GEBETANKU BANCI ✔

By DaddyRayyan

898K 88.7K 30.5K

Berani sumpah aku straight! Namun, lelaki ini membelokkan kepalaku. Sungguh. Awalnya aku cuma ingin bertanya:... More

Pendahuluan
1. Perempuan Jagung Rebus
2. Chatting Pertama
3. R A i s y o
4. Foto Syur
5. Siap Tembak Siaga 2
6. Siap Tembak Siaga 1
7. Hati Potek Karo Banci
8. Gebetanku Bapak Dosen-TIDAK!
9. Terangkanlah...
10. Terangkanlah... (2)
11. Tercyduk
12. Mencyduk
13. Cyduk-Cydukan (part 1)
14. Cyduk-Cydukan (part 2)
15. Magamon
16. Kesempatan dalam Kesempitan
17. Pengabdi Sasetan
18. Para Pengabdi Micin
19. Dari Matamu, Pak
Visualisasi Tokoh (+Rekaman Suara Raisyo/Pak Rayyan & Shouki)
20. Bayi Gula?
21. Aw aw aw
22. Jaran Goyang
23. Hati ke Hati (1)
24. Hati ke Hati (2)
25. Buka-Bukaan
26. Becekin Adek Bang
27. Basah Basah Basah
29. Banci in Denial
30. Banci Fight
31. Apartemen Ra
32. Just Ra
33. Just Ra (2)
34. Memahat Hati
Pengumuman 3/3/2018
35. Arian
36. Main Api Babak Satu
37. Main Api Babak Dua
38. Main Api Babak Dua Separuh
39. Main Api Menuju Ambyar
Road to Anniversary
40. Gosong, Ambyar
41. Janji
42. Aisha
Pengumuman+Giveaway Ulang Tahun Shouki
43. Ra
44. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 1
45. Shoulan (Shouki Al Dilan) Part 2
46. Goyang Gitar 🤘
47. Everyday with Rayyan (part 1)
48. Everyday with Rayyan (part 2)
49. Night with Rayyan
50. ....
51. Bunga untuk Daddy
52. Bunga dari Daddy
53. Moving On
Bonus Part: Post-Ending Story #1
Bonus Part: Post-Ending Story #2
Open PO Novel Sekuel GEBETANKU BANCI
PO ditutup malam ini! (Plus teaser Sekuel GB)
PDF Sekuel GEBETANKU BANCI di KaryaKarsa

28. Gebetanku Banci Lainnya ...

13.4K 1.4K 357
By DaddyRayyan

Siapa yang belum sempat baca cerita ena-ena ShouRa di Aku dan Atasanku? Minggu kemarin sudah tamat ya !




"Hah? Bukan! Cuma banci kok!"

Hening yang agak lama tercipta antara Rayyan Nareswara dan Shouki Al Zaidan. Shou bukan tipe yang sering kelepasan bicara (sering sih, sedikit), tetapi yang kali ini mungkin agak kelewatan. Ra saja sampai diam tak bisa berkata-kata. Aduh. Rasanya ingin membentur kepala ke dinding, tetapi Shou menahan diri, takut dosa.

Kalau di sinetron atau drama, biasanya dialog barusan akan langsung diklarifikasi oleh tokoh utamanya dengan kata-kata, "Tunggu, Mawar, dengarkan dulu penjelasan saya!" lalu kemungkinan dibalas "Tidak ada penjelasan! Kamu sudah mengkhianati aku, Mas Bambang!" (Maaf, kepada yang bernama Mawar dan Bambang).

Shou sudah terlalu penat, sehingga tidak tahu harus berkata apa. Isi kepalanya seperti disesaki kerikil. Kerikil bulat berbentuk payudara karet dengan ukiran nama Aw Aw Aw Aw ... membikin pening kepala banci.

"Oh, jadi kamu punya gebetan banci?" tanya Ra beberapa saat kemudian.

Shou bergeleng dan berdesah, "Bukan! Bukan begitu, Ra, aku—"

Ra bergeleng, tepat sebelum Shou melanjutkan kekata. Pria itu mengeluarkan ponsel barunya yang ia beli setelah kehilangan ponsel yang lama. Ra memperlihatkan sebuah pesan Whatsapp kepada Shou.

