SIXTY EIGHTH - Lie

855 135 5
                                    


Keadaan di dalam mobil Taeyong sungguh dingin. Pasca kejadian Mark ikut membakar diri di dalam kuil, baik Jaerin maupun Taeyong sungguh tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

Bahkan ketika mereka mendapat kabar bahwa Pastor Samuel, Haechan, Jaehyun, dan Irene terselamatkan dari kematian mereka.

Sebenarnya keduanya cukup terkejut mendengar fakta bahwa keempat orang itu sempat mati. Apalagi keberadaan Irene yang sungguh tak pernah mereka duga.

Keduanya tidak yakin, tetapi cukup percaya bahwa yang terjadi ini adalah sebuah barter nyawa. Jiwa Mark yang sejak lama diincar seolah-olah menjadi harga mahal yang harus ditebus. Dan jiwa-jiwa yang sama sekali tak bermasalah seperti keempat orang pelaksana ritual doa ini lah yang jadi penggantinya.

Dan yang mereka tahu, Mark tidak akan pernah mau membiarkan ini semua terjadi.

Sudah berjam-jam mereka berada di perjalanan pulang. Hari sudah mulai gelap dan jalanan nampak sangat sepi. Anehnya, walaupun jalan sepi, mobil yang dikendarai oleh Taeyong itu seperti tidak pernah sampai ke tujuannya dengan cepat.

Jaerin yang awalnya acuh itu mulai curiga. Gadis itu menoleh ke arah Taeyong di sampingnya. "Taeyong?"

Pria itu berdeham kecil, masih fokus dengan jalan di depannya yang sungguh gelap tanpa penerangan.

Jaerin mengigit bibirnya. Ada yang tidak beres di sini. Tiba-tiba ia merasakan jantungnya berpacu sangat cepat saat menatap Taeyong lebih teliti.

Kedua mata Taeyong seluruhnya menghitam. Ia juga baru menyadari jika kulit Taeyong tampak lebih pucat dari sebelumnya. Napasnya terhenti sesaat.

"Kau menyadarinya, ya?" Salah satu sudut bibir Taeyong terangkat, menampilkan seringaian menakutkan.

Jaerin memberingsut mundur hingga punggungnya menabrak pintu mobil di belakangnya. Tubuhnya bergetar hebat saat pria di sampingnya itu menoleh ke arahnya. "Kau bukan Lee Taeyong."

Pria itu tertawa dengan suara menggelegar. Saat itu pula kelajuan mobilnya bertambah secara signifikan. Deru mobil yang semula tidak terdengar itu kini berlomba-lomba dengan tawa mengerikan dari Taeyong.

"Sadar lah, Lee Taeyong!"

"Tidak," desis sosok itu seraya membulatkan matanya yang sangat mengerikan itu. Ia menunjukkan seringaiannya kemudian melanjutkan, "Kau dan Lee Taeyong harus mati."

Jaerin tak mempunyai pilihan lain selain menunduk dalam dan menangis. Pemandangan di depannya sungguh mengerikan. Apalagi ditambah dengan mobil yang kini bergerak zig-zag.

Ia merasakan ajalnya sudah dekat.

Kedua tangannya yang mendadak dingin itu kini bersatu di depan dada. Melafalkan apapun doa yang ia ingat. Apapun asalkan ini semua berakhir.

"Apa yang kau doakan, gadis manis? Kau mendoakanku agar pergi dari tubuhnya? Jangan harap!"

Suara itu benar-benar lain dari suara Taeyong. Suaranya terlalu mengerikan untuk dijabarkan.

Isakannya mulai deras ketika ia merasakan guncangan hebat di mobil. Ia tak tahu apa yang baru saja ditabrak, tetapi ia bisa merasakan sesuatu itu membuat tubuh mobil Taeyong penyok.

Ia tak kuasa menahan rasa takutnya. Ia ingin pingsan saja agar jika ia mati ia tidak akan merasakan sakit.

Di tengah kekalutan yang terjadi di dalam mobil, ia merasakan getaran kuat di dadanya. Tepatnya di tempat liontin Taeyong menggantung.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu