WARLOCK [SEGERA TERBIT]

By nazwaztr

1.6M 125K 30.7K

[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, JIKA INGIN MEMBACA FOLLOW DULU SKUYY.] 'Dua insan yang di pertemukan, di masa P... More

Prolog
1. Awal
2. Tatapan
3. Cafe
4. Nabrak
5. Rasa
6. Preman
7. Makasii
8. Pelukan
9. Poor Rizky
10. Balapan
11. Di Boongin?!
12. Siapa?
13. UKS
14. Nyaman
15. Teman hidup?
16. Tiger
17. Ada apa?
VISUAL TOKOH
18. Warlock VS Thunder
19. Calon
20. Hilang
21. TPU
22. Chatting
23. Zebra & Tuan Krabs
24. Dekat apa Tidak?
25. Kampret!
26. Tidak A6!
27. Sayang ada Black Card?
28. Mata, Pikiran, Hati
29. Akhirnya (1)
30. Akhirnya (2)
31. Berita Terbaru
32. Ondel-Ondel
33. Kangen
34. Gaun
35. Party
36. Rooftop
37. Gak Jadi Baper Bye
38. Sabar
39. Gerald, Steffi, Rizky
40. OMG!!!
41. Panik
42. Anak Yang Tak Dianggap
43. Diusir
44. Ini Anak Geng Motor?
45. Karena Bara
46. Tisoledat
47. Rencana
48. Pasar Malam
49. Night Race
50. Takdir
51. Kematian
52. Dancing In The Rain
54. Jemuran
55. Boom
56. Queen
57. Loser
58. Pertarungan (1)
59. Pertarungan (2)
60. Friend
61. Melupakan
62. 🦋💙
63. Love
64. Last
65. Braga
66. Traitor
67. Don't Cry
68. God, Why Me?
69. Takdir Tuhan
70. Akhir
W H Y ¿

53. Bersama

13K 1.1K 558
By nazwaztr

Selamat membaca kalian🖤

••••

🎵Joseph Vincent — Our First Song🎵

BRAK.

"ANJING! BANGSAT!" Tiger mengamuk. Dia melempar semua barang yang berada di depannya. Asbak, dan botol miras berjatuhan ke lantai.

Anak gengnya yang berada di belakang menatap botol miras itu kasihan. Mana masih penuh, belum di buka. Tetapi miras itu sudah pecah dan tidak akan dapat di minum lagi. "Slurp, sayang banget."

"Ngapasi bos lo, marah-marah aja kerjaannya. Suruh mati deh sana," Lelaki ini tidak berbicara keras. Ia berbisik pada Lelaki di sebelahnya. Gawat juga jika ia berbicara seperti tadi, lalu Tiger mendengarnya.

"Biasa, jiwa gilanya dateng," Lelaki di sampingnya membalas.

Tiger makin menjadi. Markas mereka sudah seperti kapal pecah sekarang. Barang-barang tergeletak di lantai. Air miras membasahi lantai. Abu rokok yang tadinya berada di asbak, kini sudah berantakkan di lantai.

Tiger mengamuk seperti macan yang kesal karena mangsanya gagal untuk di dapat. Sudah berapa kali ia melakukan rencana untuk membuat Bara lenyap, tetapi itu semua gagal. Semua rencananya selalu gagal total.

Dan kemarin, rencana yang menurutnya adalah rencana yang sangat bagus. Ternyata gagal juga. Padahal dia sudah sangat percaya diri, bahwa mereka akan menang. Thunder akan menjadi satu-satunya geng motor yang di takuti di sini. Tetapi itu semua tidak terjadi, keinginannya kembali tidak dapat di raih.

Keinginannya untuk membuat Warlock tunduk tidak jadi ia dapatkan. Tidak adil! Semua ini tidak adil!

"BAJINGAN! SETAN, BIADAB!" Tiger tidak akan berhenti merusak barang-barang yang ada di sini. Walaupun kakinya masih nyeri, ia tidak masalah. Yang penting dia sudah melampiaskan kekesalannya. Tiger termasuk orang yang kuat. Kakinya masih sakit, tetapi ia masih bisa melakukan kegiatan ini. Marah-marah.

Tetapi hatinya tidak. Hatinya tidak kuat. Hatinya sangat gampang tersenggol. Sangat sensitif.

"Bos, malakh-malakh aja. Cepet tua loh," ceplos lelaki bertato.

Tiger menatap lelaki bertato tajam, "LO DIEM!" Tiger menunjuk lelaki bertato, "SUARA LO BIKIN GUE PUSING."

Salah lagi, salah lagi. Lelaki bertato menutup mulutnya rapat-rapat. Tidak lagi berbicara. Kena semprot mulu, udah kaya taneman!

"Udah dapet kabar tentang orang-orang bajingan itu?!" tanya Tiger. Orang suruhannya kemarin tidak ada kabar. Mereka seolah-olah sudah lenyap di telan bumi.

"Belum," jawab seorang Pria. Mereka capek mencarinya. Sudah bertanya pada orang yang bertugas menangani masalah kecelakaan, tetapi mereka juga tidak tahu. Masing menyelidiki.

"BANGSAT! KABUR KEMANA TUH ORANG!"

Gucluk. Gucluk.

Suara yang berasal dari langkah kaki yang tergesa-gesa membuat mereka menoleh. "HUH! BOS! BOS!"

Tiger menatap malas lelaki itu, "Paan?!"

Lelaki tadi tersentak, nyalinya menjadi ciut mendengar nada suara Tiger yang sangat sinis. Sepertinya dia sedang sangat kesal.

"A-anu ... an—"

Prak.

"NGOMONG YANG BENER SIALAN! GAGAP LO?!" Tiger melemparkan botol miras di depan lelaki tadi.

"Gue tadi liat orang-orang gede dateng ke markas Warlock. Mereka ribut di sana. Gue ngikutin dia dari pas masuk ke area sana." Lelaki itu langsung berucap cepat. Matanya tertutup saat bercerita.

Markas Warlock sangat jauh dari pemukiman warga. Jika ingin mendatangi markas Warlock, harus melewati hutan-hutan terlebih dahulu. Dari hutan sana mereka belum bisa menemukan markas itu, masih harus menempuh jarak yang lumayan jauh. Jika sudah menemukan sebuah danau cantik, berarti sudah dekat. Tidak jauh dari danau itu, bangunan besar langsung terpampang jelas.

Tidak ada yang berani melewati jalur itu. Karena selain takut tersesat, mereka juga takut jika harus berurusan dengan Warlock. Terlebih, Warlock memiliki anjing yang ganas.

Tiger menautkan alisnya. "Berani juga dia masuk ke sana." ujarnya takjub. Sedetik kemudian seukir senyum miring muncul di wajah Tiger.

"Senyum setan udah muncul, bakalan ada apa lagi ya kira-kira?" celetuk salah seorang lelaki di sana.

"Cari tau siapa orang-orang itu." Tiger berucap pada mereka, "kabarin gue kalo udah dapet!"

"Buat apaan Bos?" tanya lelaki bertato, "mau di ajak makan-makan?"

"IYA, GUA SURUH MEREKA BUAT MAKAN LO!" sinis Tiger.

"Tatoan tapi otak gobloug!" celetuk begeng, "ya, buat di ajak kerja sama lah!"

"Ga apa-apa gobloug sama tatoan, yang penting, tatoan tapi tak pakai narkoba!"

"AH, PALING NANTI GAGAL LAGI!" keluh yang lain.

••••

Bara melepaskan ciuman mereka. Suasana canggung sangat terasa saat ini. Echa menunduk, ia malu jika harus bertatapan dengan Bara!

Bara mengangkat dagu Echa, "are u okay? Sorry i—" Echa langsung menaruh jari telunjuknya di depan bibir Bara, "I'ts okay, Bara." ujar Echa pelan.

Echa tau Bara menyesal karena sudah mengambil ciuman pertamanya. Tetapi ini bukan kesalahan Bara. Echa juga tadi mengangguk mengiyakan.

Biarlah first kiss-nya di ambil oleh orang yang selama ini selalu bersamanya. Walaupun mereka belum ada status apapun. Echa jadi bingung, hubungan mereka ini sebenernya apa?

"Mau pulang?" tanya Bara. Echa mengangguk dengan senyuman yang terukir indah.

Bara mengulurkan tangannya untuk di genggam oleh Echa. Mereka berjalan menuju motor Bara yang terparkir di depan halte. Hujan sudah lumayan reda, tinggal rintik-rintiknya saja yang masih membasahi bumi.

Sebelum naik ke atas motor. Bara membuka jaketnya untuk ia kasih pada Echa. Memang rada basah, tetapi dalamnya lumayan kering. "Pake ya, biar ga dingin." ucapnya.