Rayyan Nareswara: Baby, saya rindu. Sudah enggak sabar kepengin ketemu lagi. Malam ini saya enggak bisa tidur, terbayang wajah kamu.

Shouki Al Zaidan: Tolong jangan ganggu saya lagi. Saya pening jadinya.

Tidak ada pesan selanjutnya, sebab Shou telah memblokir nomor tersebut.

"Kamu bilang kamu pening, nerima pesan WA dari saya," Ra menjelaskan.

"Astahfirullah, itu WA dari kamu? Saya—"

"Saya jadi menduga," potong Ra. "Bahwa kamu berhubungan dengan yang lain. Dan ternyata enggak jauh-jauh dari banci juga."

Raawwrrr. Suara zombie galak mengudara dari laptop, lama-lama terdengar seperti raungan banci galak. Bwaaaahhhhhh.

"Ra," Shou menekan tombol pause  di laptopnya, "dengar, Ra. Gebetanku banciku ya cuma kamu, pertama dan terakhir. Dan kenapa aku balas pesan kamu seperti itu, ada alasannya."

Shou turun dari ranjang dan membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan kotak mungil berlapis kertas kado bergambar bebek, dan membawanya ke tempat tidur. Ra menatap kotaknya dengan mata menyipit.

"Aku sebenarnya mau kasih kejutan ini tengah malam," ujar Shou jantan. "Tapi kayaknya lebih baik sekarang."

"Apa ini?"

"Buka saja."

Ra mendengus dan bergeleng. Kotak itu ia letakkan di pangkuan Shou. "Tenang saja kok. Saya enggak marah walau tahu kamu punya gebetan lain. Saya maklum." Ra kemudian turun dari ranjang. "Jadi kamu enggak perlu nyogok saya pakai hadiah. Ini bukan momen yang tepat, Baby."

Shou menarik tangan Ra, kuat, menariknya kembali ke ranjang. "Buka sekarang."

Ra menatap lekat.

Melihat Shouki Al Zaidan memelototinya secara serius, sekaligus ganteng, Ra jadi tak bisa berkutik di ranjang. Ia buka perlahan-lahan kotak kado tersebut, mengeluarkan isinya yang merupakan sebuah ponsel. Untuk beberapa saat, Ra mendelik.

"Ini, kan ... ?"

Shou mengangguk. "Itu HP lama kamu."

"Gimana bisa? HP ini harusnya jatuh di tengah jalan."

"Betul, dan ada yang menemukannya. Sudah kuambil dari yang nemu HP itu. Kebetulan saja."

"Apa?" Ra mengerjap. Agak unik melihat pria itu terkejut, karena cukup jarang. Shou jadi memandang baik-baik untuk merekam setiap ekspresi Ra. "Terus? Gimana ceritanya kamu bisa ambil HP ini? Tanpa bilang-bilang ke saya?"

"Yang nemuin HP kamu tuh," Shou menjeda sebentar, "banci lampu merah dekat situ." Shou membuka ponselnya dan memperlihatkan semua pesan WhatsApp dari Aw Rakasih kepada Ra. Biarlah pria itu sendiri yang menilai.

Ra membaca satu per satu pesannya dengan cepat, kalem saja. Tanpa ekspresi ia membacai pesan, penuh menggoda dan memerkosa pikiran, yang ditujukan kepada kekasihnya. Shou menunggu sampai Ra memberikan komentar, tetapi pria itu diam saja.

"Yah, begitulah, Pak. Sampai sekarang aku masih dihubungi terus oleh si banci. Ngajak sedot tsunami-lah. Nyatain cintalah. Padahal aku cuma mau ambil HP dari dia saja."

"Kamu mau ngerasain sensasi sedot tsunami?" adalah satu-satunya pertanyaan Ra setelah ia terdiam cukup lama.

"Kenapa jadi fokus ke situ? Aku enggak ngerti sedot tsunami itu apa," ungkap Shou jujur.

"Nanti saya kasih kalau kamu mau," kata Ra, tersenyum.

Shou menghela napas.

Ra bahkan tidak tahu bagaimana kerasnya perjuangan Shou demi mendapatkan ponsel tersebut. Tidak berterima kasih, malahan menuduh Shou punya gebetan banci. Sebal rasanya, Shou bergeser menjauh dari Ra.

Ra memerhatikan cara Shou menggembungkan pipi dan membuat bibirnya monyong lucu seperti itu saking kesalnya. Terlihat terlalu menggemaskan. Tiba-tiba Ra menerjang ke depan dan memeluk Shou erat-erat. Bibirnya memagut bibir Shou yang mengerut, mencium ganas karena gemas.

"Hh—" Shou mengerang terkejut. Punggungnya terempas ke dinding di belakangnya, selagi Ra menindih di depannya.

Ciuman liar itu tak selama yang Shou inginkan, tetapi cukup membuat sekujur tubuhnya mengentak kecil. Ra menghentikan ciuman dan menatap kekasihnya dari jarak dekat, dengan cara menempelkan kening.

"Saking kaget dan senangnya, saya lupa berterima kasih," bisiknya. "Maaf, Baby. Saya sangat berterima kasih. HP ini penting sekali buat saya."

"I-Iya." Shou telan ludah, tersenyum. "Syukurlah."

"Maaf, karena saya, kamu jadi kerepotan." Ra mengusap pipinya. "Seharusnya kamu tinggal bilang ke saya, HP-nya sama siapa. Kan bisa saya yang urus. Kamu enggak perlu ngambil sendiri begini."

Shou bergeleng. "Tapi kebetulan aku yang dihubungi. Aku yang tanggung jawab. Aku mau bantu pacarku."

Apabila Shou memerhatikan dengan saksama, mungkin ia sempat melihat ketika Ra mengernyit saat mendengar kata "pacar". Namun, pria itu tersenyum dengan cepat dan mengecup keningnya. "Terima kasih, Baby."

Shou baru saja ingin membalas kecupan di dahi itu dengan, mungkin kecupan di seluruh wajah Ra, sampai terdengar lagi bunyi getar dari ponsel. Ah, pasti pesan dari si waria payudara karet lagi.

Kali ini Shou harus membalasnya, supaya Aw Rakasih mau bungkam. Apa yang harus ia katakan? Tentu saja, Shou harus tegas berkata bahwa ia sudah punya kekasih dan Aw Rakasih harus berhenti mengganggunya.

Sembari mengetik pesan balasan, Shou menghela napas letih. Ra menatapnya dari samping sambil mengusap-usap pundaknya sayang.

Maaf mbak inces, saya sudah punya pacar. Tolong jangan hubungi saya lagi. Terima kasih.

Pesan balasan datang tidak pakai lama.

Aw Rakasih: 

Apa? Mas Shouki sudah punya pacar? Ah masak iya ... hihihi. No photo berarti hoax! Hihihi. Enggak usah bohong, Mas Shouki, inces tahu kok kalau keperkasaan Mas Shouki yang kekar itu masih legit belum disentuh karena inces sudah bisa menciumnya dari jarak 10 kilometer.

Belum dibalas, ada pesan berikutnya lagi.

Aw Rakasih:

Lagian Mas, memangnya sebesar apa sih nenennya pacarMas? Lebih besar dari inces? Gini-gini inces sudah bernenen asli lho Mas! Yang dibawah sana juga sudah operasi. Mau lihat enggak Mas? Tapi gini-gini incesenggak sombong lho! Bukan pujian yang inces harapkan, tetapi cinta tulus yangtidak fulus dari mas Shouki

Seketika Shou hilang tenaga. Mungkin ini yang namanya sensasi disedot tsunami. Letoy karena banci karet. Shou menyandarkan punggung ke dinding dan menghela napas berat. Bingung. Untuk sementara ia diamkan saja pesannya. Shou meletakkan ponselnya di meja.

"Kita lanjut nonton saja yuk, Ra."

Ra tidak menjawab.

Ketika Shou sedang sibuk mengatur ulang volume suara dan menonton film yang sedang seru-serunya, Ra dengan cukup licin mengambil ponsel Shou di atas meja. Pria itu mengunduh sesuatu dari internet dan mengetik dengan cepat.

Shou separuh memekik dan menarik pakaian Ra. "R-Ra! Zombienya!"

"Sent," ujar Ra pelan, dan meletakkan kembali ponsel Shou di atas meja. Ra menggeser tubuhnya mendekati Shou dan mendekapnya dari samping.

Shou menoleh, diam. "Kamu lagi apa sih?"

"Enggak apa-apa kok."

Shou curiga.

