ranjang, lalu sedikit terhuyung.

Shou refleks merengkuh pinggangnya. "Daddy?"

"Enggak apa-apa, kok." Ra mengernyit, menatap kakinya yang agak bergetar. "Saya sudah lama enggak olahraga mungkin, badan jadi agak kaku."

"Gara-gara aku, ya?" Shou berdeham cemas dan merasa bersalah. "Sori, Daddy. Sakit?"

Ra hanya tersenyum. "Enggak sakit kok. Tenang aja, Baby."

Bohong.

Terserah meski Ra menolak, Shou setia ingin memeluknya sepanjang jalan. Ia rengkuh pinggang Ra. Ia usap lengan Ra. Apakah kau pernah ingin memeluk seseorang begitu lekat, tak mau ia lepas dari pandanganmu sekejap saja? Padahal tak terjadi apa-apa. Namun, inilah yang Shou rasakan. Ia hanya tak ingin berdiri terlalu jauh dari Ra. Terlalu bahagia, tak mau melepaskan Ra sekarang meski mereka terhalang selapis dinding kaca kamar mandi.

"Kita mandi bareng aja," Ra mengajak, menyalakan keran air panas. "Biar cepet."

"Bo-boleh." Shou melepas perlahan sisa pakaiannya.

Shou menyambut uluran tangan Ra, melangkah di bawah shower bersama-sama. Air hangat meluncur turun. Shou menikmati sensasi sekujur kulitnya ditepuk-tepuk. Ra memandang dari samping dengan helai rambutnya yang basah, mengular di pipi. Shou menggapai pipi itu, menyingkirkan helai rambutnya, lalu mengecup. Kecupan itu menjalar ke bagian tengah, menjadi ciuman yang hangat.

Mereka berpandangan. Saling peluk. Ciuman basah.

Tak lama, tetapi cukup memuaskan.

Masing-masing dari mereka harus berhenti sebelum waktu berjalan tanpa terasa. Shou harus mandi besar. Ra harus mandi secepatnya.

"Sore ini kita jadi nonton, Daddy?" tanya Shou sembari selesai mengeringkan tubuh dengan handuk.

"Jadi. Sehabis kamu pulang kuliah ya. Saya tunggu di parkiran kampus, seperti biasa."

"Habis nonton, kita ke mana?"

"Kamu maunya ke mana?"

"Ke mana aja boleh." Asalkan bersama dengan Ra, Shou membatin.

"Saya juga ke mana aja boleh," jawab Ra, "asalkan sama kamu, Baby."

Tak menjawab, Shou mengulum senyum, lalu buru-buru menggelar sajadah dan menghadap kiblat. Selagi salat, Shou bisa mendengar Ra sibuk mengaitkan sabuk celana dan melangkah keluar kamar.

Setelah Shou selesai salat, Ra sudah duduk di meja makan. Rambutnya masih basah. Ia menghabiskan sepotong terakhir ayam KFC yang tersisa di dapur dengan lahap.

"Daddy kayak orang kelaparan." Shou terkekeh.

"Iya. Semalam saya kehabisan stamina gara-gara seseorang."

"Sori, Daddy."

"Boleh saya balas nanti malam? Jangan berubah pikiran."

Shou mengusap pipinya yang panas, berdeham kecil. Ia menjawab dengan nada berat, "Boleh .... jadi malam ini nginep di sini lagi?"

Ra membulatkan mata, lalu terkekeh. Shou kesal karena ditertawakan. Apakah Ra mempermainkannya dengan pertanyaan pancingan barusan? Padahal Shou serius!

Shou ngambek mengembungkan pipi.

Ra mengecup bibir Shou cepat. Rasa bibirnya seperti ayam KFC ..., tetapi karena datangnya dari Ra, malah membuatnya lapar berkali-kali lipat.

Ra beranjak, mengambil sesuatu dari laci di ruang tamu. Ia kembali dengan sebuah kotak kecil. "Sebenarnya mau dari minggu lalu, tapi saya lupa terus. Saya mau kasih ini ke kamu, Baby."

Shou mungkin terlalu sering mencuri-curi nonton sinetron dari televisi ibu kosan. Ia menyangka kotak itu berisi cincin.

Ra tersenyum dan menebak isi pikiran Shou. "Maaf, ini bukan cincin, Baby, tapi anggap saja ini langkah pertama buat saya melamar kamu."

Isi dari kotak itu adalah sebuah keycard.

Kunci pintu apartemen Ra.

"Saya kepingin kamu tinggal di sini. Daripada kamu tinggal di kosan terus, bayar uang sewa, kenapa enggak tinggal di apartemen saya? Gratis. Bayarannya paling kamu cuma masak terus bobo sama saya."

Shou memandangi kunci itu. Rasanya ia bisa melihat tatapan matanya yang berbinar, terpantul di permukaan licin keycard-nya. "Daddy serius? Aku enggak ngerepotin?"

"Kamu malah ngerepotin kalau tinggal terlalu jauh dari saya. Saya jadi mikirin kamu terus, rindu terus."