Echa memasukkan tangannya pada lobang jaket. Jaket miliknya tadi tertinggal di markas. Entah, mengapa ia bisa melupakan jaketnya.

Bara lalu memasangkan helm di kepala Echa, ia juga mengancingkannya agar lebih aman. Echa jadi seperti anak kecil yang sedang di urus oleh ayahnya.

"Aku bisa tau pake helm." ujar Echa melirik Bara. Bara terkekeh. "Aku juga bisa tau makein helm." Bara menjawab dengan nada suara seperti Echa.

Echa naik ke atas motor Bara. Ia menggunakan pundak Bara untuk pegangan. "Ko ga jalan?" tanya Echa heran. Dia kan sudah naik dan duduk aman di sini. Lalu mengapa Bara tidak juga menjalankan motornya.

"Si blue ga mau jalan," Bara memberitahu. Di belakang Echa berfikir, blue? Siapa? Memang ada orang lain selain mereka di sini. Echa menengok kekanan dan kekiri, mencari orang selain mereka. Tetapi nihil, tidak ada.

"Blue? Blue siapa?" tanya Echa, "Biru, Xabiru anaknya selebgram itu?" tebaknya.

Sekarang giliran Bara yang bingung, "Xabiru siapa?" tanyanya, "nih blue." Dia menunjuk motor yang sedang mereka tumpangi.

Echa memukul pundak Bara, "Bilang dong!!" Echa gemas, "tapi, kenapa blue? Kan warnanya item." Motor Bara berwarna hitam. Tetapi mengapa namanya blue? Apa motor Bara hasil dari perselingkuhan si black dan si blue?

"Aku suka warna biru," jawab Bara, "yaudah aku namain blue."

Echa kembali bertanya, "kenapa engga black? Kan warnanya item."

"Engga ah, black nama anjingnya Gerald." ujar Bara. Nama black sudah ada yang pakai. Dan itu adalah nama anjing.

"Yaudah, cepet jalan. Kenapa diem?" Echa bertanya.

"Coba kamu suruh si blue jalan." ujar Bara.

"Gimana caranya?"

"Suruh aja," ucap Bara.

"Blue-suk, yu jalan yu." Echa berucap pelan.

"Heh, namanya kenapa diganti?" Bara memutar tubuhnya ke belakang, menghadap Echa.

"Ah, udah yu pulang," Echa mengajak. Jujur dia kedinginan saat ini. Karena tadi hujan-hujanan, dan angin sedikit kencang.

Bara kembali membetulkan posisinya. Ia mulai menyalakan motornya, dan menjalankannya.

Di tengah jalan, Echa merentangkan kedua tangannya. Ia tersenyum dengan mata yang tertutup. Angin yang menerpa wajahnya membawa kesan nyaman.

Di balik helm fullpack-nya, Bara tersenyum menatap Echa dari spion. Wajah Echa terlihat begitu damai. Bara memutuskan untuk sedikit memelankan laju motornya.

Echa membuka matanya. Saat matanya melirik spion, matanya dengan mata Bara bertemu. Bola mata hijau itu seakan menghipnotis Echa supaya tidak mengalihkan pandangan darinya.

Walaupun Echa hanya melihat mata Bara saja, tetapi mengapa jantungnya jedag-jedug seperti sedang berdisko?

Echa memutuskan kontak mata itu, ia mengalihkannya dengan melihat samping kanan. Matanya melirik pada dua anak kecil yang tengah memegang perutnya sembari menatap hidangan yang berada di warung nasi padang.

"Bar, berenti dulu coba," suruh Echa. Bara bertanya untuk apa berhenti? Namun Echa tidak menjawab, ia terus saja menyuruh Bara untuk berhenti. Bara menuruti ucapan Echa.

Echa menyebrang jalan tanpa melihat kanan dan kiri. Bara terkejut, "untung ga ada mobil,"

Echa mendatangi dua anak kecil itu. Yang gede berjenis kelamin laki-laki, yang kecil berjenis kelamin perempuan. Echa berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mereka. "Adik kecil laper? Mau mam?" tanya Echa lembut.

Kita sebut saja mereka Si Cilik dan Si Cilok. Karena yang cowo kepalanya botak. Si Cilik ngumpet di belakang tubuh Cilok. Dia antara takut dan malu bertemu orang baru.

Echa tersenyum maklum, dia lalu melirik Si Cilok dan kembali bertanya, "Mau makan?"

Si Cilok menjawab, "mau, tapi aku gak ada acis." ujarnya, lalu menunduk.

"Yaudah, aku yang traktir ya? Mau?" ujar Echa dengan nada riang. Echa lalu melirik Si Cilik, "Adik mau ikut makan?" Si Cilik yang masih berada di belakang tubuh Cilok dengan ragu mengangguk.

"Oke, sekarang kita makan!" Echa bangkit dari jongkoknya, "Nam." ia meraih jemari mereka dan membawanya masuk kedalam Rumah Makan Padang.

"Bara, yu kita makan." ujar Echa pada Bara yang baru saja sampai di tempat.

Echa langsung masuk meninggalkan Bara yang sedang bingung. Bingung memikirkan siapa kedua anak itu.

Saat mereka masuk, orang-orang menatap mereka aneh. Melihat penampilan Echa dan Bara yang basah kuyup, di tambah dengan dua kerucil yang kumel. Echa tidak perduli dengan pandangan mereka. Toh Echa juga makan di sini bayar. Dia tidak nyolong.

Echa mengajak mereka kedepan tempat lauk. "Kalian mau yang mana? Pilih aja ya." ujar Echa.

Si Cilik jinjit karena tidak dapat melihat lauk apa saja yang ada di sana. Echa langsung menggendongnya, "Maaf ya Adik, baju aku basah."

"Dede mo tu!" Si Cilik menunjuk ayam bakar. Ia begitu senang saat Echa gendong. Dia jadi bisa melihat jejeran lauk yang sangat banyak.

Echa tersenyum, "Mau itu? Boleh." Echa meminta Mba-mba untuk mengambilkannya. Lalu Echa menyuruh pegawai di sana untuk membawakan semua menu pada meja mereka.

Bara sudah lebih dulu duduk, Cilok datang menghampiri. Dia duduk di samping Bara. Tetapi Cilok tidak berani untuk melihat wajah Bara, sedari tadi ia terus menunduk. Takut.

Bara melirik bocah di sampingnya. Tadi Cilok sempat melirik sekilas wajah Bara. Tetapi dia langsung cepat-cepat mengalihkannya. Wajah Bara seram karena tidak tersenyum.

Bara membuka kerupuk kulit, dan langsung memakannya. Tangan Bara yang satu menawarkan kerupuk itu pada Cilok. "Makan." ujar Bara.

Cilok dengan takut-takut mengambil kerupuk itu. Dia mengambil satu biji kerupuk kulit dari plastik, lalu menaruh plastiknya di meja. Sebelum memakannya, Cilok kembali melirik Bara, tetapi saat Bara membalas tatapan itu, Cilok langsung mengalihkannya dan cepat-cepat memakan kerupuknya.

Echa datang dengan Cilik di gendongannya. Ia mendudukkan Cilik di kursi sampingnya. Posisinya saat ini adalah, dia yang berada di depan Bara dengan Cilik di sampingnya dan Cilok di samping Bara.

Cilik menatap Bara tanpa kedip. Berbeda dengan Cilok yang takut melihat wajah Bara. Cilik malah gembira. Bola matanya membesar. "Kacep anet." celetuknya dengan mulut yang terbuka. (gntng bngt.)

Bola mata Echa membulat. Pipinya memerah menahan tawa. Lihat, anak kecil saja kepincut oleh pesona Bara.

Bara memberikan senyuman kecil pada Cilik. Tetapi Cilik langsung menggigit tangannya, salting. "Enyum, hihi." cekikiknya. (senyum, hihi.)

"Adik, ini namanya Aa' Bara," ujar Echa memperkenalkan Bara.

"Bara tu batu?" ceplosan polos itu keluar dari mulut Cilik. (Bara itu batu?)

Echa menggeleng, "Bukan, kalo Bara yang di depan kamu, kulkas."

Krukk.

Cilok memegang perutnya. Dia langsung menatap Bara dan Echa malu.

"Udah laper ya? Tunggu ya, sebentar lagi makanannya dateng." ujar Echa pada mereka. Lalu Echa melirik Bara yang sedari tadi terus meliriknya. Echa menaikkan alisnya. "Apa?" tanyanya.

Bara menggeleng. Tetapi bukannya mengalihkan pandangan dari Echa, Bara malah semakin menatap Echa. Echa yang tidak suka di tatap terus, menatap Bara sinis, "Apasih?!"