Ponsel di atas meja ia ambil. Ada pesan baru dari nomornya di WhatsApp yang ditujukan kepada Aw Rakasih, dan bukan Shou yang mengetiknya.

Shouki Al Zaidan: 

Saya sudah punya pacar, dan kalau kamu tidak percaya, akan saya buktikan. Hari Sabtu ini apa kita bisa ketemu? Saya akan bawa pacar saya. Ini meme qasidah buat kamu, yang pertama dan yang terakhir, semoga barokah. Mari kita sudahi.

Shou tercekat. "Maksud kamu apa, Ra?"

"Maksud saya jelas," balas Ra santai.

"Ra?! Kamu betul-betul mau ketemu sama dia? Dia enggak bakal mau nyerah, kalau dia tahu pacarku ... laki-laki."

"Kenapa, Akang? Malu bawa saya?

"Enggak! Aku enggak pernah malu," Shou berkata tegas, kemudian merasa lemas lagi. Ia bersandar pada dinding dan menghela napas keras-keras. "Baiklah,Ra. Hari sabtu. Oke. Kalau ini memang yang terbaik."

Tubuh hangat Ra mengisinya dari samping. "Nikmati saja, sekalian kita jalan," bisik pria itu. "Malam mingguan."

Tangan Ra kembali menyelinap dari bawah selimut, untuk menangkup punggung tangan Shou.

"Baiklah." Shou tersenyum kecil, membalas genggaman itu.

"Kamu belum jawab. Sampai sekarang."

"Ya?"

"Apa kamu sudah mau jadi baby saya?"

"Oh—" Shou membenarkan posisi duduknya, dan berdeham. "Anu ... ya aku sudah sudah browsing dan tanya-tanya ke teman yang mengerti."

"Lalu?"

"Aku ... maaf aku kurang suka dengan gaya hubungannya. Aku enggak mau dibelikan banyak barang ini itu oleh sugar daddy ... aku enggak mau ngerepotin."

"Ngerepotin bagaimana? Kamu kan enggak minta. Kalau saya belikan kamu banyak hadiah, itu karena saya suka."

Shou mengela napas. "Tapi saya jadi enggak enak, Pak Rayyan. Saya jadi seperti memanfaatkan uang Bapak." Sengaja Shou menyebut Ra dengan panggilan bapak, sehingga pria itu tahu ia sangat serius. "Jujur, saya enggak suka."

"Enggak seperti itu. Kalau kamu minta, memang jadinya seperti memanfaatkan uang saya," jawab Ra. "Tapi kamu enggak minta, kan? Saya beli dengan inisiatif saya sendiri. Meski begitu, kamu juga bebas minta apa pun. Pasti saya kasih apa pun yang kamu minta, kalau saya sanggup."

"Apa ... kita enggak bisa pacaran seperti biasa saja, Pak?"

Tidak bisa ya?

Ra hanya menatap. Shou sudah bersiap-siap apabila Ra ingin melontarkan argumen. Bagaimana pun, mereka tidak menjalani hubungan ini sendiri-sendiri. Sebagai sesama lelaki, mereka berhak menguatkan pendirian.

Namun, Shou memilih mengalah. "Baiklah, sebenarnya saya mau, tapi saya minta jangan ... jangan belikan saya macam-macam barang."

"Kalau sesekali saja boleh? Satu minggu sekali?"

"Sesekali itu cuma sekali dalam beberapa bulan. Bukan seminggu sekali."

"Oke. Bagaimana kalau begini?" Tatapan Ra mendadak serius. "Dalam hubungan Daddy-Baby kamu bebas membuat aturanmu sendiri, tapi saya juga punya aturan. Oke, kalau kamu minta saya enggak beli macam-macam, tapi, kalau saya lihat selimut kamu masih bolong begini," Ra mengangkat selimut Shou yang bolong, "maka kamu jangan menolak saya belikan yang baru."

Shou membalas lebih serius, "Tapi selimut ini ibu saya yang belikan. Kalau Bapak menggantinya, saya merasa ibu saya dilecehkan."

"Oke, kalau gitu saya jahit nanti," Ra memutuskan, seraya melipat selimut kumal itu pelan-pelan. "Saya bawa pulang dan saya jahit. Oke? Saya enggak mau baby saya kedinginan."

"Baiklah." Shou mengangguk.

