GEBETANKU BANCI ✔

By DaddyRayyan

898K 88.7K 30.5K

Berani sumpah aku straight! Namun, lelaki ini membelokkan kepalaku. Sungguh. Awalnya aku cuma ingin bertanya:... More

Pendahuluan
1. Perempuan Jagung Rebus
2. Chatting Pertama
3. R A i s y o
4. Foto Syur
5. Siap Tembak Siaga 2
6. Siap Tembak Siaga 1
7. Hati Potek Karo Banci
8. Gebetanku Bapak Dosen-TIDAK!
9. Terangkanlah...
10. Terangkanlah... (2)
11. Tercyduk
12. Mencyduk
13. Cyduk-Cydukan (part 1)
14. Cyduk-Cydukan (part 2)
15. Magamon
16. Kesempatan dalam Kesempitan
17. Pengabdi Sasetan
18. Para Pengabdi Micin
19. Dari Matamu, Pak
Visualisasi Tokoh (+Rekaman Suara Raisyo/Pak Rayyan & Shouki)
20. Bayi Gula?
21. Aw aw aw
22. Jaran Goyang
23. Hati ke Hati (1)
24. Hati ke Hati (2)
25. Buka-Bukaan
26. Becekin Adek Bang
27. Basah Basah Basah
28. Gebetanku Banci Lainnya ...
29. Banci in Denial
30. Banci Fight
31. Apartemen Ra
33. Just Ra (2)
34. Memahat Hati
Pengumuman 3/3/2018
35. Arian
36. Main Api Babak Satu
37. Main Api Babak Dua
38. Main Api Babak Dua Separuh
39. Main Api Menuju Ambyar
Road to Anniversary
40. Gosong, Ambyar
41. Janji
42. Aisha
Pengumuman+Giveaway Ulang Tahun Shouki
43. Ra
44. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 1
45. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 2
46. Goyang Gitar 🤘
47. Everyday with Rayyan (part 1)
48. Everyday with Rayyan (part 2)
49. Night with Rayyan
50. ....
51. Bunga untuk Daddy
52. Bunga dari Daddy
53. Moving On
Bonus Part: Post-Ending Story #1
Bonus Part: Post-Ending Story #2
Open PO Novel Sekuel GEBETANKU BANCI
PO ditutup malam ini! (Plus teaser Sekuel GB)
PDF Sekuel GEBETANKU BANCI di KaryaKarsa

32. Just Ra

13.2K 1.4K 266
By DaddyRayyan


Detik berikutnya kedua bibir mereka bertemu lagi. Tidak ada penonton kurang piknik di luar jendela mobil, tidak ada anak kosan di kamar sebelah, di luar juga sedang tidak hujan. Apa pun yang terjadi saat ini, maka akan terjadi ... dan Shouki Al Zaidan tidak bisa lari.

Hanya Ra bersamanya.

Di ranjang ini, Ra duduk di pangkuannya dalam balutan gaun merah Raisyo, dengan stocking, dan masih mengenakan sepatu hak tinggi. Napasnya wangi teh hijau saat mendekat, dan bibirnya lembut satin. Mereka berciuman lembut. Seperti di sofa sebelumnya, Raisyo mencecap rasa bibir Shou. Ia menggesekkan kedua bibir mereka berulang, seraya tangannya meraba ke leher belakang Shou. Kukunya menggali pelan pada bagian rambut yang tipis.

Pelan-pelan, Shou mencoba membalas cium, meski kaku. Jantungnya berdebar kencang sekali, sampai-sampai rasanya bibir ikut berdenyut. Terutama ketika Raisyo tiba-tiba menggesekkan tubuh bagian bawahnya.

"Hh."

Detik berikutnya Shou menjadi lebih berani, dengan bibirnya ia mengulum lembut dan menarik bibir bawah Raisyo. Pinggang Raisyo diremas dan ditariknya. Apakah Raisyo merasa nikmat? Kekasihnya bukan seorang yang vokal, tidak banyak mengerang atau merintih. Saat berciuman atau menyentuh, dia cool sekali. Shou tidak tahu apakah Ra juga merasakan nikmatnya berciuman, sepertinya. Badannya saja yang terus bergerak, menari. Raisyo yang suka menggoda dan mendesah nikmat mungkin hanya akting.