Suara Echa yang kencang membuat beberapa orang menengok ke arah meja mereka. Cilok dan Cilik menatap Echa polos. Echa langsung memberikan tatapan mematikan pada Bara.

Makanan mereka sudah datang. Berbagai macam menu, tertata rapih di meja.

"Waawww, banyak anet." celetuk Cilik.

Cilok dan Cilik sama-sama menelan ludah mereka saat melihat hidangan itu di tata di meja. Cilok ingin segera makan, tetapi ia tidak enak, karena Echa dan Bara belum menyentuh hidangan itu.

Bara yang menyadari gerak-gerik Cilok, langsung mengambilkan satu potong ayam goreng dan menaruhnya di piring Cilok. "Dimakan." ujar Bara.

Dalam hati, cilok berbicara, Dari tadi bilangnya cuman makan sama dimakan doang, Si Aa' bisa ngomong kata lain ga ya??

Echa menatap Bara, Bara memberikan ayam bakar itu tidak ada senyum-senyumnya. "Sttt, senyum." Echa menarik ujung bibirnya membentuk senyuman, "mmmm."

Bara tersenyum, tetapi hanya sedikit. Tidak lebar. "mm." 🙂

Echa lalu menunduk, bertanya pada Cilik. "Selain ayam bakar, Adik mau apa?" tanya Echa pada Cilik.

"Ni ja, perut Dede nda uat." jawab Cilik polos, "nanti ledak." (Ini aja, perut gua gak muat, nanti meledak.)

Echa tertawa, "Ga meledak lah. Kan kalo kenyang, nanti bisa keluar lagi." ujar Echa, "keluar dalam bentuk sesuatu yang bau."

Bara tersedak, Echa langsung memberikan segelas teh hangat pada Bara. Bara meneguk air teh itu. Tersentak karena airnya masih panas.

Echa menutup mulutnya, ia memegang air teh itu. "Masih panas ya?" tanya Echa, "maaf, ga tau. hihi." Echa kira, air teh itu tidak panas. Karena tadi dia memegang gagangnya, pada saat ia pegang bagian gelasnya, ternyata panas pren.

Merasa ada sentuhan kecil pada tubuhnya, Echa menengok ke sebelah kiri. Si Cilik menoel pinggang Echa, "Téh, aku mo pededel leh?" Echa mengerutkan keningnya tidak paham. Bocah ini bilang apa?

"Dede, jangan ya. Perkedel itu punya Teteh," Si Cilok menyahut, "dede makan pake ayam aja, oke?"

Cilik mengangguk, ia kembali memakan makanannya dengan wajah lesuh. Echa langsung mengambil satu perkedel dan menaruhnya pada piring Cilik. "Ga apa-apa, ini semua punya kalian. Adik mau satu atau dua perkedel nya?" tanya Echa.

Satu atau dua, pilih aku atau dia. Suara musik yang di putar membuat suasana menjadi tidak sunyi.

Wajah Cilik menjadi cerah kembali. "atu aja!" ujarnya dengan gembira. Echa mengelus rambut Cilik, "Adik seneng?" tanyanya.

Cilik mengangguk. "Seneng! Akhirna
Ade bisa makan ayam akar ama pededel," ujar cilik, "Ade inta Ibu beli ayam akar ma pededel, api Ibu nda beliin." (Akhirnya ade bisa makan ayam bakar sama perkedel. Ade minta Ibu beliin ayam bakar sama perkedel, tapi Ibu enggak beliin.)

Echa mendengarkan Cilik berbicara. Walaupun ia tidak mengerti arti semuanya. Tetapi paham lah sedikit-sedikit mah.

"Ade, Ibu gak beliin karena ga punya uang." Cilok memberitahu, "kalo ada uang, pasti Ibu beliin apa yang Ade mau."

"Ibu kalian sekarang di mana?" tanya Echa.

"Ibu ada di rumah, lagi istirahat." jawab Cilok.

"Nanti kita bungkus makanan buat Ibu, ya?" Cilok langsung menatap Echa, "emang ga apa-apa, Téh?"

Echa tersenyum, "gak apa-apa, atuh."

Bara yang sedari tadi melihat interaksi Echa dengan dua bocah itu, tersenyum. Echa begitu lembut pada anak kecil. Anak kecil bisa langsung akrab dengan Echa. Mereka seperti pasangan yang tengah membawa anaknya. Cocok nih.