"Kemudian, saya ingin kita kencan seminggu sekali. Harinya bebas, tergantung kapan kamu bisa," kata Ra. "Dan pada hari kencan kita itu, saya mau kamu pakai baju pilihan saya."

"Umm—"

"Saya belikan bajunya, tapi kalau kamu gak mau dibelikan, saya pinjamkan."

"Oke .... "

"Kemudian, berhubung kamu diganggu gebetanmu yang lain. Nanti saya belikan HP baru untuk kita komunikasi berdua."

"Dia bukan gebetan saya," geram Shou kesal, lagi-lagi memonyongkan bibir.

Ra mendengus, dan mengecup bibir itu. "Oke, kemudian saya ingin kita tidur bersama. Kapan kamu siap."

"Hmm. Malam ini juga bisa. Tidur bersama, kan?"

Mereka saling tatap.

Ra membuat senyum yang Shou sukai. Senyum tipis dengan sedikit seringai. "Yeah." Selanjutnya suara maskulin Ra berubah ala Raisyo. "Bagaimana dengan tidur bersama plus sedot tsunami, Akang?"

Shou bergeleng dan menyandarkan kepalanya pada bahu bidang Ra. "Jangan, Ra. Aku jadi ingat si banci lampu merah itu."

Ra mendekap hangat. Di dalam dekapannya, Shou mendengar rentet bunyi detak jantung yang semula ia pikir miliknya, tetapi ternyata milik tubuh yang sedang mendekapnya. Detak jantung Ra ritmis dan bersahutan dengan miliknya sendiri. Mendengar berlama-lama, memberikan ketenangan batin yang mistis di telinga Shou. Penatnya terangkat. Saat menghirup wangi Ra, ia merasa tenang. Segala kekesalannya tentang banci payudara karet menguap.

Ra rebah di ranjang dan membiarkan Shou tidur di atasnya. Tangannya hangat dan terus mengusap punggung Shou yang letih. Sesekali jarinya menyusuri leher belakang Shou, yang kaku dan butuh pijatan kecil. Rasanya nyaman. Sangat.

Ini sudah menuju tengah malam, dan Shou mulai kesulitan menjaga matanya tetap terbuka. Semalaman tidak bisa tidur. Ah. Bolehkah ia tidur sekarang? Di dada Rayyan Nareswara?

Samar-samar ia mendengar Ra berkata, "Kalau sedang berdua begini, saya mau panggil kamu Baby, dan kamu panggil saya Daddy."

"Umm. Syarat dari bapak banyak banget." Shou terkekeh sambil terkantuk. "Padahal saya cuma kasih satu."

"Kamu bisa kasih syarat juga. Kenapa kamu cuma kasih satu?

"Kamu juga satu saja dong."

Ra mengecup ubun kepalanya. "Semua syarat saya tadi dijadikan satu saja, sama saja."

Mata Shou memberat. "Itu banyak. Bukan satu."

"Ssh. Tidur, Akang." Ra mengelus, menenangkannya.

Sudah lama Shou tidak tidur senyenyak itu di samping—maksudnya di atas—seseorang. Apabila Shou sadar, mungkin ia akan malu sendiri dengan tingkah manjanya malam ini. Apa Ra tidak keberatan dengan Shou yang bertingkah seperti ini? Senang bersandar ke tubuhnya, mengajaknya nonton di tempat tidur, makan bersama. Lupakan tentang Aw Rakasih. Lupakan tentang apa yang akan terjadi pada hari Sabtu kelak.

Shou hanya ingin tidur bersama seseorang yang ia cinta.    

Boleh saja ia tidur nyenyak seharian di dada Rayyan Nareswara pada hari ini dan seterusnya, tetapi waktu tidak pernah berjalan mundur.

Sabtu pagi, selepas subuh, Shou mendapat kiriman paket dari kurir ojek online. Benda kirimannya berupa kantong berisi setelan pakaian pilihan Ra. Ini minggu pertama Shou merasakan jadi baby-nya Rayyan Nareswara. Sekarang hari Sabtu, jadwal mereka berkencan, dan Ra mengirimkan sesuatu ke kosan Shou berupa setelan pakaian untuk Shou kenakan sehari penuh.

