GEBETANKU BANCI ✔

By DaddyRayyan

898K 88.7K 30.5K

Berani sumpah aku straight! Namun, lelaki ini membelokkan kepalaku. Sungguh. Awalnya aku cuma ingin bertanya:... More

Pendahuluan
1. Perempuan Jagung Rebus
2. Chatting Pertama
3. R A i s y o
4. Foto Syur
5. Siap Tembak Siaga 2
6. Siap Tembak Siaga 1
7. Hati Potek Karo Banci
8. Gebetanku Bapak Dosen-TIDAK!
9. Terangkanlah...
10. Terangkanlah... (2)
11. Tercyduk
12. Mencyduk
13. Cyduk-Cydukan (part 1)
14. Cyduk-Cydukan (part 2)
15. Magamon
16. Kesempatan dalam Kesempitan
17. Pengabdi Sasetan
18. Para Pengabdi Micin
19. Dari Matamu, Pak
Visualisasi Tokoh (+Rekaman Suara Raisyo/Pak Rayyan & Shouki)
20. Bayi Gula?
21. Aw aw aw
22. Jaran Goyang
23. Hati ke Hati (1)
24. Hati ke Hati (2)
25. Buka-Bukaan
26. Becekin Adek Bang
27. Basah Basah Basah
28. Gebetanku Banci Lainnya ...
29. Banci in Denial
30. Banci Fight
31. Apartemen Ra
32. Just Ra
34. Memahat Hati
Pengumuman 3/3/2018
35. Arian
36. Main Api Babak Satu
37. Main Api Babak Dua
38. Main Api Babak Dua Separuh
39. Main Api Menuju Ambyar
Road to Anniversary
40. Gosong, Ambyar
41. Janji
42. Aisha
Pengumuman+Giveaway Ulang Tahun Shouki
43. Ra
44. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 1
45. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 2
46. Goyang Gitar 🤘
47. Everyday with Rayyan (part 1)
48. Everyday with Rayyan (part 2)
49. Night with Rayyan
50. ....
51. Bunga untuk Daddy
52. Bunga dari Daddy
53. Moving On
Bonus Part: Post-Ending Story #1
Bonus Part: Post-Ending Story #2
Open PO Novel Sekuel GEBETANKU BANCI
PO ditutup malam ini! (Plus teaser Sekuel GB)
PDF Sekuel GEBETANKU BANCI di KaryaKarsa

33. Just Ra (2)

12.9K 1.3K 375
By DaddyRayyan

Oh ya ada bonus foto Akang Shouki lagi pake jaket jeans dari acara kencan sama Ra kemarin. (Cast: Nakagawa Taishi)



Hanya Ra.

Hanya Ra saja mungkin belum cukup.

Memasuki kamar apartemennya belum cukup. Tidur di ranjangnya belum cukup. Memandangi wajah tidurnya yang menawan juga belum cukup memenuhi nafsu.

Egoiskah apabila Shou menginginkan lebih?

Meski sudah tidur di ranjang ini pun, Ra masih belum terjangkau.

Maksudnya—masih terlalu banyak yang Shou belum tahu. Bagaimana masa kecil Ra? Bagaimana petualangan cintanya? Siapa saja yang pernah memasuki kehidupan Ra sebelum Shouki Al Zaidan? Makanan apa saja yang benar-benar ia suka—segalanya. Apa yang selama ini Ra katakan bisa saja bohong. Shou tidak tahu. Yang ia tahu saat ini adalah untuk percaya.

Dalam tidurnya Shou bermimpi pergi berkencan bersama Ra, tetapi pria itu selalu menghilang pada penghujung kencan mereka. Ra pergi, melayang ke angkasa, hinggap di pohon beringin—dan seketika mimpi itu berubah menjadi horor yang membuat Shou ingin menangis. Di dalam mimpi, Shou berteriak mencari ke mana Ra pergi, dan teriakan itu terbawa ke alam nyata.

Shou terkesiap dan mengucek matanya. Pukul 4 pagi. Sambil merintih, ia rasakan tubuh yang hangat di bawahnya. Shou tersadar ia sedang rebah di atas tubuh telanjang Ra.

Panik, Shou berguling terjatuh dari ranjang.

Otak Shou bekerja agak lamban setelah bangun tidur. Dia baru menyadarinya beberapa saat kemudian—bahwa tubuhnya juga tidak berbalut sehelai benang pun.

Uumh.


Setidaknya mimpi buruknya tak nyata, sebab Ra masih ada di ranjang itu. Tidak pergi. Matanya terpejam, dan masih terlihat menawan. Semoga mata itu tetap terpejam sampai Shou berhasil menemukan pakaiannya. Malu ....

Shou menoleh kanan kiri, lalu buru-buru menarik sehelai selimut tambahan di atas ranjang. Ia tutupi pinggang bawahnya yang telanjang.

Mau salat Subuh, jadi harus keramas. Shou pergi ke kamar mandi Ra yang berdinding kaca transparan, lalu terdiam.

Baru sekali ini mau mandi saja rasanya malu. Ugh.

Shou menoleh ke ranjang, memastikan Ra masih tidur, lalu mengangguk. Selagi Ra masih tidur ganteng, saatnya ia mandi. Shou menyingkap selimut dan menjatuhkannya ke lantai, perlahan-lahan ia berjinjit ke bawah shower. Air hangat langsung mengucur turun begitu kerannya diputar. Segar.

Shou berdebar karena di kamar mandi ini, ia bisa mengabsen peralatan mandi Ra. Sabun Ra wangi shea butter. Sampo Ra wangi mentol. Di sampingnya ada hiasan bebek karet yang gemas minta dipencet.

Di bawah shower ini Shouki Al Zaidan menjelma seperti kanak-kanak yang baru pertama kali mandi di bawah shower. Rasanya senang ingin meloncat. Pada cermin di samping tempat mandi berdiri, Shou melihat penampakan kulit cokelat hangatnya yang mengilat. Bulir-bulir air turun menuruni dada dan perutnya yang telanjang. Ini kali pertama Shou mandi di tempat yang dikelilingi kaca. Ra itu terlalu berjiwa seni atau narsis? Mungkin keduanya.

Sambil terus menggosok badan, lalu keramas, Shou lupa mengecek apakah Ra masih tertidur. Ia mendongak, membiarkan air membilas segar wajahnya, dan memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian, ia mulai membasuh bagian privatnya, membasuh dadanya, dan terikat bahwa setiap bagian tubuh itu telah disentuh oleh Ra. Shou malu dan tutup muka. Sekarang kenangan sentuh-menyentuh itu akan terus mengekorinya.

Setelah menyelesaikan prosesi mandi wajib dan berwudu. Shou mematikan keran air. Handuk digantung di luar pintu kamar mandi, sehingga mau tak mau, Shou harus berjalan keluar. Rambutnya basah, disisir ke belakang, dan masih bertetesan air.

Saat menghadap ke ranjang, dilihatnya Rayyan Nareswara sudah bangun. Pria itu tengah duduk, sepertinya sejak tadi asyik menikmati pemandangan mandi Shouki Al Zaidan.

"Akhh!" Shou terkejut, mundur menabrak pintu kamar mandi.

"Sshh." Ra terkekeh dengan seksinya. "Kamu mandi sudah kayak pornstar favorit saya. Seksi banget. Apa kamu sadar?"

Shou buru-buru menarik handuk yang ada di gantungan, langsung ia lilit ke pinggang. Wajahnya pasti merah pekat.

"Padahal saya kepingin lihat kamu lebih lama," kata Ra.

"Kamu sejak kapan bangun?!"

"Sejak kamu hidupin air shower."

"Dari awal dong?!"

"Hmm." Ra tersenyum. "Iya, Akang sayang"

Shou malu, tutup muka. "Oke ... aku malu. Harusnya kamar mandimu ditutup. Aku malu, Ra."

"Kenapa mesti malu? Kan sudah ditutup kaca."

"Kan tetap kelihatan." Shou telan ludah. "Siapa yang enggak malu kalau mandi dilihatin begitu?"

"Oke, kalau gitu lain kali mandinya barengan. Biar kamu enggak malu lagi. Gimana?"

Tak menjawab, Shou merasakan muka hingga telinganya panas selagi ia mencari pakaian di sekitar ranjang. Semalam apa saja yang terjadi sampai pakaiannya terlempar ke lantai begini? Shou membelakangi Ra dan mengenakan pakaiannya sesopan mungkin.

Shou bertanya setelah ia selesai berpakaian, "Um, Ra? Sajadahnya di mana ya?"

Ra terdiam, memiringkan kepalanya sebentar. Dia mungkin mencoba mengingat, kapan terakhir kali ia meletakkan sejadah, dan di mana ia menyimpannya di suatu tempat.

Shou menunggu. "Ra?"

"Saya lupa taruh di mana," jawabnya.

Ah ....

Shou mengangguk. Hal lain yang ia pelajari dari Ra, adalah pria itu tidak rajin beribadah. Mana ada orang yang lupa meletakkan sajadah apabila ia selalu menggunakannya setiap hari?

Ra menyerahkan selimut sebagai pengganti sajadah. "Ini selimut baru kok, bukan yang kena semprot tadi malam."

"O-Oke." Shou mengambil selimut itu dengan wajah memerah. "Terima kasih. Kiblat ke mana ya."

Ra menunjuk ke arah lukisan wanita telanjang. Shou membentangkan selimut ke arah wanita itu—agak digeser sedikitlah, yang penting searah kiblat. Setelahnya ia melaksanakan salat subuh.

Shou selalu khusyuk ketika salat. Walau ia sempat berimajinasi sedikit, apa yang kira-kira Ra sedang lakukan di ranjang itu sekarang? Shou menebak Ra sedang menontonnya salat. Mungkin menunggu momen dirinya menungging—Astaghfirullah. Shou mengulangi bacaan salatnya dan memulai lagi dari awal.

Selepas salat, Shou melipat selimut itu dan meletakkan di meja. Ia menoleh. "Ra? Kamu ga salat?"

Ra sudah rebah di ranjang dengan mata terpejam, tidur lagi.

Shou mendekatinya perlahan, memandang dari samping.

Ra—bulu matanya tampak panjang saat matanya terpejam. Menawan. Napasnya berembus lembut, seirama dadanya yang turun turun. Dadanya masih telanjang, begitu pun seluruh tubuhnya. Um, rasanya Shou ingin malu sepanjang hari, setiap kali teringat bahwa ialah yang melepas pakaian Ra semalam.

Berhati-hati menyelimuti Ra, Shou duduk di tepi ranjang. Ia bawa jarinya ke kening Ra, menyingkirkan lembut helai poni berantakan pria itu. Agak berdebar, helai rambut Ra ia usap pelan, terasa lembut memelintir jarinya. Andaikan bisa lebih berani, Shou ingin membungkuk dan mengecup bibir Ra. J-Jangan sekarang, nanti saja. Shou perlahan naik ke ranjang, dan berbaring di samping Ra.

Shou menatap wajah tidur Ra sampai puas, lalu memejamkan mata, kembali tertidur bersamanya.

Kali ini Shou tertidur tanpa bermimpi. Apabila ia bermimpi, hanya ada Ra di sana.

.

Beberapa jam kemudian, setelah bola matahari berwujud penuh di angkasa Jakarta dan sinarnya menyelusup masuk lewat jendela, Shou terbangun. Ia menjadi satu-satunya penghuni kamar seniman nyentrik itu. Shou duduk, menatap sekeliling. Tempat Ra, sebelumnya rebah, sudah kosong.

Rayyan Nareswara menghilang.

"Ra ... ?"

Shou turun dari ranjang, merapikan seprai, melipat selimut, lalu menumpuknya. Ada banyak bekas tetesan cairan semalam—aduh, Shou malu melihatnya. Andaikan ini ranjang miliknya, Shou sudah melepas seprai untuk dicuci. Ia bereskan sebisanya.

Keluar dari kamar, Shou tidak menemukan Ra di ruang tamu. Setidaknya ada suara berisik dari arah dapur, yang membuat Shou lega bahwa ia tidak sendirian di apartemen itu. Ada Ra di sana, sudah berpakaian rapi dan wangi, sedang menyiapkan piring dan baki. Saat Shou berjalan menghampirinya, Ra mendelik.

"Kamu sudah bangun?" Ia menghela napas. "Bukan begini rencananya. Harusnya kamu masih tidur sewaktu saya masuk membawa sarapan. Jadi pagi hari kita romantis."

Ah ....

Shou terkekeh gugup. "Enggak apa, kita makan di meja saja, Ra."

Shou memandang baki yang Ra bawa. Ada sepiring nasi goreng dengan telur dadar keju, dengan potongan daging asap. Perutnya langsung keroncongan.

"Ra, kamu masak?"

"Uh?" Ra mengerjap, jarang-jarang ia terlihat agak sedikit ... kikuk, lalu dengan segera ia tersenyum bangga. "Iya, saya masak. Buat kamu, Baby."

Agak aneh sih, karena di dapur ini tidak ada tanda-tanda bekas dipakai memasak. Shou duduk di kursi meja makan, dan tak sengaja melihat bungkusan plastik restoran cepat saji di dalam tong sampah. Agaknya Ra pesan makan lewat Godjek.

....

Shou nyengir lebar saja. "Kamu masak apa, Ra? Enak banget, pasti!"

"Nasi goreng dan omelet. Oh ya, sama susu. Saya bisa buat. Kamu suka susu apa? Susu almon? Susu cokelat? Susu matcha?"

"Um, susu cokelat boleh. Makasih, Ra, kesukaanku banget nih."

"Ya sudah kamu duduk dulu di meja makan." Ra meletakkan baki di atas meja dan berjalan ke dapur, membikin susu cokelat.

Shou memandangi punggung tegap pria itu, dan tak bisa menahan senyumnya. "Ada yang bisa kubantu, Ra?"

"Kamu tamu. Duduk ganteng di sana sudah membantu saya." Ra berjalan ke arah tong sampah, dan menendangnya ke balik konter dapur sehingga Shou tak bisa melihat plastik bekas bungkusan makanan.

Shou tersenyum-senyum.

"Selamat sarapan." Ra kembali dengan susu cokelat hangat untuk Shou, masih seperti kemarin, dengan taburan marshmallow superlezat. Sebelum menyerahkan sendok-garpu, Ra membungkuk dan mengecup kening Shou lembut.

Pipi Shou mungkin lebih merah dari warna tomat dari piring nasi gorengnya. Ia berdeham, "Terima kasih ... Ra. Aku makan ya. Bismillah .... "

Ra menggeser kursinya ke dekat Shou, dan memandanginya makan lahap.

"Enak?"

"Enak banget! Kayak nasi goreng di restoran kesukaanku, Soloria, tapi ini jauh lebih enak. He he."

Ra terkekeh, mengusap wajahnya agak salah tingkah. Uh. Ra ternyata bisa kelihatan salah tingkah juga, membikin perut Shou seperti digelitik nikmat.

"Kamu enggak makan, Ra?"

"Sudah."

"Masa?" Shou menyipit curiga.

"Sudah. Kemarin malam." Ra mendengus, menghindari tatapan mata Shou. Agaknya dia malah lupa membeli sarapan untuk dirinya sendiri. Lihatlah, kulkasnya kosong, cuma ada susu.

Sejujurnya, Shou jadi gemas ingin tinggal di apartemen ini dan mengisi kulkas Ra dengan banyak bahan makanan. Shou tidak tahu apakah Ra sungguhan tidak bisa memasak, tetapi melihat konter dapurnya yang agak berdebu seperti tak pernah disentuh, Ra mungkin tidak pernah memasak untuk dirinya sendiri.

Shou ingin memasak untuknya suatu hari nanti.

"Makan, Ra, sini aku suapin kamu." Shou menyendok nasi goreng, dan menyodorkannya ke Ra.

Ra menerima suapan itu, mengunyah dengan gayanya yang cool, seperti biasa. Namun, dia menelan cukup cepat. Pasti kelaparan.

"Enak ya? Buatanmu enak, Ra."

"Iya, enak. Syukurlah kalau kamu suka."

Shou terkekeh, dan melanjutkan makan. Setelah menyuapi dirinya sendiri, ia bergantian menyuapi Ra. Mereka sarapan pagi bersama-sama.

Selama disuapi, Ra tak pernah melepaskan tatapan matanya pada Shou. Diperhatikan seperti itu membuat Shou salah tingkah, tentu saja, tetapi ia mencoba mengatur mimik muka agar terlihat kalem.

Shou menghabiskan satu suapan terakhir untuk Ra, kemudian meneguk segelas cokelat panasnya. Matanya beredar ke arah koleksi pajangan seni Ra.

"Ra, boleh nanya?" Shou bertanya.

Tiba-tiba, Ra mendekat, menghapus bekas susu di pinggir bibir Shou dengan cara menjilatnya.

....

Untuk beberapa saat Shou menjadi berdebar dan hilang fokus. Ra mengecup bibirnya lembut. Kecupan yang kilat, sebelum Shou bisa merasakan hangat bibirnya. Ra sudah duduk kembali ke kursinya.

Shou menjernihkan tenggorokannya. "Oke. Jadi aku mau nanya. Boleh?"

"Boleh."

Shou menunjuk ke arah arah salah satu benda seni. "Zena ... itu siapa ya Mahasiswamu?"

Ra hanya tersenyum, matanya sedikit menyipit. "Zena .... " Ra mengucap nama itu seolah asing di lidahnya. Beberapa saat kemudian, ia berkata, "Oh, pernah jadi mahasiswi."

"Pernah?"

"Iya, dia sudah alumni," Ra menerangkan. "Rata-rata yang sudah alumni, karyanya saya simpan. Kenapa?"

Shou merendahkan suaranya. "Tapi dari semua karya mahasiswamu di sini, hanya Zena yg ditulis pake tanda hati."

Reaksi Ra bukannya seperti terciduk, dia malah mendengus. "Kamu cemburu?"

Shou menghela napas singkat. Ia bukan lelaki yang menyembunyikan perasaannya, jadi ia berkata, "Iya, aku cemburu."

"Kalau begitu kamu bikin karya juga buat saya. Yang pakai tanda hati juga, nanti saya simpan karya kamu di tempat terbaik," Ra mendekat, dan menyeringai, "Di hati saya."

"Hmm." Shou memutar mata. "Enggak deh, saya ikut-ikut dong—"

Kata-kata Shou berhenti ketika Ra memagut lembut bibirnya. Kali ini bukan sekadar mengecup, tetapi juga mengulum dengan cara yang nikmat. Bibir bawah Shou ia tarik, dan ia gigit lembut sehingga Shou merintih. Ugh. Ra paling tahu cara mengalihkan perhatian Shou seperti ini.

Fokus!

Shou memundurkan wajahnya. "Pertanyaanku belum selesai, Ra. Jadi ... apa kamu suka juga sama Zena?"

"Hm?"

Shou menatap serius.

Ra menatap balik, malah menyeringai. "Jangan bikin saya bergairah dengan wajah cemburu kamu."

"Dan jangan alihkan pembicaraan terus, Ra," balas Shou serius.

"Iya, saya suka," jawab Ra tegas, "sama kamu."

"Aku serius, Ra," geramnya. "Tolong lihat-lihat waktu untuk bercanda."

"Saya juga serius. Apa saya salah?"

Shou menghela napas kasar, cemberut. Kalau sudah cemberut bibirnya jadi monyong menggemaskan. Ia tak peduli. Shou meneguk susu cokelat. Gluk gluk gluk. Sampai tetes terakhir. Dengan cara ini rasa sempit di tenggorokannya pun sirna.

Ra seperti menahan diri untuk mengecup bibir itu. Ia letakkan tangannya di atas punggung tangan Shou, dan berkata, "Dengar, Baby."

"Apa?"

"Saya milik kamu. Apa itu belum cukup?"

Shou diam.

"Jangankan di seluruh karya seni di ruangan ini, di bawah piring makan kamu itu ada nama desainer yang merancang piringnya. Huruf 'i'-nya pakai tanda hati juga. Kalau kamu perhatikan semua nama desainer di karya seni tersebut, mungkin semuanya juga pakai hati untuk saya. Terus kenapa?" Ra angkat bahu. "Nama dan hati mereka enggak akan mengubah fakta, bahwa sekarang saya milik kamu."

Mereka saling pandang.

"Kamu enggak percaya sama saya?" Ra bertanya.

Shou tertunduk. Dada masih agak panas. Setidaknya tatapan Ra berhasil memendam sedikit emosinya, meski tidak bisa sepenuhnya melenyapkan rasa cemburu. Shou berdeham, "Maaf, suasananya jadi enggak enak. Maaf aku cemburuan."

"Saya bingung kenapa kamu cemburuan," kata Ra. "Cemburuan berarti kamu enggak percaya sama saya."

Gantian Shou yang mendekatkan wajah kali ini. Ia menangkup wajah Ra dengan telapak tangannya, lalu menariknya lembut. Shou memejamkan mata dan menciumnya.