"Daddy-"

"Shouki, Baby, saya enggak maksa. Kapan kamu mau, kamu bisa tinggal di sini. Anggap ini rumah kedua kamu." Ra mengusap sayang ubun kepala Shou. "Simpan kunci dari saya."

Shou tersenyum lebar. Pipinya sampai panas karena terlalu senang. Ingin rasanya terbang ke arah Ra, memeluk, menindihnya ke karpet selama berapa lama. Ia harus menahan diri dan menjawab dengan senyum dikulum, "Tentu, Daddy. Aku mau."

Ra tersenyum semringah setelah menalikan sepatu. Hari ini Ra bergaya lebih sporty dari yang biasa, lebih bersemangat. Katanya Ra senang menyambut kencan mereka sore ini, senang menghitung mundur hari pameran di San Fransisco. Shou lega bukan hanya ia yang menjalani hari dengan penuh bahagia karena mencinta. Sayang, langkah Ra agak sedikit menyeret karena ngilu akibat semalam-

"Saya pergi dulu, Baby. Kamu enggak sekalian ke kampus sama saya?"

Shou bergeleng. "Aku harus balik ke kosan ambil buku dan tugas makalah, terus nyusul ke kampus. Kita ketemu di sana, Daddy."

Ra mengecup kening Shou satu kali sebelum menghilang di balik pintu. Melihat Ra pergi, Shou dilanda rindu lagi, padahal baru sedetik yang lalu berpisah. Sebentar lagi juga akan bertemu di kampus. Aneh, ya?

Cinta itu aneh, tetapi nyata.

Shou merenggangkan tubuh, memandangi keycard apartemen Ra sekali lagi, sebelum mengantonginya dan bersiap pergi. Ia tak sabar ingin segera pergi ke kampus, mengakhiri kelas, bertemu Ra lagi, pergi menonton, lalu kembali lagi ke sini nanti malam ..., lalu mereka akan ... bersama, dan seterusnya. Perjalanan pulang menuju kosan dengan motor menemui sedikit kemacetan lalu lintas. Ponselnya bergetar sepanjang jalan, tetapi Shou memilih untuk mengabaikan teknologi dan menikmati hiruk pikuk perkotaan dengan ikhlas. Jakarta sering malas diajak berkawan pada pagi. Namun, tak ada rasa pelik sama sekali. Shou menikmati kemacetan dengan bernyanyi.

Flying yoi shirete sudeni more

Amai addiction, one, two, three muchuu e

I need it ... the kiss


Lagunya Haido, judulnya "XXX". Shou suka lagu itu. Artinya sensual, lho. I get drunk with pleasure our spirits soar. A sweet addiction. One, two, three now I dream. I need it... the kiss. Ra memang tidak terlalu tahu lagu-lagu Jepang, tetapi Shou ingin berbagi tentang lagu-lagu kesukaannya juga. Semoga Ra suka. Siapa tahu lagu ini mau diputar saat di kamar-

Ehem.

Arian Hendrajaya ternyata sudah menunggu Shou di kosan, baru saja mengantar pulang Kimi. Shou menyapanya dengan senyum hangat di depan pagar.

"Sori gue lupa ngabarin, Arian, tapi entar malam gue mau nginep lagi deh kayaknya. Apa lo berkenan gue titipin Kimi lagi?"

Arian tak menjawab, memandangi Shou sebentar. Ia berkata, "Udah jebol ya, Bang? Senyumnya begitu amat soalnya."

"Astagfirullah, Arian. Siapa yang jebol?!"

"Yang pasti bukan Kimi, Bang."

Terkekeh, Shou mengabaikan pertanyaan Arian. Apa yang ia alami bersama Ra semalam memang surga. Namun, surga itu mesti ia simpan rapat-rapat. Arian kepo memperhatikan langkah Shou yang ringan saat memeluk buku-buku dan tugas kuliah. Mungkin ini kali pertama ia melihat Shou terlalu bersemangat pergi ke kampus.

Shou membonceng Arian naik motor.

Sudah lama mereka tak pergi kuliah bersama. Hubungan keduanya memang sempat tak enakan. Namun, akhir-akhir ini mereka bisa kembali bercakap-cakap. Hanya saja Shou tak bisa meluapkan isi hatinya tentang Ra, meski ingin.

Arian berkata lewat helm half-face-nya, "Bang, lihat. Itu ada kucing bahenol di pinggir jalan."

"Mana? Mana?"

"Itu, di sana. Terus itu pohon, Bang, masih berembun. Itu langit, agak mendung."

"Iya, Arian, gue lihat."

"Itu ada Bang Kasiman yang jualan mi aceh. Semangat, Bang, jangan kasih kendor dagangannya!"

"Emang namanya Bang Kasiman?"

"Enggak tahu, panggil aja begitu. Yang penting doanya tulus."

"Ini kayak dialog dari filem Dilan?"

"Iya, niru Dilan. Kan elo Dilan-nya Aisha, Bang. Gue mah siapa atuh."

"Ogah, Arian. Gue bukan Dilan-nya siapa-siapa."

"Tapi lo punya Mi Rayyan Adnan Nareswara Husein sekarang, Bang."

"Maksa lo, Arian." Shou tertawa. "Gue enggak punya Milea!"

"Iya, enggak apa, Bang, mending jangan punya. Lagian di akhir kisahnya nanti kan Dilan enggak sama Milea lagi, tapi sama orang lain. Nanti baper, Bang. Begitulah kehidupan."

Shou berhenti tertawa.

Mereka sudah tiba di kampus, tetapi ramai bukan main di bagian depannya. Ada acara apa ya? Setahu Shou kampus tak punya jadwal acara untuk mengantre sepagi ini?

Gaya-gayanya seperti ada rombongan jurnalis dan wartawan segala. Rektor kampus diduga terkena skandal aliran dana korupsi pengadaan peralatan gedung serbaguna? Ah, itu sudah sering dibahas oleh media massa, tetapi tidak pernah ada bukti.

Shou masuk pelataran parkir dan Arian turun dari motor. Anak-anak kampus berjalan mondar-mandir. Shou menangkap pembicaraan mereka.

"Lo udah liat juga broadcast dari grup WA pagi ini?"

"Wahgelaseh ini. Gue pikir hoax. Gila, man."

"Kok bisa sampai seribut ini?"

"Gue masih belum percaya, tapi kalau nyokap gue tahu, gue pasti disuruh cabut dari kampus ini. Nyokap gue jijik banget sama LGBT. Apalagi kalau dia tahu di sini ada dosen homo-"

Shou menyipitkan mata.

Shou baru menyadari arah pusat keramaian pengunjung. Rombongan mahasiswa bergerak ke arah gedung rektor. Ada apa sih sebenarnya?

Shou tidak mengindahkan panggilan tunggu Arian dari belakang. Ia langsung bergerak menerobos kerumunan massa.

Orang-orang berbisik riuh di sekitar.

"Gila. Gila."

"Bapak yang kemarin trending di fesbud itu ya?"

"Yang ganteng-ganteng kok pada gay semua sih? Udah mau kiamat ini."

"Geli anjis."

"Dosen yang mana sih?"

"Dari fakultas seni rupa katanya."

"Bukannya dosen di sana memang aneh-aneh, ya? Anak-anaknya juga nyentrik gila gitu."

"Enggak segila ini juga kali! Ini dosen homo sodomi mahasiswanya! Korbannya udah banyak katanya."

"Bakar aja! Suruh keluar dari kampus ini!"

"Maaf, Kak," Shou menepuk bahu salah seorang mahasiswa teknik. "Ini ada apa sih sebenarnya?"

"Kurang tahu saya, tapi pagi ini ada tersebar berita aneh gitu lewat grup WA. Coba kamu cek, siapa tahu dapat juga."

Shou memang belum mengecek ponsel sejak pagi. Sejak di motor tadi, ponselnya terus bergetar dengan notifikasi. Ia membuka ponsel, melihat banyak pesan masuk dari grup angkatan. Dari Tora, Aky,-

Shou diam.

Sebenarnya sudah sejak semalam. Potongan-potongan foto ganjil kurang senonoh tersebar di media sosial dan aplikasi WhatsApp. Bersama foto-foto itu, pagi ini muncul banyak artikel baru yang agaknya disebarkan oleh oknum tertentu. Judul besar pesannya adalah: "DOSEN HOMO BANCI CABUL, SODOMI MAHASISWA PAKAI STOKING".

Ketika Shou membuka salah satu foto bermasalah tersebut, ia tak mampu merasakan kakinya sendiri.

Foto itu diambil di sebuah tempat yang remang. Shou tak mungkin lupa tempat ini. Ruang rias di balik panggung kelab goyang Firefly. Ia pergi ke sini beberapa bulan lalu, masuk ke ruang rias, berciuman dengan kekasihnya.

Di dalam foto tersebut, tampak dua sosok. Yang satu lelaki dengan perawakan average seperti mahasiswa kebanyakan, mengenakan jaket hoodie. Yang satu lagi adalah sosok cantik mengenakan rok tipis yang sebenarnya adalah lelaki. Kedua sosok berciuman di depan meja rias.

Dirinya dan Raisyo.

Wajah Shou diburamkan, terpikselisasi, meski tak bisa dipungkiri bahwa itu jelas dirinya. Di sisi lain, Ra diperlihatkan sejelas mungkin. Malah mungkin sengaja di-zoom dekat dan diperjelas.

Karena riasan Ra sempurna, mestinya tak ada yang menyadari ia adalah Rayyan Nareswara, si dosen muda di kampus ini.

Sialnya, foto-foto itu tidak datang sendirian. Ada foto pendukung lainnya. Ada yang membuat meme before-after juga. Ada foto-foto lain yang diambil di ruang rias yang sama pada jam berbeda. Shou tak tahu siapa yang mengambil foto, tetapi tertangkap jelas Ra sedang berdandan dari wajah lelaki ke wajah perempuan.

Semua foto ini tersebar dalam hitungan detik. Dari grup mahasiswa angkatan tua hingga angkatan terbaru. Dari fakultas teknik mesin hingga fakultas bahasa. Foto wajah Rayyan tersebar bersama foto bancinya. Kehebohan ini sampai ke telinga rektor pagi ini, lalu sampai pula ke telinga para pencari berita.

Shou gemetar. Foto-foto ini asli. Ia tahu benar kapan foto ini diambil diam-diam. Ini terjadi beberapa bulan lalu, malam mereka break. Bicara berdua di jembatan flyover depan Firely. Saksi mata adalah pedagang cilok yang mondar-mandir. Tak mungkin Abang Cilok yang mengambil foto di dalam ruang rias.

Siapa?

....

Arian.

Hanya Arian yang berada di tempat yang sama pada jam kejadian. Arian masuk ke ruang rias pada saat Shou dan Raisyo berciuman.

Mata Shou nyalang. Ia menelan ludah, memandang Arian yang sedang mengecek ponselnya sendiri. Ekspresi wajah Arian awalnya tampak tenang-tenang saja seolah-olah ia telah tahu, sampai ia menatap kepada Shou yang terguncang.

"Bang?"

Shou mendelik tak percaya.

Tangan mengepal bergetar. Saking syoknya, Shou tak sanggup bicara.

"Sumpah, Bang! Sumpah! Bukan gue. Gue enggak tahu apa-apa tentang ini, Bang-"

Andaikan kaki Shou masih kuat menapak, mungkin ia akan mendatangi Arian dan meninjunya. Namun, Shou memilih untuk berlari ke gedung rektorat.

"Bang! Tunggu!" Arian mengejar dari belakang, menarik.

Shou menepis keras tangan Arian.

Shou berlari sangat kencang sampai sesak.

Ia menembus kerumunan massa, di antara rombongan wartawan yang tak mau ketinggalan menyerbu kampus. Mereka seperti menanti kejatuhan kampus yang terkenal memiliki catatan bersih dengan total mahasiswa cumlaude berjumlah terbesar se-Indonesia. Setelah sempat beredar skandal rektornya yang korupsi, tetapi tidak ada bukti, sekarang muncul skandal universitas mempekerjakan seorang tenaga pengajar banci homoseks.

Pagar betis kerumunan mahasiswa menghalangi Shou. Di depan gedung rektorat yang ramai, Shou mencari hanya wajah kekasihnya. Napasnya tercekik. Asmanya kumat di tempat. Suara-suara mencekiknya dari sekeliling.

Pecat dosen homo banci yang namanya Rayyan Nareswara!

Gila! Sampah masyarakat banget! Dosen kayak gitu dipekerjakan!

Statusnya di sini mahasiswa S-3 pula!

Bunuh aja!

Bunuh!

Bikin malu kampus!

Duh, Netizen yang budiman, jangan percaya hoax! Jangan-jangan ini cuma gosip!

Gosip apanya? Udah jelas banget! Udah ada pengakuan dari orang-orang di klub banci itu!

Sampai trending nomor satu nih di Twitter! Mencoreng nama baik kampus!

Mampus, ortu nyuruh gue pulang kampung. Disuruh keluar dari kampus ini.

Ngeri banget sih. Katanya udah banyak korbannya, lho. Bukti-bukti foto lainnya katanya mau di-upload ke-

"Mohon maaf, Bapak, Ibu, dan Adik-adik mahasiswa apabila tidak berkepentingan mohon untuk tidak memenuhi halaman gedung rektorat-" Suara staf tenaga kependidikan tenggelam oleh hiruk pikuk massa.

Dada Shou berdebar kencang. Napas tak beraturan. Shou berdiri di antara kerumunan orang dan terdorong jatuh. Satu orang iseng melempar batu, yang lain ikut-ikutan melempar, berakhir penuh kemarahan. Pelajaran dan pendidikan etika sudah tak berlaku. Berpadu mereka memaki nama Rayyan. Rayyan ... dosen muda homo perusak kampus. Rayyan dikatakan sakit jiwa. Rayyan disuruh keluar gedung rektorat, tak boleh dilindungi, harus minta maaf di hadapan publik, klarifikasi. Wartawan sibuk memotret untuk bahan.

Staf gedung rektorat stres karena nyaris terkena lemparan batu. "Assalamualaikum. Yang merasa mahasiswa tolong cek jadwal masing-masing, kembali ke fakultas masing-masing, belajar demi masa depan! Tolong dimohon bubar! Bubar! BUBAR SEMUANYA!"

*

Selama beberapa jam ke depan, kericuhan tak mereda. Tidak perlu mahasiswa berkumpul di lapangan, gaung suara mereka sudah terdengar, bahkan mungkin ke luar Indonesia lewat media sosial.

Selain foto-foto ciuman panas itu, beberapa jam kemudian, tersebar foto lain ketika sosok waria cantik ini memukul seorang lelaki di ruang rias. Wajah lelaki itu pun diburamkan. Dia Arian. Terbukti bukan Arian yang memotret.

Berita tentang dosen banci homoseks ini sudah masuk ke situs-situs penyedia berita. Dalam waktu singkat, sudah menjadi headline di mesin pencarian, hingga memenuhi layar kolom berita untuk pengguna aplikasi seperti Line.