Mereka sudah selesai makan. Echa dan Cilik pergi ke toilet karena Cilik ingin buang air kecil. Suasana canggung, kini kembali dirasakan oleh Cilok.

Karena tidak tahu ingin apa, Cilok memilih untuk melihat-lihat sekitar. Tetapi matanya malah terus menatap tubuh Bara. Dan kini, matanya berhenti pada jam yang berada di pergelangan tangan Bara.

Jam itu bagus, tetapi pasti harganya mahal. Cilok mana bisa membelinya. Bisa, jika ia tertidur dan bermimpi.

Beberapa saat kemudian, Echa sudah kembali dari toilet. Saat Echa ingin membayar, ternyata makanannya sudah di bayar oleh Bara. Bara juga meminta pegawai sana untuk membungkuskan dua bungkus nasi padang beserta lauknya. Ia pikir jika hanya satu, takut kurang.

"Ko kamu yang bayar?" Echa bertanya. Padahal kan Echa yang ingin traktir. Tetapi malah Bara yang membayar. "Berapa tadi semuanya? Biar aku ganti."

"Lupa." jawab Bara.

Echa menggerutu, Echa tahu sebenernya Bara tidak lupa. Membagongkan!!

Bara dan Cilok duluan keluar, Bara duduk di atas motornya. Cilok berdiri dengan kepala yang menunduk. Bara melirik bocah itu, lalu melirik jam yang menempel di pergelangan tangannya.

Dia melepaskan jam tangan itu. Tangan besar dengan jam tangan yang berada di genggamannya, berhenti di depan wajah Cilok. Cilok menatap jam tangan itu, lalu menatap Bara.

"Ambil," ujar Bara. Bara menyadari sedari tadi Cilok terus menatap jam tangannya. Bara memberikan jam tangan rolex daytona platinum ice blue miliknya pada Cilok.

Cilok ragu untuk mengambilnya, jam itu pasti mahal. Jika rusak, Cilok tidak mampu untuk menggantinya.

Cilok berbicara dalam hati, jangan di ambil, jam nya pasti harganya hampir lima puluh ribu. kalo jam itu rusak, aku pasti ga bisa gantinya.

Bara meraih tangan Cilok, ia menaruh jam rolex-nya di telapak tangan Cilok, "jaga baik-baik." Jam itu adalah jam kesayangan Bara. Ia membelinya dengan uang sendiri. Terlebih warna jam itu biru. Tetapi tidak apa, Cilok juga menyukai jam itu.

Cilok mengambil jam itu. Ia membolak-balik jamnya. Sesekali bibirnya melengkungkan senyuman manis. "Nuhun A." Cilok membungkukkan badannya, "aku bakalan jagain jam ini,"

Membuat seseorang bahagia adalah hal yang Bara sukai. Walaupun ia harus memberikan atau melakukan sesuatu yang berat.

Andai saja Cilok mengetahui harga asli jam itu. Pasti dia sudah pingsan, atau bahkan benar-benar menolaknya.

Echa datang dengan plastik berisi nasi padang di genggamannya, "Rumah kalian di mana? Mau di anter?" tanya Echa. Cilok memasukkan jam itu di saku celananya. Tadi saat ingin di pakai, jamnya tidak muat. "Engga usah Téh, deket ko ada di sana." tolak Cilok.

"Yaudah, ini buat Ibu, ya." Echa memberikan plastik yang berisi dua bungkus nasi padang. Cilok mengambil plastik itu, "Téh, makasi ya. Baik pisan." ujar Cilok, "kalo ga ada Teteh sama si Aa, aku sama ade pasti sekarang lagi kelaperan." Cilok mengusap matanya yang mengeluarkan air.

"Sama-sama, aku seneng kalo kalian seneng." Echa berjongkok, "jadi anak baik ya? Harus kuat sama dunia, oke?" Cilok mengangguk, Cilik yang tidak mengerti, ikutan mengangguk

"Aku mau kasih kalian sesuatu," ujar Echa, "tapi janji ya, harus di terima." Echa mengangkat jari kelingkingnya. Dengan ragu Cilok menyambut kelingking itu. Cilik juga sama, ikutan.

Echa mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah. Lalu memberikannya pada Cilok. Cilok menatap uang itu dengan mulut terbuka lebar. "Ambil ya," ujar Echa, "Sini, masukin di sini biar ga ilang." Echa memasukkan uang itu di saku celana cilok.