Reaksi Ra setiap kali dicium agak berbeda—Shou menandai. Ra mungkin tipe yang bisa dengan mudah mencium siapa saja, tetapi ketika seseorang menciumnya, ia malah berlagak kaku. Butuh waktu beberapa saat sampai Ra membalas ciuman itu, membalas kuluman Shou. 

"Bukan begitu," bisik Shou di depan bibir Ra. "Banyak hal yang aku belum tahu tentang kamu, Ra. Jadi, mungkin aku bakal sering cemburu begini. Maaf, aku berusaha."

"Enggak apa. Langkah awal, tidur di kamar saya. Nantinya kamu akan lebih mengenal saya." Ra mengacak rambut Shou. "Masih ada pertanyaan?"

Shou bergeleng. "Kamu enggak mau balik tanya?"

"Ah." Ra menopang pipinya, berpikir. "Apa ya?"

"Enggak ada? Ternyata kamu sudah tahu semuanya tentang aku ya. He he." Shou terkekeh canggung.

Ra bergeleng. "Belum. Coba ceritakan tentang teman-teman dekatmu."

"Hm? Teman-temanku semuanya mahasiswamu. Kamu pasti sudah tahu mereka."

"Saya belum kenal mereka, dan kamu mahasiswa yang populer, kan? Pasti banyak yang suka kamu."

"Huh? Enggak kok! Yg populer itu kamu, Ra."

Ra tergelak. "Berarti kamu yang enggak peka. Saya perhatikan di kelas, banyak cewek-cewek sering ngelirik ke arah kamu."

... Masa?

"Bukannya lirik ke kamu?"

"Ke kamu, Baby." Ra tertawa. "Kamu enggak sadar mungkin karena kamu malah sibuk melirik dosenmu sendiri."

Shou diam sebentar, kemudian tertawa keras sekali. Tawa yang, tentu saja, bagi siapa pun yang melihat, terlihat tampan menggemaskan. Shou berhenti tertawa setelah menyadari Ra memandanginya dengan tatapan tak berkedip.

"Oke, aku mau cerita ke kamu. Yang pertama tentang temanku, namanya Tora Sasnar Wijayanto .... "

Shouki Al Zaidan menghabiskan harinya berbincang dengan Ra. Perbincangan macam-macam, dari Tora hingga kucing kampung yang ia tolong di masjid, lalu berputar ke cerita masa SMA, tak berjeda. Tahu-tahu sudah jam makan siang. Kali ini Shou tak akan membiarkan Ra memesan makanan lewat Godjek lagi dan berpura-pura memasak untuknya. Shou membawa Ra berbelanja ke supermarket dekat apartemen, kemudian menggunakan dapur Ra untuk memasak. Bukan masakan yang luar biasa, setidaknya Shou memasak dengan usahanya sendiri.

Ra yang bersantap dengan lahap sukses membuat Shou cengar-cengir senang sepanjang hari.

Mereka makan siang bersama di beranda apartemen Ra, sambil memandang gedung-gedung yang mencakar langit. Setelah Shou bercerita tentang sahabatnya, gantian Ra bertukar cerita tentang koleksi boneka bebeknya—err, agak tidak terduga. Ra bercerita bahwa setiap boneka bebek di apartemennya, baik yang berbentuk karet maupun yang buluan, punya kenangan. Boneka bebek karet di kamar mandi adalah hadiah dari seorang seniman terkenal di Bandung, yang kalau dipencet saat mandi, akan memenuhi kepala Ra dengan inspirasi. Boneka bebek di samping pintu masuk Ra beli dari hasil menjual lukisannya pertama kali. Boneka bebek di dekat meja komputer Ra temukan di salah satu hutan di Jawa Tengah—oke, Ra harus berhenti bercerita tentang mistis, karena Shou sangat penakut! Dan ... masih banyak cerita-cerita aneh dari Ra lainnya.

Selain Ra dan pengalaman mistis aneh-anehnya, masih banyak hal yang belum Shou ketahui tentang Rayyan Nareswara. Kalau boleh, Shou ingin bisa bersama Ra sepanjang hari. Menautkan jari, rebah di sisinya menyandarkan kepala di bahu. Oh, apakah sudah sore? Saatnya Shou kembali ke kosan, masih ada tugas kuliah untuk ia kerjakan. Ra mengantarnya turun ke basement dan mencium keningnya sebelum berkendara dengan motor.