Di antara artikel yang terbit, ada satu artikel yang disebarluaskan lagi lewat WhatsApp. Siapa yang menangkap foto itu sudah terungkap.

"PENGAKUAN YONO: Mantan Guru Ngaji yang Menjadi Penghibur Malam di Kelab Waria".

Shou memilih untuk tidak mengeklik artikel itu. Untuk apa? Ia sudah tahu. Sejak dulu Yono-atau Ishyono-memang membenci Raisyo. Seorang dosen muda ganteng melamar kerja di Firefly demi disertasi, lalu menjadi primadona. Ishyono sudah terlalu lama mendendam. Bukan hal yang sulit untuk menjatuhkan Raisyo. Andaikan saat itu Shou bisa berpikir jernih, mungkin ia akan bertanya-tanya mengapa Ishyono berani melakukan semua ini. Mengapa sekarang?

Shou sudah tak bisa berpikir lagi.

Memegang ponsel pun sulit. Tangannya tremor. Mata Shou berkaca-kaca. Tora dan Aky menemukan Shou nyaris ambruk di tengah halaman gedung rektorat. Mereka membawa Shou pergi jauh-jauh, berjalan di koridor kampus yang sunyi, seolah-olah mereka tahu bahwa selain Pak Rayyan, Shou adalah orang kedua yang harus dilindungi.

"Bahaya kalau sampai orang-orang sadar yang ada di dalam foto itu si Shou!" Tora komat-kamit panik sepanjang jalan.

"Enggak, muka Shou di sini diburemin, Bro! Masih aman. Insyaallah," kata Aky. Jarang-jarang Aky mengucap nama Tuhan.

"Bang, maafin gue, Bang. Gue sama sekali enggak tahu bakal ada kejadian begini. Gue memang pernah bicara sama Yono untuk sekadar nanya-nanyain Pak Rayyan. Gue enggak tahu dia sampai ngintilin kita malam itu." Arian terus mengekori dari belakang, minta maaf sepanjang jalan.

Suara-suara mereka tak bisa menembus telinga Shou.

Shou berusaha menghubungi Ra di sepanjang koridor. Tak diangkat. Ra yang biasanya menjawab telepon atau pesan sangat cepat, kali ini mengabaikan panggilannya.

Saat mereka tiba di kelas, suara teman-teman seangkatan seakan berpadu menjadi satu. Mereka berlomba menyebut nama Pak Rayyan. Mereka bermain media sosial, update status, browsing berita terbaru. Setiap kata, setiap ketikan, ada nama Rayyan.

"Siang nanti rektor mau konferensi pers, klarifikasi masalah ini."

"Duh, semoga masalahnya cepat kelar ya. Bikin malu nama baik kampus dan fakultas kita terutama!"

Mahasiswi-mahasiswi penggemar Ra terisak. "Enggak percaya. Enggak mungkin Pak Rayyan kayak begitu. Itu pasti bukan Pak Rayyan."

"Tapi ... masuk akal sih. Coba perhatiin lagi deh cowok yang dicium di sini. Kok ... mirip ya sama-"

Seolah-olah cahaya lampu di atas kepala sanggup menindihnya, berat. Satu kelas memutar kepala mereka saat Shou hadir di tengah kelas. Mata mereka menghunjam, menyelidik sengit.

Tenggorokan Shou menyempit.

Shou berjalan ke arah bangku duduknya yang biasa. Tora, Aky, dan Arian tak bisa berkata-kata.

"Muka enggak ketahuan. Jaketnya mirip, sih. Mirip banget malah."

"Emang ... bukannya dia sama Pak Rayyan deket, ya? Gue sering lihat dia pagi-pagi datang ke ruang dosen .... "

Rekan-rekan seangkatan berbisik-bisik sengit. Suara mereka mengambang di udara seumpama jarum, menyengat pori kulit, memenuhi paru Shou dengan toksik.

Aisha tiba-tiba berdiri dari bangku. Suaranya tidak lagi terdengar imut, ia berkata lantang, "Teman-teman, tolong jangan suudzon begitu ke Shouki. Aisha yakin seratus persen enggak mungkin cowok di foto itu Shouki!"

Satu kelas terdiam.

" ... tapi kelihatan banget miripnya, Sha."

Aisha membela. "Mirip apanya? Mukanya kotak-kotak begitu. Jaket yang begitu kan banyak dipakai oleh anak kampus sini. Aisha nemu ada empat orang pakai jaket yang sama pas orientasi kampus. Yang di foto itu bukan Shouki!

Iya, jaket hoodie beginian banyak dijual di toko barang bekas. Shou juga beli murah di toko barang bekas.

"Lagian, Shouki hampir setiap sore, sepulang kampus, perginya sama Aisha terus kok, bukan sama Pak Rayyan. Iya, enggak?" Aisha menatap Tora, Aky, dan Arian.

Ketiga sahabat Shou mengangguk serentak.