Shou membuka matanya perlahan untuk melihat wajah Ra, dan melihat sederet bulu mata yang tajam karena maskara. Ia membayangkan bukan wajah yang berias seperti perempuan saat ini, melainkan wajah Rayyan Nareswara, kekasihnya yang pria.

Dia ingin mengenal lebih jauh.

Tangan Raisyo sudah turun ke bawah, membuka ritsleting celana Shou. Sedang asyik menikmati percumbuan bibir, Shou tak sadar celananya sudah turun.

Sampai akhirnya tangan Ra masuk ke balik celana. Tempat yang belum pernah dimasuki oleh siapa pun. Ujung jarinya agak dingin, menyusuri kelamin Shou yang sudah keras dan panas.

"Hhh—" Shou berhenti berciuman, kaget, tertunduk.

Raisyo menangkup milik Shou dan mengeluarkannya dari balik celana. Sudah keras dalam genggaman tangan Raisyo. Ibu jari Raisyo naik turun, mengusap-usap dari kepala turun ke pangkal.

Perasaan Shou campur aduk saat ini—malu, gugup, cemas, nikmat, nikmat, dan nikmat. Aliran hangat menjalar di sekujur tubuh Shou. Tengkuknya meremang panas dingin.

Shou telan ludah. "P-Pak—"

"Panggil aku Ra," Ra mendesah berat. Suara pria.

"Ra ... ugh."

Ra mengangguk, dengan telapak tangannya membungkus kejantanan Shou, lalu mulai mengocok pelan. Naik turun. Naik, turun, dan Shou mendengar bunyi basah saat naik, sebab cairan praklimaksnya sudah menetes sedikit. Ugh. Ternyata dia mudah basah.

Ra menyeringai, lalu mengecup perlahan kening Shou. "Akang sudah keras."

Shou menyipitkan mata. Jarinya bergerak menyusuri leher jenjang Raisyo, mengusap lembut area itu, sebelum melingkar ke belakang. Ia menemukan kaitan wig di bagian tengkuk Ra, dan mencopotnya.

Rayyan Nareswara yang dia inginkan sekarang. Hanya Ra.

Raisyo tersenyum, lalu tiba-tiba menjauh, Shou diminta duduk di tepi ranjang, seraya Raisyo berlutut di lantai. Kini wajah menawannya berada di antara kedua kaki Shou, seraya ia mendongak.

Raisyo mengocok di bawah dagu, menatap Shou di atasnya. Dia berkata, "Saya sebenarnya belum pernah."

"U-Ugh? Maksudnya? Kamu mau apa?"

Raisyo mendekatkan wajah. Wajah sangat dekat kepada ereksi milik Shou. Napas berembus panas. Shou melihat tanpa kata ketika bibir mengilat itu nyaris menyentuh pucuk kelaminnya. Shou disorientasi. Ia sudah tidak bisa mendengar apa pun saat itu, selain gebu detak jantungnya sendiri.

"Melakukan ini. Berlutut di lantai. Nyepong." Raisyo terkekeh.

Shou tercekat. "H-Huh? T-tunggu, Ra."

"Gak mau? Ngerasain disedot sama saya?"

Dengan sekujur tubuh berdenyut dan ereksi mengacung, pertanyaan barusan adalah yang tersulit seumur hidup Shou. Malu. Panas. Shou menutup muka. Dia tak tahu bagaimana harus menjawab.

"Ssh. Ini pengalaman pertama buat saya. Jadi Akang santai saja. Kita sama-sama pertama."

Shou mengerjap, berdeham. "Jadi biasanya kamu yang di—anu?" Disepong. Shou terlalu malu mengucapkannya.

Raisyo hanya tersenyum. "Saya belum pernah jadi bottom. Bagi saya, berlutut dan nyepong itu pekerjaan bottom—itu prinsip saya. Jadi, saya belum pernah mengisap begini."

Kenapa sekarang mau? Shou tak sempat bertanya. Detik berikutnya ia melihat bibir lembut Ra sudah menempel pada kulit kelaminnya. Bibir itu kenyal, mengulum, mengisap milik Shou yang berdenyut. Spontan Shou mengatup mulutnya.