Rupanya bukan hanya setelan pakaian. Ra juga melengkapi pakaian Shou dengan parfum pria (tidak tahu mereknya, tetapi Shou yakin parfum ini mahal sekali) wangi citrus segar yang memikat, jam tangan, sepatu, beserta ... underwear pria.

Setidaknya tidak seburuk dugaan Shou. Bukan kaos warna pink atau lingerie atau yang membuatnya ingin tutup muka dan ngucap istighfar sepanjang jalan. Tora dan Aky juga tidak akan menertawakannya.

Setelah mandi, Shou mengenakan pakaian dari Ra. Kaos katun model singlet, luaran kemeja jeans, dan celana panjang dengan ikat pinggang kulit. Shou jarang bergaya yang seperti ini, tetapi kalau boleh jujur, dia sangat menyukai gaya berpakaian pilihan Ra.

Rasanya naik pangkat jadi pria.

Setelah menyisir rambut serapi mungkin, Shou berangkat dengan motor. Janji ketemu Aw Rakasih bertempat di salah satu mall di Jakarta, di restoran sayap ayam anekabumbu, Wingstop. Saat tiba di sana, Shou mengembuskan napas lega karena baik waria karet dan Ra belum datang. Ia duduk di pojokan dengan dada berdebar keras.

Selagi Shou duduk di meja pojok dengan dada berdebar keras, pikirannya mulai lintas alam ke mana-mana.

Sebenarnya ini ide yang buruk.

Bagaimana tanggapan Aw Rakasih mengetahui pacarnya seorang lelaki? Kalau tidak semakin kukuh mengejar Shou, mungkin Aw Rakasih juga tidak bakal percaya. Shou memang bukan seorang gay, maksudnya—hanya Ra yang pertama dan terakhir untuknya. Namun, apakah Aw Rakasih mau percaya?

Sesudah mengkhawatirkan reaksi Aw Rakasih, Shou juga memikirkan isi dompetnya. Wingstop kan mahal sekali. Apa uangnya cukup makan di sini? Shou pening.

Segala macam pikiran Shou berhenti saat ia melihat sosok perempuan berjalan memasuki Wingstop.

Perempuan yang cantik sekali, semampai, dengan lengan yang tampak berotot seksi. Bulu matanya lentik dan bibirnya dilukis gincu yang menyala merah. Riasannya berat, tetapi natural. Dan, seolah-olah sudah janjian, perempuan ini mengenakan setelan pakaian yang hampir sama dengan Shouki Al Zaidan. Kaos dalaman putih dan luaran kemeja denim. Kakinya yang jenjang, tetapi kelihatan sekal berotot sehat dibalut jeans dan heels tinggi semerah bibirnya.

Perempuan ini berjalan mendekat, dan Shou membeliakkan mata begitu tersadar.

Dia adalah Raisyo.

Raisyo menyeringai. "Siap berkencan hari ini? Akang sayang?"

Berhasilkah Ra dan Shou meyakinkan Aw Rakasih untuk pergi jauh-jauh dari mereka? Bagaimanakah reaksi Aw Rakasih melihat Shou bersama kekasihnya yang bahenol? Apakah Aw Rakasih percaya bahwa nenen besar Ra itu asli? Dan benarkah klaim Aw Rakasih bahwa ia sudah operasi?

Bersambung ke bab selanjutnya.



Instagram: @ ra_shou (IG khusus pembaca Rashoura, DM dulu agar di-confirm, ya)

Jangan lupa cek komiknya Gebetanku Banci di www.KaryaKarsa.com/rashoura , kalau ada yang belum baca dan melihat penampakan cantik Raisyo di sana. Hehe. Don't miss it!


Continue Reading

You'll Also Like

162K 12.9K 25
Bipolar disorder sebenarnya sudah dikenal dan diperhatikan oleh banyak negara maju di dunia. Tiga sampai Lima orang dari setiap seratus orang dewasa...
395K 69.7K 31
Meis temanku. Kami berteman sejak TK. Di mana ada Meis, pasti ada aku. Kami bersahabat dan saling berbagi apa pun. Aku menerima segala kekurangan Mei...
15.7K 2.4K 18
Aku gelandangan sejati, bertemu dengan pemuda brengsek di jejeran bak sampah sebuah rumah makan cepat saji, dan diberi makan olehnya. Tidak lebih, ti...
4.5M 212K 30
Evelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, demi melindungi keluarganya. Ia bahkan har...