"Bener banget," kata Tora. "Aisha bikin rantang tiap hari buat kita. Kita makan bareng. Pak Rayyan ... sejak kapan Pak Rayyan main sama kita memangnya? Enggak pernah kok, bukan Shou yang deket sama Pak Rayyan .... "

Shou hanya bisa diam. Ia masih bergetar karena tremor dan sesak napas. Mengucap kata 'terima kasih' saja akan terdengar seperti bunyi mengi.

Bagaimana reaksi teman-temas sekelas mendengar gadis seimut Aisha membelanya? Tak tahu. Tak mau tahu.

Shou memilih untuk mematikan indra pendengaran. Seluruh indra apabila perlu. Rasanya sakit. Napasnya pendek. Kepala Shou berat, semakin berat ketika detik berlalu menjadi menit. Menit menjadi jam. Dosen pengganti masuk untuk menggantikan Pak Rayyan mengajar. Tentu saja. Ra tak mungkin muncul di hadapan mereka semua.

Mungkin Ra sudah-

Shou tak mau memikirkannya. Selama jam kuliah, ia hanya sibuk memeriksa ponsel. Belum ada balasan telepon. Belum ada balasan pesan.

Ra ....

Jam kuliah berakhir. Shou berdiri dengan napas berat dan berbunyi. Tora khawatir sekali, menyarankan agar Shou pergi ke klinik kampus sebentar. Shou bergeleng. Ia tak mungkin menunggu lagi. Ia mau bertemu Ra.

Berkat pembelaan Aisha, Shou tidak mendengar teman-teman membicarakannya lagi. Namun, mereka terus membicarakan Pak Rayyan. Sebagian kepo, sebagian khawatir. Bagaimana nasib Pak Rayyan sekarang?

Jam kuliah berakhir, bukan berarti masalah berakhir. Bapak Rektor mengadakan konferensi pers, sempat menjadi headline news di salah satu stasiun berita. Shou melintasi ruangan di fakultas kimia yang televisinya menyala keras-keras.

Rektor tidak menampik tentang gosip miring bahwa salah satu mahasiswa sekaligus dosen di kampusnya diduga melakukan tindakan amoral. Ini di luar kuasanya, tentu saja. Dosen tersebut tercatat memiliki banyak prestasi, bahkan sebentar lagi akan mewakili kampus dan negeri ini untuk memamerkan karya di San Fransisco.

Dosen tersebut tidak perlu ditindak. Tidak ada bukti yang cukup. Apabila perbuatannya memang menyimpang, ia sudah cukup menerima sanksi sosial. Untuk seterusnya, bapak rektor menyebut dosen tersebut sebagai oknum, tidak semestinya dikait-kaitkan dengan nama kampus.

Rayyan Nareswara sudah dikeluarkan dari kampus.

Dipecat sebagai dosen.

Tidak dapat melanjutkan program studi kedoktoran.

Tentu saja, dengan sangat menyesal, kampus tidak akan mengirim Rayyan ke pameran seni di San Fransisco untuk menjadi perwakilan. Rayyan Nareswara adalah aib buruk, seseorang yang tak akan diakui lagi sebagai bagian dari kampus. Rayyan Nareswara diboikot.

Bukan hanya itu saja.

Mungkin sudah tabiat orang Indonesia yang selalu ingin eksis. Orang-orang yang mengaku pernah berhubungan dengan Ra sebagai alumni, bahkan yang masih berstatus mahasiswa pun, ikut angkat bicara. Mereka sengaja ingin dicari oleh pemburu berita.

Zena Aurelia juga bicara lewat story di Instagram-nya. Katanya sudah move on, tetapi ternyata gadis senior yang sudah sukses ini masih menyimpan dendam.

"Gue sama dia memang punya hubungan dalam. Anak-anak juga semua tahu kok gimana reputasi dia di kampus. Dia emang suka gaulin mahasiswanya, itu benar, termasuk gue. Gue pernah nyaris bunuh diri dulu gara-gara ditinggal sama dia. Bayangin aja, kesucian gue juga sudah direnggut oleh dia, tapi itu masa lalu. Gue berusaha enggak mau ingat lagi. Sekarang gue juga udah punya Joon, orang yang gue cintai. Gue juga udah jadi entrepreneur sukses yang mandiri, punya perusahaan sendiri yang gue kembangin dari nol. Kalian bisa follow IG studio keramik gue dan situs terbaru gue di-"

Curhat di media sambil beriklan bisnis?

Setelah followers Zena di Instagram meledak, "korban-korban" Rayyan lainnya pun tak mau kalah. Entah benar atau tidak, banyak sekali yang mengaku pernah berhubungan dengan Pak Rayyan. Para "baby" ini ada yang lelaki juga tentunya. Seisi kampus akan berbicara tentang Rayyan mungkin sampai ... entahlah, seminggu? Sebulan? Setahun? Sampai mereka bosan dan menemukan drama lainnya.

Shou mencari mobil Ra di parkiran. Tak ada. Sambil berlari dalam keadaan bengek ke arah motornya sendiri, Shou berusaha terus menghubungi Ra. Tak diangkat.

Angkat, Ra!

Please!