Raisyo terpejam. Bibirnya ia bawa dari pangkal menuju puncak. Shou merasakan napasnya yang hangat, menyapu bagian tubuhnya yang paling sensitif. Denyutnya mengencang. Rasanya sebelum bibir Raisyo sampai ke puncaknya, Shou sudah menetes lagi. Ah—Shou menggigit bibirnya kuat-kuat, dan meremas pundak lebar itu.

Raisyo membuka mulutnya perlahan, menjulurlah lidah yang merah muda. Ujungnya menyentuh tepat pada bagian liang klimaks, lalu memuntir dan berputar-putar di sana. Kaki Shou bergetar. Sulit menahan erangan nikmat barusan. Shou mendongak. Peluh menetes sepanjang lehernya, dan bibirnya membuka.

Sambil menjilat, Raisyo memandangi reaksi kekasihnya. Sorot matanya itu pun ikut menjilat. Saat Shou menahan rintihan, Raisyo akan semakin sengit mencecap. Ketika Shou merintih, Raisyo malah sengaja meliukkan lidah lebih liar. Sekarang mulutnya sudah melingkupi ereksi Shou, mengisap di dalam. Cairan praklimaks Shou terisap, tertelan.

"Ah—Ra—" erang Shou. Jemari kaki mengepal. "Ra ... ja-jangan. Kotor, Ra."

Sudah telanjur ditelan. Shou mendengar bunyi basah saat Raisyo menjilat dan mengisap. Bunyi basah itu menaikkan gairah. Di dalam mulut Raisyo, ia bertumbuh keras, atau mulut itu yang semakin sempit. Tidak tahu. Tidak bisa berpikir. Shou hanya bisa merintih, dan tak bisa berkedip melihat Raisyo menikmati miliknya dengan tangan terus mengocok naik turun. Caranya memegang persis seperti memegang mik jagung rebus. Raisyo menyeringai, dan berkata, "Akang besar sekali."

"Hhh—" Shou meremas seprai. "Khh. R-Ra."

Raisyo berdeham pelan, mengeluarkan ereksi dari mulutnya, lalu meniup ujungnya hangat. Kemudian mengulum. Kemudian mengisap. Ra memijat Shou dengan ujung lidahnya, sebelum mengisapnya kembali ke dalam mulut.

Badan Shou melengkung. Tangannya menggali ke kulit rambut palsu Raisyo, menjambak, dan mencopot wig tersebut.

Detik-detik ketika rambut palsu itu terlepas, transformasi terjadi. Rayyan Nareswara membuka matanya dengan wajah yang tampan menawan. Bibirnya mengilat karena basah oleh cairan Shou, dan matanya yang tajam mengawasi dari bawah. Riasan wajah perempuannya agak meluntur, menyisakan wajah yang berkeringat. Ia bukan lagi si biduan jagung rebus yang membuat orang-orang bergairah, tetapi, yang Shou rasakan saat melihat wajah itu malah bergairah dua kali lipat.

"Saya pikir mau dilayani sama yang cantik," ucap Ra, terkekeh.

Shou bergeleng kaku. "Begini lebih baik."

"Oke," desah Ra, dan masih terus mengocok.

Shou mengerang saat Ra kembali menjilat cairan praklimaksnya yang menetes. Kakinya mengepal. Sekujur tubuhnya bergetar. Jilatan itu terasa lebih intens saat ini. Jauh lebih intens dari jilatan Raisyo sebelumnya. Shou hampir berada di ujungnya. Tekanan pada malam-malam yang sunyi ketika ia bermasturbasi membayangkan Ra, kini berkumpul di perut bawah. Ia hampir meledak.

"R-Ra—"

Ra menggerus dengan bibirnya yang hangat, terus mengisap, menikmati dengan bunyi basah yang berisik. Sesekali ia mengusapkan badan keras Shou ke pipinya, membuat wajahnya berlepotan seksi karena cairan. Kepalanya mulai maju mundur saat mengisap.

Menyerah, Shou memutuskan untuk mendorong kepala Ra kuat-kuat, memintanya berhenti.

Ra terkejut karena Shou tiba-tiba menariknya kembali naik ranjang. Posisinya kini mereka saling berhadapan. Shou tampak kesulitan mengatur napas, dan terus tertunduk. Rasanya tidak berani memandang mata Ra secara langsung. Bagaimana orang-orang bisa saling berpandangan saat malam pertama mereka? Shou tak habis pikir.

Namun, saat tertunduk, ia malah menyadari sesuatu.

"U-Umh, Ra—itu—"

"Hm?"

Shou menunjuk malu-malu ke arah selangkangan Ra. "Kamu juga ... sudah keras."

Ra tertunduk, dan melihat roknya sendiri yang sudah mengacung. Seperti tenda. Ha ha. Ia terkekeh sendiri dan membiarkannya. "Iya, kan saya sudah bilang saya bergairah."

Shou mengangguk canggung, mukanya merah pekat. Namun, tangannya bergerak sendiri ke arah rok Ra. Shou menyadari ujung jarinya bergetar, tetapi ia mencoba berani. "Kalau boleh ... aku juga ... boleh?"

Ra diam, menyipitkan mata. Ia tidak banyak bereaksi ketika Shou menyelipkan jari ke balik rok merahnya. Beginilah Rayyan Nareswara yang sesungguhnya setelah ia mencopot wig. Tidak ada akting seperti banci genit lagi. Ia adalah Ra, yang sangat tampan, yang membuat Shou bergairah, yang membuat Shou ingin menelanjanginya.

Shou berdebar keras, menyentuh ereksi Ra takut-takut. Sekali lagi ia memandang kepada kekasihnya yang dewasa, bertanya, "Boleh ... ?" Dengan wajah yang memelas erotis.

Ra tersenyum tipis, mengelus pipi Shou lembut, menenangkan. Ia menuntun tangan Shou secara perlahan ke bagian tubuhnya. "Ini milik kamu kok," katanya.

Shou terkekeh gugup. Bulu-bulu halus di tengkuknya selalu berdiri setiap kali Ra menyebut dirinya sebagai milik Shou.

"Sobek saja baju saya," tambah Ra lagi, mendukung Shou agar lebih berani.

"Jangan, sayang bajunya," ujar Shou tanpa napas. Berhati-hati ia mengangkat rok Ra, dan menarik turun celana dalamnya. Baru turun beberapa senti, Shou mengintip reaksi Ra lagi. Mohon izin.

Ra menunggu. "Oke, mau kamu yang buka? Atau saya yang buka?"

Semakin Ra banyak bertanya, semakin Shou tak punya jawabannya. Ia cuma bisa menjawab lembut, "Terserah ... kamu, Ra."

"Oke. Kamu yang buka," Rayyan Nareswara berkata, sembari menuntun tangan Shou yang perjaka untuk menyentuh tubuh hangatnya.

Shou memulai dengan mengangkat gaun Ra melampaui kepala. Sedikit demi sedikit, tersingkap perut, dan dada bidang berbalut bra. Shou menatap bra tersebut dan mengerjap polos. "Anu.. ini gimana?"

Ra tertawa dan mencopot branya sendiri. "Maaf sudah saya buka."

Setelah kulit Ra sudah terekspos hampir seluruhnya, Shou memandang atas bawah. Tubuh Ra adalah pria yang seksi di matanya. Ototnya terpahat ideal, dengan pinggang ramping, dan benda mengacung yang tidak perlu dipertanyakan ukuran dan kegagahannya. Yang tersisa hanya sepasang kaki yang masih terbungkus stocking dan hak tinggi. Shou mencopot sepatu itu perlahan, lalu meletakkannya di lantai.

Saking bergairahnya, Shou jadi tak tahan untuk menyeringai.

Ra menatap. "Kamu menyeringai. Gak mau buka stocking saya?"

"Um—biarin saja stocking-nya ... " Entahlah, mungkin Shou akan mengoyaknya nanti ketika keadaan sudah sangat panas.

"Oke, sekarang gantian."

Shou terkesiap ketika Ra menariknya. Ra melucuti pakaian Shou tanpa sedikit pun jeda percuma. Shou merasakannya—kain jaket jeans-nya menggesek sepanjang lengan. Saat Ra melucutinya, kukunya dengan sengaja menggesek sepanjang jalan.

Shou tak berkedip menatap Ra selama ia ditelanjangi, tetapi kemudian matanya harus menyipit. Sebab Ra maju ke depan menciumi leher, dada, lengan, dan kulit Shou yang tersembul di balik jaket yang ia lucuti. Saat kausnya menyusul disingkap, Shou kembali bergetar merasakan bibir dan napas Ra menyapu kulit perutnya. Ra mengangkat kaus Shou sambil mengecup-ngecup kulit yang sedikit demi sedikit tersingkap.

Bergetar pelan, Shou mengangkat tangan agar Ra bisa melepas kausnya. Terasa telapak tangan Ra ikut menggesek kulit Shou yang telanjang, menyenggol putingnya yang mengeras. Nngh. Tahan ....

Setelah bertelanjang dada, wajah Shou semakin memerah karena bergairah. Ra memandangi tubuh atasnya, seperti tak puas. Mata itu adalah predator yang ingin menerkamnya.

Jemari menelusuri lekukan otot di perut dan dada Shou. "Otot ini dari mana?"

"H-Hm? Dari ... olahraga. Aku main basket hampir setiap hari, dulu, sejak SMP—"

Shou berhenti bicara. Ra menunduk dengan lidah yang terjulur. Ia memulai dari otot terbawah di perut Shou. Ujung lidah itu menyapu lembut bagian otot yang melekuk ke dalam, satu per satu ia jilat. Naik ke dada, dan berhenti tepat sebelum menyenggol puting Shou yang kemerahan. Sambil menjilati otot tubuhnya, Ra membuat kontak mata dengan Shou. Pemandangan ketika Ra menjilati ototnya seperti ini—terlalu seksi di mata Shou. Dia sampai lupa bernapas.

"Mau diteruskan?" tanya Ra tanpa napas, mengecup lembut leher Shou.

Shou cuma bisa mengangguk pelan, punggungnya agak melengkung.

"Saya akan pelan-pelan saja," bisiknya, membawa tangannya ke bawah. Ra menarik turun celana jeans bersama celana dalam Shou—yang sudah basah.

Shou menggigit bibir bawah. Pahanya sudah tersingkap. Kedua kaki dan sekujur tubuhnya kini telanjang. Anunya mengacung. Ra memandangi intens, membuat Shou secara spontan ingin mengatupkan kakinya sesopan mungkin. Malu.

"Anu ...," Shou berdesah. "Maaf. Tubuhku enggak enak dilihat."

"Sssh. Kalau enggak nyaman saya telanjangi, bilang."

Shou bergeleng.

"Kamu punya badan yang bagus. Lumayan berotot. Penisnya besar. Kulit sawo matang seksi. Ini badan laki-laki ideal."

Shou tak tahu harus berkata apa, hanya "Terima kasih ... err, punyamu juga."

Ra terkekeh dengan seksinya. Hangat tubuhnya merayapi Shou kemudian. Mereka duduk berdekatan. Ra mulai meraba perlahan, menjilati leher Shou, mengecup lembut. Selagi Shou membalas sentuh. Sejak tadi tangannya sudah gatal ingin mencoba menyentuh itu—um—ereksi Ra yang sudah keras. Saat berhasil menyentuhnya, Shou merasakan jarinya hangat.

Ra mengawasi gerakan jari Shou yang kaku pada kelamin kerasnya, lalu berkata, "Coba perlakukan seperti menyentuh milikmu sendiri."

Shou mengangguk, berhati-hati menyentuh ujung tumpul Ra yang bulat, dan licin. Ra juga sudah agak basah. Walau tidak sampai menetes sepertinya. Ra juga sudah berdenyut. Shou mencoba mengelus dengan sedikit memutar. Ia mendengar Ra berdeham, bukan mengerang.

"Ra .... "

"Ya?"

"Nikmat?" tanya Shou, cemas apakah ia tidak bisa membuat kekasihnya merasakan gairah yang sama.

Ra tersenyum. "Sangat," katanya.

Shou menangkup ereksi Ra dan meremasnya pelan.

Ra tampak kalem, bertanya, "Kamu masih enggak mau lepas stocking saya? Fetish?"

Shou terkekeh lugu. "Kenapa harus dilepas?" Ia memajukan wajah dan berbisik rendah.

Namun, wajah Ra tidak lagi kalem ketika Shou, dengan tiba-tiba, mengoyak sisi stocking-nya. Ia tampak terkejut.

Shou tidak lagi menahan gairahnya. Tangannya langsung menggerayang, mencari kehangatan dari sepasang paha polos Ra. Berdebar keras selama melakukannya, Shou meremas-remas paha dalam Ra. Ia mendengar Ra terkesiap kecil. Hanya keterkesiapan, bukan erangan, tetapi sudah membuat Shou sangat bernafsu.

"Ra," Shou berbisik hangat, mendekat.

"Hhh?"

Sambil menyentuh milik Ra, Shou menyentuh miliknya sendiri yang berdenyut. Ia menyandarkan keningnya ke pundak Ra, dan bernapas tersengal. Ra merengkuh, mengecup sepanjang rahang, kening, ujung hidung, dan bibir bengkak Shou. Diserbu rasa nikmat, Shou mempercepat kocokannya, ketika akhirnya Ra menekan di sisinya. Kedua ereksi mereka bergesekan seperti bercumbu.

"Mau klimaks sama-sama?" tanya Ra.

Shou mengangguk dan menggesekkan miliknya ke milik Ra. "Hh."

Tangan Ra sudah membungkus milik Shou sekarang, mengocoknya naik turun bersama dengan miliknya. Mereka bergerak, saling menyentuh, saling menggesek, saling mencari hangat.

"Mnn." Shou menggigit bibir bawahnya.

Selagi menggesekkan dirinya, Ra memandangi wajah Shou dari dekat. Pipi yang kemerahan. Mata yang terpejam berusaha bertahan dari sentuhan nikmat. Ra berbisik, "Shou, lihat saya."

"Hh?" Shou mendongak lemah.

"Lihat wajah saya." Ra tersenyum. "Saya mau lihat kamu waktu klimaks."

Shou tampak sangat bergairah saat ini, tampak dari wajahnya yang panas dan tubuhnya yang berdenyut. Peluhnya menetes, turun dari pelipis, ke rahang, leher.

Gesekan mereka di bawah sana menguat.

Cepat.

Berbunyi basah.

"Hhh—hh."

Shou mulai menggerakkan sedikit pinggulnya, menggesek Ra. Matanya terkatup berat, tetapi ia mencoba tidak memejamkan mata. Sesuai permintaan Ra, ia membuka mata dan membalas pandang kekasihnya. Gesek. Gesek. Gesek. Hhn.

Bunyi basah beradu. Napas memburu. Mereka bergerak, saling menggesek kelamin mereka cepat, seraya mengocok lebih cepat. Shou mulai tak bisa menahan rintihannya. Nikmat, sampai-sampai matanya memburam.

"Ayo klimaks sama-sama," desah Ra pada liang telinganya, berembus panas di sana. Ra memasukkan lidahnya.

"Hhh."

Shou mengocok milik Ra naik turun, mulai tak beraturan. Jemarinya mengelus ujung ereksi Ra, dan sedikit menusuk di atas. Ia mendengar Ra terkesiap, dan merasakan basah cairan praklimaks di jarinya.

"Basah," desah Shou.

Ra tersenyum, mempercepat gerak tangannya pada milik Shou. Ia meremas, memuntir, menyudutkan Shou hingga ke ujung. Nyaris. "Sudah mau?"

"Khh!"

Ra memandangi tubuh Shou yang bergetar, dan melihat ujung jarinya sudah berlumur banyak cairan. Shou telah menetes. Hampir. Nyaris. Ra mencengkeram leher Shou dan mencium bibirnya. Ciumannya liar dan agak kasar. Shou suka. Ia membalas cium sambil meremas milik Ra dalam genggamannya. Shou senang saat mendengar napas Ra terputus, tercekat, karena sentuhannya.

Lidah Ra menyusupi isi mulutnya. Shou merasa dikuasai, dan terpejam erat. Tangannya tak berhenti mengocok. Lidahnya tak berhenti bergeliat di tengah ciuman. Kedutan di tubuhnya mulai tak tenteram. Shou memajukan wajah, menyerang Ra balik. Lidahnya merongrong masuk, membenam di dalam mulut hangat kekasihnya. Ra mengerang pelan, menerima penetrasi Shou.

Kocokan semakin cepat. Napas keduanya memburu. Shou menggigit bibir Ra pelan. Ia tahu ia tak akan bertahan semenit lagi.

"Hhh. R-Ra .... " Shou mendongak. Tubuh bergeletar menjelang pelepasannya. "Aku—"

Ra membawa wajah Shou untuk menghadapnya. Gerakan tangannya kian intens, dia berdesis menahan luapan nafsunya sendiri. "Klimaks, Shou. Untuk saya."

"Nghhh. Ra—"

Tak ada kata-kata yang keluar. Shou tercekat dengan bibir membuka. Tubuhnya mengejang, seperti diempaskan dari angkasa untuk jatuh ke dalam genggaman tangan kekasihnya. Klimaksnya panjang dan membuat kakinya bergetar hebat. Klimaks sehebat ini belum pernah terjadi selama Shou menyentuh diri. Cairannya tumpah ke tangan, perutnya sendiri, dan perut Ra.

Ra juga klimaks, hanya beberapa detik ketika Shou dilanda serbuan pekat. Ra mendongak dan mengerang berulang sampai ia menyemprotkan banyak cairan. Tubuh Ra juga bergetar. Shou tak akan melupakan, ketika wajah menawan itu berkerut dengan seksinya. Pemandangan yang ia rekam abadi dalam ingat. Sayang, Shou tak bisa berlama-lama duduk di ranjang itu. Tubuhnya melemas karena hantaman klimaks hebat.

Sebelum Shou merosot lemas di ranjang, Ra menangkapnya dalam pelukan rapat.

"Sssh."

Hangat. Menenangkan.

Shou bersandar pada tubuh Ra dan memejamkan mata. Tubuhnya masih bergetar hebat, saat Ra menariknya untuk rebah bersama. Di telinga Shou, Ra terus berdesah, "Sssh, Baby. Shh." Wajah Shou dikecup-kecup lembut. Rebah di atas Ra, Shou mengatur napas, berusaha meredakan tubuhnya yang tremor. Panas. Lemas. Puas.

Hal terakhir yang Shou ingat malam itu, hanya ada Ra di dunianya. Hanya Ra dengan nada suaranya yang berat dan kental, terus berbisik menyenangkan di telinga. Bisep lengan hangatnya yang terus mendekap. Bibirnya yang mengecup kening penuh sayang. Perlahan-lahan gemetar di tubuh Shou berangsur reda. Shou memejamkan mata.

"Shou?" Suara sengau Ra memanggil.

Shouki Al Zaidan tak menjawab, tersenyum lugu di atas tubuh kekasihnya.



Instagram: @ ra_shou (IG khusus pembaca Rashoura, DM dulu agar di-confirm, ya)

Continue Reading

You'll Also Like

2.2K 178 4
Rakata Anugrah Hartono menangis di tepi jalan. "Lo gak tau harus kemana kan, malam ini?" Braga menunjuk ke langit. "Liat, gerimis. Naik boncengan mot...
21.6K 3.5K 7
Dua-duanya anak ekskul animal lovers. Dua-duanya juga pecinta hewan divisi dog lovers. Ada suatu cerita, tentang Dean yang pernah dikeroyok oleh empa...
15.7K 2.3K 200
Seorang anak laki-laki miskin dan biasa dari desa bergabung dengan sekte kecil di Jiang Hu dan menjadi Murid Tidak Resmi secara kebetulan. Bagaimana...
31.6K 2.5K 12
Kita sadar kita hidup dalam lingkaran bernama kenyataan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ 𝐁𝐞𝐟𝐨𝐫𝐞 𝐀𝐧𝐲𝐨𝐧𝐞 𝐄𝐥𝐬𝐞 𝐒𝐩𝐢𝐧 𝐎𝐟𝐟 ab...