Shou meneruskan cengirannya sepanjang jalan menuju kosan.

Mau tak mau, hari Senin besok pasti datang. Setidaknya Shou adalah salah satu dari sedikit mahasiswa yang berbahagia menyambut Senin. Sebab ia bisa bertemu kekasih dosennya di kampus.

See you tomorrow, Baby

Mimpiin saya malam ini terbang ke hatimu, jangan ke pohon beringin

-Ra

Shou tergelak dan membalas pesan Ra sebelum tidur. 

Pukul 00.00 sampai waktu ayam berkokok dikenal sebagai jam mencari wangsit, alias mengerjakan tugas, bagi anak-anak di fakultas Shou. Tidak bagi Shou, ia bukan begadang demi mengerjakan tugas. Hanya pada waktu tengah malam begini ia bisa dapat kuota gratis internetan, mana mungkin ia melewatkan waktu online dan menyapa Ra.

Jadi, tidak heran, aplikasi WhatsApp-nya membeludak dengan pesan jarkom dari teman-teman seangkatan. Ternyata besok ada jadwal berkunjung ke pameran seni keramik kontemporer sebagai bagian dari kuliah pilihan. Shou sedikit bersedih, sebab kemungkinan dia tidak bisa bertemu Ra.

Tora dan Aky ikut memenuhi pesan WhatsApp Shou dengan ajakan membolos. Ada banyak hal yang ingin ia ceritakan kepada dua sahabatnya. Shou mempertimbangkan ajakan mereka, sembari mengintip gambar poster pameran keramik dari grup. Poster itu berwarna kuning-kuning yang langsung menarik perhatiannya. Jatuh cinta kepada Ra membuatnya tertular menyukai dunia per-bebek-an. Siapa tahu, ada bebek keramik yang bisa ia perlihatkan kepada Ra di galeri keramik? Yang akan membuat Ra senang.

M E M A H A T  H A T I

Pendekatan Tradisonal - Rasa Modern

Media Session : Pukul 16:00 ~ 17:00

Opening : Pukul 19:30 ~ 20:00

 Dihadiri oleh kurator, wakil seniman, dan para mahasiswa seni

Ketua Tim Kurator: ZENA Aurelia (alumni dan keramikus)

Tim Kurator: Miranda W., Astari Anindya, Joon Ryan

Lokasi: --


Ketua Tim Kurator: ZENA Aurelia.

....

Zena bukan nama yang umum, tak perlu diberi CAPS, juga sudah mencolok. Tak perlu juga membongkar buku wisuda mahasiswa angkatan lalu, Shou yakin hanya ada satu alumni di kampusnya yang bernama Zena.

"Kamu enggak percaya sama saya?"

Shou mengernyit, melamun agak sedikit lama meski ponsel di tangannya terus bergetar. Beberapa saat kemudian, Shou membuka pesan WhatsApp, memberitahu Aky dan Tora bahwa ia tak mau ikut membolos. Besok ia pergi ke galeri keramik.



Instagram: @ ra_shou (IG khusus pembaca Rashoura, DM dulu agar di-confirm, ya)

Continue Reading

You'll Also Like

294K 37.9K 60
Setelah lima tahun lebih hidup bersama dengan keluarga Narufumi, ada sesuatu dalam diri Reo Fearbright yang mengalami perubahan. Apa yang berubah dar...
180K 34K 18
Hana bukan geisha di okiya itu. Namun, kecantikannya melebihi para geisha di mana pun berada. Banyak lelaki yang jatuh dan tunduk di kakinya, hanya u...
MARITARE By Rosesseries

General Fiction

4.5M 95.4K 27
Alex, CEO berusia 31 tahun, tiba-tiba dijodohkan oleh sang kakek dengan Rosana, seorang pelajar dengan latar belakang yang berbeda jauh darinya. . ...
31.6K 2.5K 12
Kita sadar kita hidup dalam lingkaran bernama kenyataan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ 𝐁𝐞𝐟𝐨𝐫𝐞 𝐀𝐧𝐲𝐨𝐧𝐞 𝐄𝐥𝐬𝐞 𝐒𝐩𝐢𝐧 𝐎𝐟𝐟 ab...