Sampai akhirnya ponsel Ra bernada tidak aktif. Shou panik. Helm tergelincir jatuh dari tangannya yang tremor.

"Ya Allah, s-sabar, Shou." Tora ikut panik, mengusap-usap pundak Shou. "Muka lu sampai pucet banget, Shou. Asma lo kumat, Shou, harus minum obat atau ke dokter dulu."

Aky berdecak sambil menggerakkan kursor ponselnya. "Artikel ini ngaco, semua kabar ini ngaco. Pak Rayyan sodomi mahasiswa ... ya walau mungkin memang bener sih, tapi-"

"Enggak. Itu semua enggak bener! Ra enggak ngelakuin itu ke gue. Justru gue yang ngelakuin itu ke dia-g-gue yang-" Shou terbatuk berat dan sesak napas.

"Udah, Shou. Tenang dulu. Dengan semua berita ini, Pak Rayyan jelas punya alasan kenapa dia enggak bisa ngangkat telepon elo. Untuk saat ini, kalian seharusnya memang jangan ketemu dulu. Keadaan lagi gawat, Shou. Anak-anak, semuanya, seangkatan udah curiga."

"Gue enggak bisa biarin Ra sendirian, Ky. Enggak mungkin," Shou susah payah bicara. "Dia pasti butuh seseorang di sampingnya. Butuh gue."

"Gini aja. Kita pergi ke apart Pak Rayyan sekarang. Kita temenin," Aky memutuskan.

Arian mengangguk kecil di samping Aky.

Shou tahu.

Rayyan Nareswara adalah pria yang sangat kuat.

Ia selalu menanggapi berbagai hal dengan tenang. Tak pernah terlihat panik. Tak pernah baper dan berada di dasar jurang karena perkataan orang lain. Meski seluruh Indonesia melemparinya dengan kotoran, Ra mungkin bisa bertahan, berlenggang menjalani hidupnya di suatu tempat dengan tenang.

Namun.

Ra pernah merasakan hancur. Saat-saat ketika ia mengira bermusik adalah jalan hidupnya, rekan satu band-nya meninggal. Ia juga jatuh karena dicurangi saat berkompetisi. Ra patah semangat dan berhenti bermusik.

Kini, seni adalah satu-satunya kehidupan Ra.

Ra menjadi dosen seni, mengerjakan disertasi sampai rela jadi banci. Ra memenuhi apartemennya hanya dengan benda seni.

Ra mengerjakan karya-karya pameran itu sampai tidak tidur berhari-hari.

Ra hanya tersenyum bahagia saat membahas karya dan pameran mendatangnya. Semalam, Ra masih tersenyum lebar dan antusias. Ia ukir kanvas itu dengan penuh kasih dan hati. Pada warna-warna imajiner di sana, Ra menaruh masa depan.

Shou tak sanggup melihat senyum itu hilang dari wajah Ra selamanya.

Air mata Shou tak bisa ditahan, menetes karena sakit dan sesak bukan main. Arian meminta agar mereka berbelok ke rumah sakit tak jauh dari apartemen. Shou menolak. Ia mau bertemu Ra sekarang. Mestinya sore ini mereka pergi menonton berdua. Mestinya malam ini mereka bersama, Shou memasak makan malam, Ra melanjutkan karya pameran. Di dalam pikirannya Shou berpikir semua ini hanya mimpi buruk. Lihat, ia memegang keycard Ra. Sebentar lagi ia membuka pintu apartemen itu dan berjumpa dengan Ra. Lihat, Ra tersenyum, memberitahukan bahwa semua ini cuma mimpi cobaan saja.

Keberadaan apartemen Ra ternyata sudah tercium oleh segelintir media. Mereka menunggu di lobi. Tora, Aky, dan Arian harus menggiring Shou lewat jalan belakang. Shou celingukan, mencari apakah ada wajah Ra di balik pilar-pilar basemen. Keycard pemberian Ra dapat dipakai untuk mengakses elevator khusus tenant. Mereka naik lift sambil berdebar.

Napas Shou berat saat ia berlari kecil menuju koridor tempat kamar Ra berada. Pintunya masih kukuh berdiri, masih dingin. Tak ada tanda-tanda yang aneh di sana. Shou membuka pintu dengan keycard. Meski sedang sesak napas, Shou masih bisa mencium parfum Ra sekelibat. Tercium juga pewangi ruangan dan aliran sejuk dari mesin humidifier. Masih ada aroma gurih dari kotak KFC yang tertinggal di meja makan.

Shou mencari, memanggil dengan serak. Suaranya yang berat menyusup di antara serat-serat tipis karya pameran Ra yang terabaikan.

Ra tak ada.

Shou tak menyerah, mencari hingga ke kamar. Firasatnya sudah terlalu buruk. Ia masih ingat keadaan kamar ini saat ditinggalkan. Ia yang melipat selimut itu tadi pagi. Ia yang mematikan lampu. Tak ada yang berubah, kecuali lemari pakaian Ra sedikit terbuka.

Shou mengintip isinya.

Pakaian-pakaian Ra sudah berkurang banyak.