"Teh, t-tapi ini" Cilok tidak sanggup lagi berbicara. Echa tersenyum, "buat kalian, buat beli jajan."

"Sok pulang, hati-hati di jalannya, ya." pesan Echa. Hati Cilok benar-benar senang, ternyata masih ada orang baik di dunia ini. "Teh, A, makasi ya," ujar Cilok dengan suara gemetar.

Perlakuan baik dari kalian, benar-benar berarti untuk orang lain.

Kalian tidak berguna? Kata siapa? Kalian sangat berguna untuk orang lain dan diri kalian sendiri.

Tetap menjadi orang baik, ya. Walaupun banyak setan yang menggoda.

Cilok dan Cilik mulai berjalan untuk pulang. Cilok berbalik badan kebelakang, dia menatap Bara. Pada saat Bara menatap ke arahnya, Cilok tersenyum memamerkan deretan giginya yang tidak rata. Ia juga mengeluarkan jam milik Bara dan mengangkatnya sejajar dengan kuping, "terima kasih banyak, Aa." ucap Cilok. Bara mengangguk dengan senyuman tulus. Cilok melotot, ia menutup mulutnya takjub. "Eh, ai tadi senyum ke aku?" tanyanya.

••••

Bara dan Echa sudah berada di depan gerbang rumah Echa. Keadaan mereka saat ini masih basah kuyup. Malah ini tambah basah. Tadi saat selesai makan, hujan kembali datang. Ingin neduh tanggung, jadi mereka bablas.

Echa memberikan helm pada Bara. Bara menyingkirkan kotoran yang berada di kepala Echa, seraya berbicara, "langsung bersih-bersih ya, biar ga sakit." pesan Bara.

Echa mengangguk patuh, "hati-hati di jalan ya." ujar Echa. Lalu ia berbalik badan ingin masuk ke dalam rumah.

Tetapi gerakannya terpotong, karena Bara menariknya lalu memeluknya erat. "Cantik, tetep sama aku, ya?" ucapan Bara yang ini membuat Echa mengerutkan alis. Entah Bara bertanya atau menyuruh.

Echa ingin melepaskan pelukannya, tetapi Bara malah semakin mengeratkan pelukan itu, "kenapa sih?" tanya Echa, "aku pasti bakal tetep sama kamu lah, tapi kalo kamu punya pasangan, ya aku pergi."

Bara menggeleng, "Engga, pasangan aku kan kamu."

Bara melepaskan pelukannya, ia menatap Echa serius, "harus tetep sama aku ya, Non."

Echa mengangguk. Bara mengangkat jari kelingkingnya. "Janji?"

Echa tersenyum, ia menyambut jari kelingking Bara. "Iya, janji."

"Nanti mandinya pake air anget, ya." pesan Bara.

Echa langsung menegakkan tubuhnya, lalu memberi hormat, "Siap Ketua!"

Bara terkekeh. "Sok masuk," ujar Bara, "Istirahat ya, cantik." Echa mengangguk, ia berbalik badan berjalan menuju rumahnya. Baru dua langkah berjalan. Echa kembali memutar badannya.

Cup.

Echa mencium Bara tepat di pipi sebelah kanan, "istirahat juga ya, ganteng." Lalu Echa berlari menuju gerbang rumahnya.

••••

GIMANA PART INI?

TELE : @PINKUK

SAMPAI KETEMU DI CHAPTER SELANJUTNYA🦋🌸

PIS LOV N SAYANG💵💴💶💳💸

Follow ig🤘🏼
@warlock__ofc

Nz💄

Continue Reading

You'll Also Like

102K 7.4K 50
[PLOT TWIST BERADA HAMPIR SETIAP CHAPTER, FOLLOW SEBELUM MEMBACA]✔️ -Cakrawala Universe- "Hargai pendapat saya sebagai ketua!" • • • Ini tentang Lan...
237K 9.3K 26
[ SLOW UPDATE ] "Lo buat masalah sama gue, gue nggabakal biarin hidup lo tenang." - Rafael Alexander Chelsea - "Lo itu psikopat ya, manusia hati batu...
2.7M 152K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
1M 42.2K 51
[ AMBIL BAIKNYA, BUANG BURUKNYA!! ] [ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Rivan Diego Abraham, merupakan sosok ketua geng motor terkenal bernama Rever. Salah s...