Koper yang biasanya tergeletak di atas lemari pakaian sudah tak ada.

Ra kembali beberapa saat yang lalu untuk mengambil koper, laptop, segala keperluannya. Sekarang ia sudah pergi. Ia meninggalkan sehelai surat di samping lampu tidur, hanya untuk lelaki yang ia berikan kunci.

Lemas, Shou terjatuh duduk di atas ranjang Ra, menggapai surat itu. Ujung jari Shou yang mati rasa tak bisa merasakan tekstur kertasnya.


Untuk Yang Tersayang,


Saya minta maaf.

Saya cuma bisa bicara dengan kamu melalui surat ini.

Kita tidak bisa ketemu dulu untuk saat ini. Dan saya pikir, mungkin sampai nanti pun kita harus tetap menjaga jarak.

Yang dibenci orang sekampus dan se-Indonesia cukup saya aja. Kamu jangan sampai terbawa-bawa. Jangan sampai masa depan kamu hancur karena saya.

Jangan sampai.

Saya mohon.

Sebenarnya saya sempat punya rencana.

Rencananya saya mau ngajak kamu pergi, pergi ke tempat yang jauh banget. Tak ada yang bisa menemukan kita di sana.

Saat mau pergi ke San Fransisco pun, saya mau ajak kamu. Besok saya mau urus paspormu yang katanya hilang.

Tapi itu jelas tidak mungkin.

Garis tanganmu masih jauh ke depan. Tidak seperti saya yang hidupnya akan terkatung-katung setelah ini.

Saya kepingin kamu punya masa depan.

Sedari awal, mestinya saya sadar, sewaktu kita pertama kali bertemu di klub itu, sewaktu saya tinggalkan kamu di kosan, sewaktu kita break. Hubungan kita ini tidak boleh berlanjut.

Mungkin ini teguran dari Tuhan.

Tuhan melarang saya dan kamu berhubungan.

Kamu lelaki paling baik yang pernah saya kenal.

Kamu anak yang sangat berbakti kepada orang tua, sangat berpendirian, taat beribadah, rajin. Saya ingin berhubungan serius dengan kamu, tapi mungkin memang tidak diizinkan. Ambil hikmah dari semua ini. Segala sesuatu terjadi karena Tuhan yang menghendakinya. Mungkin, kamu akan punya kehidupan yang lebih baik apabila tanpa saya.

Jadi, saya pikir ini keputusan yang terbaik.

Saya ada satu pesan dan keinginan terakhir.

Saya kepingin lihat kamu sukses. Saya mohon dengan sangat. Saya mohon kamu lanjutkan kuliahmu, kariermu, hidupmu. Kamu punya sahabat-sahabat yang sangat baik, jangan tinggalkan mereka. Kamu harus lulus kuliah, kemudian lanjutkan kuliah ke jenjang tertinggi atau berkarier. Temukan pasangan terbaik hidupmu, buat kedua orang tuamu bangga. Jangan biarkan saya atau yang lainnya menghalangi kebahagiaanmu. Raih masa depanmu itu, tanpa saya.

Saya tahu kamu bisa melakukan itu semua.

Saya percaya kamu.

Saya mohon, jika kamu tidak bisa melupakan saya, jadikan saya hanya sebagai kenangan baik. Kamu boleh mengingat saya sesekali, tetapi lakukan itu sebagai pengingat untuk terus maju. Jangan berharap, jangan menanti saya datang suatu hari. Karena itu tidak mungkin.

Jika kita memang berjodoh dan Tuhan mengizinkan kita bersama, kita mungkin bertemu suatu hari nanti tanpa ada rasa sakit. Saat itu, kita tidak perlu takut dan menyembunyikan diri lagi dari dunia. Namun, saya tidak mau bermimpi terlalu muluk. Yang saya mau cuma kamu melanjutkan hidup dan bahagia.

Terima kasih sudah hadir dalam hidup saya, membuat saya tertawa, mengajarkan saya untuk mencinta.

Saya sangat menyesal akhir dari hubungan kita harus seperti ini.

Saya tidak akan pernah melupakan kamu. Saya akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, di mana pun kamu berada.

Terima kasih yang tak terhingga.


Salam

-Ra





Continue Reading

You'll Also Like

15.7K 2.4K 18
Aku gelandangan sejati, bertemu dengan pemuda brengsek di jejeran bak sampah sebuah rumah makan cepat saji, dan diberi makan olehnya. Tidak lebih, ti...
339K 16.2K 43
Gadis yang memiliki wajah cantik,baby face,dan manis menjadi satu,ialah Cahaya mentari alexander yg kerap di panggil Caca oleh orang terdekat.Gadis y...
2.2K 178 4
Rakata Anugrah Hartono menangis di tepi jalan. "Lo gak tau harus kemana kan, malam ini?" Braga menunjuk ke langit. "Liat, gerimis. Naik boncengan mot...
395K 69.7K 31
Meis temanku. Kami berteman sejak TK. Di mana ada Meis, pasti ada aku. Kami bersahabat dan saling berbagi apa pun. Aku menerima segala kekurangan Mei...